Abdurrahman Wahid: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 60:
| isbn = 978-0-691-14358-3}}</ref>; dan ''Dur'' yang merupakan kependekan dari namanya, ''Abdurrahman''.
=== Pendidikan ===
Pada tahun 1944, Gus Dur muda pindah dari Jombang ke [[Jakarta]], tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama [[Masyumi|Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia]] (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara [[Jepang]] yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang[[Revolusi kemerdekaanNasional Indonesia]] melawan [[Belanda]]. Pada akhir perang tahun 1949, Gus Dur pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. AbdurrahmanGus WahidDur belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Gus Dur juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya.{{sfn|Barton|2002a|p= 49}} Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Gus Dur meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
 
Pendidikan Gus Dur berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke [[Yogyakarta]] untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada K.H. Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke [[Magelang]] untuk memulai Pendidikan Muslim di [[Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Tegalrejo|Pesantren Tegalrejo]]. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah [[madrasah]]. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti ''Horizon'' dan ''Majalah Budaya Jaya''.{{sfn|Barton|2002b|p=92}}