Adiwijaya dari Pajang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arwinar (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 32:
| religion = [[Islam]]
}}
Dalam tradisi [[Jawa]] '''Mas Karèbèt''' atau biasa disebut '''Jaka/Joko Tingkir''' dalam babad [[Jawa]] adalah pendiri sekaligus [[raja]] atau [[sultan]] pertama dari [[kesultanan Pajang|kesultanan]] atau [[kerajaan Pajang]] yang memerintah dari tahun 1568-1582 dengan gelar '''Sultan Adiwijaya''' atau '''Hadiwijaya'''.
atau [[kerajaan Pajang]] yang memerintah dari tahun 1568-1582 dengan nama '''Sultan Adiwijaya''' atau sering disebut dengan Sultan Hadiwijaya.
 
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, Lahir pada tanggal 18 Jumadilakhir tahun Dal mangsa VIII menjelang subuh. Diberi nama "Mas Karebet" karena ketika dilahirkan, ayahnya Ki Kebo Kenanga dari Pengging Ki Ageng Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang beber dan dalangnya adalah Ki Ageng Tingkir. Namun suara wayang yang "kemebret" tertiup angin membuat bayi itu diberi nama "Mas Karebet". Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kerajaan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir) sejak saat itu masa remajanya lebih dikenal dengan nama "Jaka Tingkir".
 
Mas Karebet gemar bertapa, berlatih bela diri dan kesaktian, sehingga tumbuh menjadi pemuda yang tangguh, tampan dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging) ayahnya sendiri dan Muhammad Kabungsuan (Ki Ageng Pengging sepuh) kakek Adiwijaya. Ki Ageng Pengging Sepuh ini adalah anak bungsu dari Syeikh Jumadil Kubro, tapi jalur spiritualnya menuju ke Syeikh Siti Jenar. Selain ayah dan Kakek, ia juga belajar dengan kakek dari Ibu, yaitu Sunan Kalijaga. Ia juga juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng Sela yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi. Disamping tampan dan jagoan, sayangnya pemuda Jaka Tingkir alias Mas Karebet ini juga sedikit 'nakal' alias mata keranjang. Jaka Tingkir kemudian berguru pada Ki Ageng Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro (saudara tua ayahnya / kakak mendiang ayahnya). Dalam perguruan ini ada murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil.
Baris 141 ⟶ 140:
 
== Pengganti ==
Adiwijaya memiliki beberapa orang anak. Putri-putrinya antara lain dinikahkan dengan Panji Wiryakrama Surabaya, Raden Pratanu Madura, dan Arya Pamalad Tuban. Adapun putri yang paling tua dinikahkan dengan [[Arya Pangiri]] bupati [[Demak]]. Arya Pangiri sebenarnya adalah anak raja Demak Sunan Prawoto, yang seharusnya memang Arya Pangiri sebagai penerus garis suksesi [[Sultan Demak]] dahulu.<ref>[[M. C. Ricklefs|Ricklefs, M. C.]], ''A History of Modern Indonesia since c. 1200'', Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8</ref> Putrinya yang bernama [[Glampok Raras]] menikah dengan [[Panembahan Ratu I]] dan menjadi permaisuri [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]].<ref>{{Cite web|title=Perkawinan Panembahan Ratu Dengan Putri Glampok Raras|url=https://www.historyofcirebon.id/2019/10/perkawinan-panembahan-ratu-dengan-putri.html|website=Sejarah Cirebon|language=id|access-date=2023-02-02}}</ref>
 
[[Arya Pangiri]] didukung Panembahan Kudus (Sayyid Amir Khan, Pengganti [[Sunan Kudus]]) untuk menjadi raja. [[Pangeran Benawa]] sang "[[putra mahkota]]" disingkirkan menjadi bupati Jipang. [[Arya Pangiri]] pun menjadi raja baru di [[Pajang]] dengan nama tahta Ngawantipura.