Abdul Wahid Hasyim: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Pendidikan: #1Lib1Ref #1Lib1RefID
merapikan konten
Baris 38:
|footnotes =
|office4=Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|order4=Ke-5|term_end4=1954|term_start4=1951|predecessor4=KH. Nahrawi Thohir|successor4=[[Muhammad Dahlan|KH. Muhammad Dahlan]]}}
{{unreferenced|date=Desember 2017}}[[Kiai]] [[Haji]] '''Abdul Wahid Hasyim''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Jombang|Jombang]], [[Jawa Timur]]|1|6|1914|[[Cimahi]], [[Jawa Barat]]|19|4|1953}}) adalah pahlawan nasional yang pernah menjabat sebagai Menteri Negara dan juga pernah sebagai Menteri Agama pada era orde lama. Ia adalah ayah dari presiden keempat, [[Abdurrahman Wahid]] dan anak dari [[Hasyim Asy'arie|Muhammad Hasyim Asy'ari]], pendiri [[Nahdlatul Ulama]] dan pahlawan nasional Indonesia. Selain itu pada tahun 1951 ia menjabat sebagai [[Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|Ketua Umum]] [[Nahdlatul Ulama|Pengurus Besar Nahdlatul Ulama]]. Ia menikah di usia 25 tahun dengan Solichah, putri [[Bisri Syansuri|KH. Bisri Syansuri]] dan dikaruniai 6 putra putri.
 
== Pendidikan ==
[[Berkas:Wahid Hasyim when he was 12 years old.jpg|jmpl|Abdul Wahid Hasyim saat berusia 12 tahun.|pus|200x200px|kiri]]Abdul Wahid Hasyim tidak menempuh pendidikan [[sekolah dasar]] di [[sekolah]] yang didirikan oleh [[pemerintah]] [[Hindia Belanda]], yaitu [[Hollandsch-Inlandsche School]]. Ini terjadi karena ayahnya yaitu [[Hasyim Asy'ari]], dikenal sebagai tokoh anti-sekolah yang didirikan oleh penjajah.<ref>{{Cite journal|last=Nurfadilah, A., Mulyana, A., dan Suwirta, A.|date=2020|title=Peranan K.H. Abdul Wahid Hasyim dalam Pembaharuan Pendidikan Islam di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 1934-1953|url=https://journals.mindamas.com/index.php/insancita/article/download/1329/1156|journal=INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia|volume=5|issue=1|pages=23|issn=2443-2776}}</ref>
 
Sejak kecil, Abdul Wahid Hasyim belajar di Madrasah Salafiyah di [[Pondok Pesantren Tebuireng]]. Ia telah berhasil mengkhatamkan Al Quran di usia 7 tahun. Kemudian setelah lulus dari madrasah, ia diminta oleh ayahnya untuk membantu mengajar adik-adik dan santri-santri pesantren seusianya.{{Butuh rujukan}}
Baris 49:
Pada tahun 1932 ia belajar di Makkah bersama sepupunya, Muchammad Ilyas, ialah yang mengajari Wahid dalam belajar Bahasa Arab hingga ia fasih berbahasa Arab. Sehingga ia menguasai tiga bahasa asing, yakni Arab, Inggris, dan Belanda.{{Butuh rujukan}}
 
== Peran dalam pendidikan Islam di Indonesia ==
== Kiprah ==
 
=== Ketua Masyumi ===
Pada tahun 1939, [[NU|Nahdlatul Ulama]] menjadi anggota [[MIAI]] (Majelis Islam A'la Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam pada zaman pendudukan Belanda. Saat pendudukan Jepang yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 ia ditunjuk menjadi Ketua ''Majelis Syuro Muslimin Indonesia'' (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan ''Barisan Hizbullah'' yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan.
 
=== Mendirikan sekolah ===
Selain keaktifannya dalam gerakan politik dan sumbangsihnya terhadap perjuangan melawan penjajah secara diplomatis, pada tahun 1944 ia mendirikan sebuah Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang saat itu pengasuh sekaligus pimpinannya dipegang oleh oleh [[Abdoel Kahar Moezakir|KH. A. Kahar Moezakkir]].<ref>{{Cite web|date=2021-10-07|title=Perjuangan Kiai Wahid Hasyim, Ayah Gus Dur|url=https://www.tebuireng.co/perjuangan-kiai-wahid-hasyim-ayah-gus-dur/|website=Tebuireng Initiatives|language=id-ID|access-date=2022-01-15}}</ref>
 
=== Sebagai anggota BPUPKI dan PPKI ===
Menjelang kemerdekaan tahun 1945 di usianya yang masih 23 tahun, ia menjadi anggota [[BPUPKI]] dan [[PPKI]]. Wahid Hasyim dengan segudang pemikiran tentang agama, negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan, NU, dan pesantren, telah menjadi lapisan sejarah ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun.
 
=== Mengembangkan dunia pesantren ===
Wahid mengawali kiprah kemasyarakatannya pada usia relatif muda. Setelah menimba ilmu agama ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Mekah, pada usia 21 tahun Wahid membuat “gebrakan” baru dalam dunia pendidikan pada zamannya. Dengan semangat memajukan pesantren, Wahid memadukan pola pengajaran pesantren yang menitikberatkan pada ajaran agama dengan pelajaran ilmu umum. Sistem klasikal diubah menjadi sistem tutorial. Selain pelajaran Bahasa Arab, murid juga diajari Bahasa Inggris dan Belanda. Itulah madrasah nidzamiyah. Meskipun ayahandanya, [[Hasyim Asyari|Hadratush Syaikh Hasyim Asyari]], pendiri [[Nahdlatul Ulama]], butuh waktu beberapa tahun bagi Wahid Hasjim untuk menimbang berbagai hal sebelum akhirnya memutuskan aktif di NU. Pada usia 25 tahun Wahid bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), federasi organisasi massa dan partai Islam saat itu. Setahun kemudian Wahid menjadi ketua MIAI.<ref>{{Cite journal|last=El-Rumi|first=Umiarso|last2=Asnawan|first2=Asnawan|date=2018-11-29|title=KH. ABDUL WAHID HASYIM PEMBARU PESANTREN Dari Reformasi Kurikulum, Pengajaran hingga Pendidikan Islam Progresif|url=https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Edukasia/article/view/3960|journal=Edukasia : Jurnal Penelitian Pendidikan Islam|language=id|volume=13|issue=2|pages=431–454|doi=10.21043/edukasia.v13i2.3960|issn=2502-3039}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Kurohman|first=M. Taofik|last2=Wahyuni|first2=Anny|last3=Purnomo|first3=Budi|date=2021-11-29|title=Analisis Kepemimpinan K.H Wahid Hasyim Terhadap Reformasi Pendidikan Pesantren|url=https://journal.uhamka.ac.id/index.php/jhe/article/view/7569|journal=Chronologia|language=en|volume=3|issue=2|pages=10–18|doi=10.22236/jhe.v3i2.7569|issn=2686-0171}}</ref>
 
== Peran dalam kemerdekaan Indonesia ==
 
=== Sebagai anggotaAnggota BPUPKI dan PPKI ===
Menjelang kemerdekaan tahun 1945 di usianya yang masih 23 tahun, ia menjadi anggota [[BPUPKI]] dan [[PPKI]]. Wahid Hasyim dengan segudang pemikiran tentang agama, negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan, NU, dan pesantren, telah menjadi lapisan sejarah ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun.{{Butuh rujukan}}
 
=== Penggagas sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" ===
Rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam [[Pancasila]] sebagai pengganti dari bunyi rumusan "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" tidak terlepas dari peran seorang Wahid Hasyim. Pada mulanya rumusan sila pertama tersebut ditolak oleh penduduk Indonesia yang beragama non-muslim, karena tidak hanya umat Islam saja yang ikut berperan dalam kemerdekaan Bangsa Indonesia, namun dari berbagai pihak. Kemudian Wahid mengusulkan diubahnya sila pertama yang berbunyi "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Wahid memang dikenal sebagai tokoh yang moderat, substantif, dan inklusif.<ref>{{Cite web|title=KH Wahid Hasyim: Sebuah Kontribusi Kebangsaan NU Untuk Indonesia|url=https://nu.or.id/nasional/kh-wahid-hasyim-sebuah-kontribusi-kebangsaan-nu-untuk-indonesia-YMLQq|website=nu.or.id|language=id-id|access-date=2022-01-15}}</ref>
 
== Peran dalam perpolitikan Indonesia ==
=== Menjadi Menteri ===
Wahid Hasyim menjadi [[Menteri Negara]] periode 1945–1949.<ref>{{Cite journal|last=Syahriman, A., dan Mulyana, A.|date=2019|title=Peranan KH. Abdul Wahid Hasyim dalam Pemerintahan Indonesia Tahun 1945-1953|url=https://ejournal.upi.edu/index.php/factum/article/download/20113/10193|journal=FActum|volume=8|issue=1|pages=16}}</ref> Jabatan ini merupakan hasil penunjukan langsung oleh [[Presiden Soekarno]]. Kemudian pada 20 September 1949 ia menjadi Menteri Agama hingga 6 September 1950, kemudian pada 6 September 1951 ia kembali menjadi Menteri Agama hingga 3 April 1952.{{Butuh rujukan}}
 
=== MenjadiMenteri KetuaAgama UmumRepublik PBNUIndonesia ===
Wahid Hasyim menjadi [[Menteri Negara]] periode 1945–1949.<ref>{{Cite journal|last=Syahriman, A., dan Mulyana, A.|date=2019|title=Peranan KH. Abdul Wahid Hasyim dalam Pemerintahan Indonesia Tahun 1945-1953|url=https://ejournal.upi.edu/index.php/factum/article/download/20113/10193|journal=FActum|volume=8|issue=1|pages=16}}</ref> Jabatan ini merupakan hasil penunjukan langsung oleh [[Presiden Soekarno]]. Kemudian pada 20 September 1949 ia menjadi Menteri Agama hingga 6 September 1950, kemudian pada 6 September 1951 ia kembali menjadi Menteri Agama hingga 3 April 1952.{{Butuh rujukan}}
 
=== Ketua Partai Masyumi ===
Pada tahun 1939, [[NU|Nahdlatul Ulama]] menjadi anggota [[MIAI]] (Majelis Islam A'la Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam pada zaman pendudukan Belanda. Saat pendudukan Jepang yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 ia ditunjuk menjadi Ketua ''[[Partai Masyumi|Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia'']] (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan ''Barisan Hizbullah'' yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan.{{Butuh rujukan}}
 
=== Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ===
Pada [[Muktamar Nahdlatul Ulama]] ke-19 di [[Palembang]] pada tahun 1951, Wahid Hasyim terpilih sebagai [[Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|Ketua Umum]] [[Nahdlatul Ulama|Pengurus Besar Nahdlatul Ulama]] dengan Rais 'Aam [[Abdul Wahab Hasbullah|KH. A. Wahhab]] [[Abdul Wahab Hasbullah|Hasbullah]].{{Butuh rujukan}}
 
Baris 86 ⟶ 90:
 
== Wafat ==
Wahid Hasjim wafat dalam sebuah kecelakaan mobil di [[Kota Cimahi]] tanggal 19 April 1953. Hujan turun deras yang mengakibatkan mobil terselip karena jalanan licin. Kecelakaan lalu lintas itu terjadi pada Sabtu, 19 April 1953. Setelah meninggalnya Wahid Hasjim, anak-anaknya diasuh oleh istrinya yang tengah hamil anak keenam. Anak keduanya, Aisyah Hamid Baidlowi ikut membantu mengurus adik-adiknya disaat ibunya bekerja. Semua anak Wahid Hasjim tumbuh menjadi orang sukses yang berperan besar dalam kemajuan negara. Anak pertamanya [[Abdurrahman Wahid]] pernah menjadi Presiden RI yang ke 4, Aisyah Hamid Baidlowi dan Lily Chadijah Wahid merupakan mantan anggota DPR, [[Salahuddin Wahid]] pada masanya pernah menjadi Wakil Ketua Komnas HAM, Umar Wahid seorang dokter dan adiknya, Hasyim Wahid juga turut masuk ke dalam dunia politik.{{Butuh rujukan}}
 
== Referensi ==
<references />
{{S-start}}
{{s-off}}
Baris 95 ⟶ 101:
{{Succession box|jabatan=[[Menteri Agama Indonesia]]|tahun=1949–1952|pendahulu=[[Masjkur]]|pengganti=[[Fakih Usman]]}}
{{End}}
{{unreferenced|date=Desember 2017}}{{Abdurrahman Wahid}}
{{Pancasila Indonesia}}
{{Pahlawan Indonesia}}
Baris 102 ⟶ 108:
{{PPKI}}
 
 
{{lifetime|1914|1953|Hasjim, Abdul Wahid}}
 
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia|Wahid Hasjim]]
Baris 126 ⟶ 132:
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Utama]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Utama]]
 
{{Indo-bio-stub}}