Ahlulbait: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Membatalkan 1 suntingan oleh 2001:D08:1B9B:F333:7899:CBFF:FE6E:AE40 (bicara) ke revisi terakhir oleh Marbath (TW)
Tag: Pembatalan pranala ke halaman disambiguasi
 
(32 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Ensiklopedia Islam|Muhammad}}
'''Ahlul-Bait''' ({{lang-ar|أهل البيت}}) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga. Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga Nabi [[Muhammad]]. Terjadi perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. [[Syi'ah]] berpendapat bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu [[Ali bin Abi Thalib|Ali]], [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]], [[Hasan bin Ali|Hasan]] dan [[Husain bin Ali|Husain]] sebagai anggota Ahlul Bait (di samping Nabi [[Muhammad]]). Sementara [[Sunni]] berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Nabi [[Muhammad]] dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga kadang-kadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya.
 
Dari sumber kajian Ilmu Tasawuf Syathariyah memiliki definisi yang lain tentang Ahlul Bait.
Ahli baitnya Nabi Muhammad SAW adalah yang mengetahui secara persis segala hal tentang apa yang ada di dalam dadanya Nabi Muhammad SAW, utamanya hubungannya dengan keberadaan Diri-Nya Tuhan Yang Al Ghaib, yang juga selalu diingat-ingat, dihayati dan dirasakan dalam hatinurani, roh dan rasanya Nabi Muhammad Saw dalam melakukan apa saja, dimana saja dan sedang apa saja.
Lihat '''Istilah Ahlul-Bait'''
 
== Istilah Ahlul Bait ==
Baris 10 ⟶ 14:
 
=== Sunni ===
Makna '''Ahlulbait''' dalam pengertian Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau Sunni adalah keturunan Rasulullah (Dzurriyyah Rasulullah) yang diharamkan menerima [[zakat]], sampai Hari [[Kiamat]]. Pengertian ini dianut oleh penganut madzhab Sunni atau penganut [[madzhab]] [[Ahlus Sunnah Wal Jamaah]]. Di antara [[ulama]] Sunni yang berpendapat bahwa Ahlulbait adalah semua keturunan nasab Nabi [[Muhammad]] dari jalur nasab [[Hasan bin Ali]] dan dari jalur nasab [[ Husain bin Ali]] adalah '''Shohibul Faroji Al-Azhmatkhan''' <ref>{{Cite web|last=Internasional|first=Asyraf|title=Tentang Profil Shohibul Faroji|url=https://p2k.unkris.ac.id/id1/2-3065-2962/Shohibul-Faroji_51731_p2k-unkris.html}}</ref> dengan karyanya Tafsir Midadurrahman sebanyak 115 jilid dan menjadi mufassir yang mendapatkan penghargaan [[MURI]] sebagai Penulis tafsir terpanjang dan tertebal di seluruh dunia.<ref>{{Cite web|last=MURI|first=Tafsir Midadurrahman|title=Tentang Tafsir Midadurrahman |url=https://penasantri.id/blog/2018/12/02/midadurahman-kitab-tafsir-tertebal-di-dunia/}}</ref> Dalam karya tafsir ini, dijelaskan 3110 macam-macam nama fam keturunan Rasulullah SAW di seluruh dunia yang terdiri dari 1555 fam keturunan [[Hasan bin Ali]] dan 1555 fam keturunan [[Husain bin Ali]] yang berkembang di 199 [[negara]] seluruh dunia.
Makna “Ahlul Bait” dalam pengertian naqliyah berarti keturunan Rasulullah yang diharamkan menerima zakat. Pengertian ini dianut sebagian kalangan.
 
=== Sufi dan sebagian Sunni ===
Baris 29 ⟶ 33:
:Kata Husain, "Apakah mereka semua diharamkan menerima zakat?"
::Jawab Zaid, "Ya."<ref>AL-ALBANI, M. Nashiruddin; '''''Ringkasan Shahih Muslim'''''. [[Jakarta]]: Gema Insani Press, [[2005]]. ISBN 979-561-967-5. Hadist no. 1657</ref>
 
=== Ilmu Tasawuf Syathariyah ===
Dari sumber kajian Ilmu Tasawuf Syathariyah memiliki definisi yang lain tentang Ahlul Bait.
Ahli baitnya Nabi Muhammad SAW adalah yang mengetahui secara persis segala hal tentang apa yang ada di dalam dadanya Nabi Muhammad SAW, utamanya hubungannya dengan keberadaan Diri-Nya Tuhan Yang Al Ghaib, yang juga selalu diingat-ingat, dihayati dan dirasakan dalam hatinurani, roh dan rasanya Nabi Muhammad Saw dalam melakukan apa saja, dimana saja dan sedang apa saja.
 
Menurut pandangan ini, '''Ahlul-Bait''' tidak sebatas keluarga darah daging, akan tetapi lebih bermakna keluarga rohani yang mengacu pada kondisi spiritual manusia, merujuk pada kedekatan dan bagaimana seseorang menempatkan Tuhan di dalam hatinya.
Juga tidak sebatas pada periode ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup. Ahlul-Bait sebagai perahu Nabi Nuh ada terus di setiap zaman. Merupakan sekumpulan jamaah yang memiliki Ilmu Inti Kenabian, yang tak pernah berubah sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, bahkan hingga nanti akhir zaman. Pemimpin dari Ahlul-bait adalah Imam Mahdi.
 
Karena itu Al Mahdi ini adalah mata rantai yang ''gilir gumanti'' (jasadnya) dan sama sekali tidak pernah putus (silsilahnya), mengalir dari dalam dadanya Nabi Muhammad SAW dengan Kalamullah (Al Qur’an) sebagai obor yang memadangi (menerangi) tugas dan fungsinya sebagai yang ditugasi Ilahi meneruskan kerasulannya.
 
Keterangan di atas sejalan dengan Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Al Hakim dan Adz Dzahabi:
 
Bersabda Rasulullah SAW: “Aku adalah kotanya ilmu dan kamu Ya Ali adalah pintunya. Dan janganlah masuk kota kecuali dengan lewat pintunya. Berdustalah orang yang mengatakan cinta kepadaku tetapi membenci kamu, karena kamu adalah bagian dariku, dan aku adalah bagian dari kamu. Dagingmu adalah dagingku, darahmu adalah darahku, rohmu adalah rohku, rahasiamu adalah rahasiaku, penjelasanmu adalah penjelasanku. Berbahagialah orang yang patuh kepadamu dan celakalah orang yang menolakmu. Beruntunglah orang yang mencintaimu dan merugilah orang yang memusuhimu. Sejahteralah orang yang mengikutimu dan binasalah orang berpaling darimu.
 
Kamu dan para iman dari anak keturunanmu sesudahku ibarat perahu Nabi Nuh: siapa yang naik di atasnya selamat dan siapa yang menolak (tidak naik) akan tenggelam. Kamu semua seperti bintang; setiap kali bintang itu tenggelam, terbit lagi bintang sampai hari kiyamat”.
 
''“Kullu maa ghaaba najmun thala’a najmun ila yaumil-kiyaamah”''. Setiap kali bintang itu tenggelam maka terbit lagi bintang hingga sampai kiyamat.
 
Kalimat terbit menggunakan ''fi'il madhi (thala’a)''. Maksudnya antara bintang sebelum dan sesudahnya (antara guru sebelumnya dan yang dikehendaki Ilahi sebagai penerus tugas dan fungsinya) itu tidak hanya kenal. Tidak hanya sebagaimana hubungan guru dan muridnya akan tetapi atas kehendak dan Ijin-Nya digulawentah sedemikian rupa sehingga sekiranya ditinggal mati telah benar-benar siap menerima pelimpahan. Begitulah sejak Nabi Muhammad SAW yang mempersiapkan Sayidina Ali bin Abu Thalib Ra. Kemudian melimpahkan wewenang kepadanya sebagai wakil yang meneruskan tugas dan fungsi kerasulannya.
 
Firman Allah yang berkaitan dengan perihal di atas adalah sebagaimana dalam QS. Al Maidah 67:
 
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu berarti) kamu tidak menyampaikan amanah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang tidak percaya (terhadap adanya penerusan tugas dan fungsi kerasulan ini)”.
 
(K.H.Mohammad Munawwar Afandi, Apabila Daabbah Telah Dikeluarkan dan Diberdayakan Tuhan, Maka Akibat Nyata (Azab) Pasti Ditimpakan Mereka Yang Tidak Mengenal Diri-Nya Tuhan, Tanjung, Oktober 1997, hal. 8 – 9)
 
== Istilah Ahlul Kisa ==
Kaum Sufi yang memiliki keterikatan dengan Ahlul Kisa, yaitu keluarga [[Ali bin AbuAbi TalibThalib]] k.w.<ref>karamallahu wajhah</ref> dan [[Fatimah az-Zahra]] baik secara ''zhahir'' (faktor keturunan) dan secara ''bathin'' (do'a dan amalan) sangat mendukung keutamaan [[Ahlul Kisa]]. Tetapi, Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait bukan hanya Ahlul Kisa sesuai dengan ''hadits tsaqalayn''. Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang haram menerima zakat, yaitu keluarga [[Ali bin Abi Thalib|Ali]], [[Aqil bin Abi Thalib|Aqil]] dan [[Ja'far bin Abu Thalib|Ja'far]] (yang merupakan putra-putra [[Abu Thalib bin Syaibah|Abu Thalib]]) dan keluarga [[Abbas bin Abdul-Muththalib|Abbas]] (Hadits [[Shahih Muslim]] dari [[Zaid bin Arqam]]). Dengan demikian kaum [[Sufi]] dalam hal [[khalifah|kekhalifahan]] memiliki perbedaan tajam dengan kaum [[Syi'ah]].
 
=== Hadist Shahīh <!--dari Sunni yang mendukung keutamaan--> Ahlul Kisa ===
Baris 51 ⟶ 80:
Sesuai dengan hadits di atas, [[Syi'ah]] berpendapat bahwa istri-istri Muhammad tidak termasuk dalam Ahlul Bait, sebagaimana pendapat [[Sunni]] yang memasukkan istri-istri Muhammad.
 
Kaum [[Syi'ah]] dulunya adalah pembela 'Ali dan Keluarganya ketika terjadi perseteruan dengan Muawiyyah bin abu sufyan, belakangan dari mereka timbulah kelompok ekstrem yang dinamakan Rafidah yang sekarang ajarannya mendominasi Kaum [[Syi'ah]] diseluruh dunia.
 
Mereka [[Syi'ah Rafidah]] berlebih-lebihan terhadap Ahlul Bait dan dalam mengaggungkan imam-imam mereka, Al Kulainy dalam kitabnya ''al-Kaafi'' -yang mana ini merupakan
kitab yang paling shahih menurut Rafidhah-, dia telah mengkhususkan di
dalamnya bab-bab yang menguatkan sikap ekstrem tersebut.
 
Contohnya: di jilid I, hal 261, dia berkata,
 
"''Bab bahwasanya para imam mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang akan datang, serta bahwasanya tidak adasesuatu apapun yang tersembunyi dari pengetahuan mereka.”''
 
Dia juga telah meriwayatkan dalam halaman yang sama dari sebagian sahabat-sahabatnya bahwa mereka mendengar Abu Abdillah ''‘alaihis salam'' (yang dia maksud adalah Ja’far ash-Shadiq) berkata,
 
''''
 
''“Sesungguhnya apa-apa yang ada di dalam surya dan aku mengetahui apa yang telah lalu serta yang akan datang.”''
 
''''
 
Dia juga berkata dalam jilid I, hal 258,
 
''''
 
''“Bab bahwasanya para imam mengetahui kapan mereka akan mati dan mereka tidak akan mati kecuali dengan kemauan mereka sendiri.”''
 
''''
 
Salah seorang syaikh dari kaum [[Syi'ah]] /Rafidah Baqir al-faly yang mengatakan bahwasanya Nabiyullah Isa ''‘alaihis salam'' mendapatkan kehormatan untuk menjadi budak Ali bin Abi Thalib,
 
''''
 
<em>“Wahai para manusia, beberapa hari yang lalu telah dirayakan hari
kelahiran Isa al-Masih, yang telah mendapatkan kehormatan untuk menjadi budak Ali bin Abi Thalib!”</em>
 
''''
 
Selain itu Berkata Ni’matullah al-Jazairy dalam kitabnya ''al-Anwar an-Nu’maniyah'' (jilid I, hal 30),
 
Ali bin Abi Thalib pernah berkata,
 
''''
 
''Demi Allah, sesungguhnya aku bersama Ibrahim ketika dilemparkan ke dalam api dan akulah yang menjadikan api itu dingin serta menyelamatkan. Aku juga bersama Nuh di kapalnya lantas akulah yang menyelamatkan dia dari ketenggelaman. Aku juga bersama Musa, lantas aku ajarkan Taurat kepadanya. Aku jugalah yang menjadikan Isa berbicara saat dia masih dalam buaian, kemudian kuajarkan Injil padanya. Akulah yang bersama Yusuf di dalam sumur, lantas kuselamatkan dia dari tipu daya saudara-saudaranya. Dan aku bersama Sulaiman di atas permadani, kemudian aku hembuskan angin baginya.”''
 
'
=== Sunni dan Salafi ===
Kaum Sunni juga mempercayai hadits sahih mengenai keistimewaan kedudukan Ahlul Bait tersebut seperti kaum Syi'ah, meskipun kaum Sunni tidak berpendapat bahwa hak kepemimpinan umat (khalifah) harus dipegang oleh keturunan Ahlul Bait. Hadits itu juga menyatakan bahwa kedua cucu Muhammad, yaitu Hasan bin Ali dan Husain bin Ali, adalah ''sayyid'' (pemuka).
Baris 117 ⟶ 104:
:* As-Sayyid As-Syaikh Abdul Qadir Jilani Al-Hasani (Tariqah Qadiriyah)
:* As-Sayyid As-Syaikh Ahmad bin Idris Al-Hasani (Tariqah Ahmadiyah Idrissiyah)
:* As-Sayyid As-Syaikh Abil Hasan Asy-SyazuliSyadzili (Tariqah Syadziliyyah)
 
Silsilah ajaran mereka kebanyakannya melalui Imam [[Ja'far ash-Shadiq]], dan semuanya mendapat sanad dari Ali bin Abi Thalib. Tariqah Naqsyabandiah adalah satu-satunya tariqah yang juga mendapat sanad dari Abu Bakar.
Baris 123 ⟶ 110:
== Kekhalifahan ==
Kaum Sufi berpendapat [[khalifah|kekhalifahan]] ada 2 macam, yaitu:
:* Khalifah secara zhahir ([[Waliyyul Amri]], [[Surat An Nisaa']] ayat 59) ''"[[Hai orang-orang yang beriman]], taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."'' atau mereka yang menjadi ''kepala pemerintahan'' umat Islam; dan
:* Khalifah secara bathin ([[Waliyyul Mursyid]], [[Surat Al Kahfi]] ayat 17) ''"Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk (Waliyyan Mursyida) kepadanya."'' atau mereka yang menjadi ''pembina rohani'' umat Islam.
 
=== Khalifah zhahir ===
Menurut kalangan Sufi kekhalifahan yang ''zhahir'' (lahiriah) boleh saja dipegang oleh orang muslim yang kurang beriman atau mukmin tetapi kurang bertakwa, dalam keadaan darurat atau karena sudah takdir yang tak bisa dihindari. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perkataan ‘athii’‘''athii''’ sebelum ‘''[[waliyyul amri]]’,'' kata ‘athii’‘''athii''’ atau ''taatlah'' hanya ditempelkan kepada ‘Allah’ kemudian ditempelkan kepada ‘Rasul’ sehingga lafadz lengkapnya menjadi, ''”Athiiullahu wa athiiurasuul wa ulil amri minkum”''. Berarti taat yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasulnya. Taat kepada ''ulil amri'' (pemimpin) dapat dilakukan dengan syarat ia taat lebih dulu kepada Allah dan Rasulnya. Memilih seorang pemimpin atas dasar ketaatan kepada Allah adalah hal yang logis dan jauh lebih mudah daripada memilih seorang pemimpin atas dasar ''<nowiki/>'[[maksum]]''' atau kesucian, karena 'taat' kepada Allah adalah suatu yang dapat terlihat kurang-lebihnya di dalam kehidupan seseorang.
 
Dengan kata lain ayat ini dalam pandangan kaum Sunni dan kaum Sufi menunjukkan tidak adanya syarat ‘[[maksum]]’ bagi ''Waliyyul Amri'' (pemimpin pemerintahan). Sangat mungkin ini adalah petunjuk Allah bagi umat Islam untuk menerima siapapun pemimpinnya di setiap zaman, selama ia taat kepada Allah dan Rasulnya, karena sesuai dengan akal sehat yang dimiliki umat manusia bahwa ‘tak ada yang mengetahui hamba Allah yang suci atau ''‘[[maksum]]’'', kecuali Allah sendiri.’
 
=== Khalifah bathin ===
Kekhalifahan ''bathin'', karena harus mempunyai syarat kewalian dalam pengertian ''bathin,'' tak mungkin dijatuhkan kecuali kepada orang mukmin yang bertakwa dan dicintai Allah (Surat Yunus 62-64). Kekhalifahan bathin atau jabatan ''Waliyyul Mursyid'' (pemimpin rohani) adalah mereka yang mempunyai ilmu dan karakter (kurang-lebih) seperti [[Nabi Khidir]] di dalam [[Surat Al Kahfi]]. Hikmah tidak disebutkannya kata 'Nabi Khidir' juga boleh jadi mengisyaratkan setiap zaman akan ada manusia yang terpilih seperti itu.
 
Di dalam sejarah tarekat kaum Sufi, para Wali Mursyid sebagian besarnya adalah keturunan [[Ali bin Abi Thalib|Ali]] dari [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]] baik melalui [[Hasan bin Ali|Hasan]] dan [[Husain bin Ali|Husain]]. Menurut kaum Sufi memaksakan kekhalifahan ''zhahir'' hanya untuk keluarga [[Ali bin Abi Thalib|Ali]] adalah suatu yang ''musykil/'' (mustahil) karena bila menolak 3 khalifah sebelumnya (yang telah disetujui oleh mayoritas) berarti membuat perpecahan dalam umat Islam, juga bertentangan dengan prinsip akal sehat, karena boleh jadi seorang kurang ber-taqwa tetapi dalam hal pemerintahan sangat cakap. Sedangkan seorang yang ber-taqwa justru mungkin saja tidak menguasai masalah pemerintahan.
 
Bila menganggap Imamah adalah Khalifah Bathin''bathin'' mungkin saja bisa, tetapi membatasi hanya 12 bertentangan dengan banyak hadits shahih tentang para Wali Allah yang tidak pernah disebut dari keluarga tertentu, apalagi dengan pembatasan jumlahnya. Idealnya memang seorang Khalifah zhahir ''(Waliyyul Amri)'' dipilih dari mereka yang juga menjabat Khalifah ''bathin (Waliyyul Mursyid)''. Tapi pertanyaannya siapakah yang mengetahui Wali-wali Allah, apalagi yang berderajat ''Waliyyul Mursyid'', kalau bukan Allah sendiri.
 
== Perkembangan Ahlul Bait ==
Baris 161 ⟶ 148:
{{reflist}}
 
[[Kategori:Ahlul Bait| ]]
[[Kategori:Muhammad]]
[[Kategori:Bani Hasyim| ]]
[[Kategori:Fatimah]]