Anna May Wong

Aktris Tionghoa Amerika (1905-1961)

Anna May Wong (3 Januari 1905 – 3 Februari 1961) adalah seorang aktris Amerika. Ia dianggap merupakan bintang film Tionghoa Amerika pertama,[1] dan juga aktris Asia Amerika pertama yang meraih pengakuan internasional.[2] Karir panjang dan beragamnya terwujud dalam bentuk film bisu, film bersuara, televisi, panggung dan radio.

Anna May Wong
Foto publisitas Paramount Pictures Anna May Wong pada sekitar tahun 1935
Nama LahirWong Liu Tsong
Lahir(1905-01-03)3 Januari 1905
Los Angeles, California, Amerika Serikat
Wafat2 Februari 1961(1961-02-02) (umur 56)
Santa Monica, California, Amerika Serikat
PekerjaanAktris
Presenter
Penyanyi
Penulis
Orang tuaWong Sam Sing
Lee Gon Toy
Penghargaan
Anna May Wong
Hanzi tradisional: 黃柳霜
Hanzi sederhana: 黄柳霜

Lahir di Los Angeles dari orangtua Tionghoa-Amerika generasi kedua, Wong terbius dengan perfilman dan mulai berakting dalam perfilman pada masa awalnya. Pada era film bisu, ia berakting dalam film The Toll of the Sea (1922), salah satu film pertama yang dibuat dalam keadaan berwarna dan film The Thief of Bagdad (1924) karya Douglas Fairbanks. Wong menjadi ikon mode dan meraih ketenaran internasional pada 1924. Tertekan dengan peran-peran pendukung stereotipe yang berulang kali ia mainkan dalam Hollywood, Wong hengkang ke Eropa pada akhir 1920an, dimana ia membintangi beberapa drama dan film terkenal, salah satunya adalah Piccadilly (1929). Ia menjalani paruh pertama 1930an dengan bolak-balik antara Eropa dan Amerika Serikat untuk karya film dan panggung. Wong tampil dalam film-film dari era film bersuara awal, seperti Daughter of the Dragon (1931) dan Daughter of Shanghai (1937) dan dengan Marlene Dietrich dalam Shanghai Express (1932) karya Josef von Sternberg.[3]

Pada 1935, Wong mengalami sebagian besar ketidaksepakatan dalam karirnya, saatMetro-Goldwyn-Mayer menolak memberikannya peran utama karakter Tionghoa O-Lan dalam versi film The Good Earth karya Pearl S. Buck, dan sebagai gantinya memilih aktris Jerman Luise Rainer untuk memainkan peran utama tersebut. Wong menjalani tahun berikutnya dengan mengunjungi Tiongkok, dalam rangka mengunjungi desa leluhur keluarganya dan belajar budaya Tionghoa. Pada akhir 1930an, ia membintangi beberapa B movie untuk Paramount Pictures, memerankan Tionghoa Amerika dalam sorotan positif. Ia membayar kurangnya perhatian terhadap karir filmnya pada Perang Dunia II, saat ia mencurahkan waktu dan uangnyan untuk membantu Tiongkok dalam melawan Jepang. Wong kembali ke ranah publik pada 1950an dalam beberapa penampilan televisi.

Pada 1951, Wong membuat sejarah dengan acara TV-nya The Gallery of Madame Liu-Tsong, acara televisi AS pertama yang dibintangi seorang pemeran utama serial Asia Amerika.[4] Ia berencana kembali ke perfilman dalam film Flower Drum Song saat ia wafat pada 1961, di usia 56 tahun akibat kirosis hati. Sepanjang dekade setelah kematiannya, Wong biasanya diingat karena peran-peran stereotipe dalam "Dragon Lady" dan "Butterfly" yang sering ia bawakan. Kehidupan dan karirnya dievaluasi ulang selama bertahun-tahun pada tahun keseratus kelahirannya, dalam tiga karya kesusastraan besar dan retrospektif film. Peminatan terhadap kisah hidupnya berlanjut dan biografi lainnya, Shining Star: The Anna May Wong Story, diterbitkan pada 2009.[5]

Biografi

Kehidupan awal

 
Anna May Wong duduk di pangkuan ibunya, pada sekitar tahun 1905.

Anna May Wong lahir dengan nama Wong Liu Tsong (artinya "embun beku kuning", meskipun "kuning" yang merupakan nama keluarganya dapat dianggap tak dipakai disini secara harfiah) pada 3 Januari 1905, di Flower Street, Los Angeles, satu blok dari utara Pecinan, di sebuah kediaman komunitas Tionghoa, Irlandia, Jerman dan Jepang terintegrasi.[6][7] Ia adalah anak kedua dari tujuh bersaudara yang lahir dari pasangan Wong Sam Sing, pemilik Tempat Pencucian Baju Sam Kee di Los Angeles, dan istri keduanya Lee Gon Toy.[8]

Orangtua Anna May Wong adalah Tionghoa Amerika generasi kedua; kakek neneknya telah bermukim di AS sejak sekitar tahun 1855.[9] Kakeknya, A Wong Wong, adalah seorang pedagang yang memiliki dua toko di Michigan Hills, sebuah kawasan penambangan emas di Placer County. Ia datang dari Chang On, sebuah desa dekat Taishan, Provinsi Guangdong, Tiongkok pada 1853.[10] Ayah Anna May menjalani masa mudanya dengan bolak-balik antara AS dan Tiongkok, dimana ia menikahi istri pertamanya dan mengkaruniainya seorang putra pada 1890.[11] Ia pulang ke AS pada akhir 1890an dan pada 1901, meskipun tetap mendukung keluarganya di Tiongkok, ia menikahi istri keduanya, ibu Anna May.[12] Kakak Anna May, Lew Ying (Lulu), lahir pada akhir 1902,[13] dan Anna May lahir pada 1905, disusul oleh lima anak lainnya.

Pada 1910, keluarganya pindah ke Figueroa Street dimana mereka menjadi satu-satunya Tionghoa di blok mereka, tinggal berdampingan dengan kebanyakan keluarga Meksiko dan Eropa Timur. Dua bukit yang memisahkan rumah baru mereka dari Pecinan membantu Wong untuk berasimilasi dalam budaya Amerika.[14] Ia masuk sekolah negeri mula-mula dengan kakaknya, namun kemudian pindah ke sekolah Tionghoa Presbiterian saat gadis-gadis tersebut menjadi target tekanan rasial dari para murid lainnya. Kelas-kelasnya mengajar memakai bahasa Inggris, namun Wong menghadiri sekolah bahasa Tionghoa pada siang hari dan pada hari Sabtu.[15]

Pada waktu yang sama, produksi perfilman AS mulai beralih dari pantai timur ke kawasan Los Angeles. Film-film mengambil gambar di dalam dan di sekitaran kawasan Wong. Ia mulai mendatangi teater-teater film Nickelodeon dan dengan cepat terobsesi dengan "para flicker", bolas sekolah dan memakai uang makan siang untuk memasuki bioskop. Ayahnya tak senang ia meminati perfilman, merasa bahwa itu mengganggu pembelajarannya, namun Wong memutuskan untuk memasuki karir film tanpa ijin. Pada usia sembilan tahun, ia membujuk para pembuat film untuk memberikannya peran, memberikan dirinya sendiri julukan "C.C.C." atau "Curious Chinese Child" (bahasa Indonesia: Bocah Tionghoa yang Penasaran).[16] Pada usia 11 tahun, Wong muncul dengan nama panggungnya, Anna May Wong, yang dibentuk dari penggabungan nama Inggris dan keluarganya.[17]

Karir awal

 
Anna May Wong dalam film Technicolor The Toll of the Sea (1922)

Wong bekerja di pasar swalayan Ville de Paris, Hollywood saat Metro Pictures membutuhkan 300 pemeran tambahan perempuan untuk tampil dalam film Alla Nazimova The Red Lantern (1919). Tanpa sepengetahuan ayahnya, seorang teman darinya dengan hubungan perfilman membantu Anna May meraih sebuah peran yang tak disebutkan sebagai pemeran tambahan yang membawa lentera.[18]

Ia berkarya selama dua tahun sebagai pemeran tambahan dalam berbagai film, termasuk film-film Priscilla Dean dan Colleen Moore. Saat masih pelajar, Wong terserang sebuah penyakit yang diidentifikasikan sebagai Tari St. Vitus yang membuatnya tidak masuk sekolah selama berbulan-bulan. Ia mengalami kejatuhan emosional saat ayahnya membawanya ke seorang praktisioner pengobatan Tionghoa tradisional. Pengobatannya sukses, meskipun Wong kemudian bahwa ia tak menyukai metodenya.[19] Pemikiran Tionghoa lainnya seperti Konghucu dan sebagian Tao dan ajaran Laozi memiliki pengaruh kuat pada filsafat pribadi Wong sepanjang hidupnya.[20] Kehidupan keagamaan keluarganya juga meliputi pemikiran Kristen, dalam bentuk Presbiterian dan pada masa dewasa, ia sempat menjadi penganut Christian Science.[21]

Mengetahui sulit untuk mempertahankan pekerjaan sekolah dan semangatnya, ia keluar dari Los Angeles High School pada 1921 untuk menjalani karir akting jangka penuh.[22][23] Dalam mewujudkan keputusannya, Wong berkata kepada Motion Picture Magazine pada 1931: "Aku sangat muda saat aku mulai bahwa aku mengetahui aku masih muda jika aku gagal, sehingga aku memutuskan untuk mencurahkan diriku selama 10 tahun untuk berkarya sebagai seorang aktris."[24]

Oada 1921, Wong meraih kredit layar lebar pertamanya pada film Bits of Life, film antologi pertama, dimana ia memerankan istri dari Lon Chaney, Toy Ling, dalam sebuah segmen berjudul "Hop".[25] Ia kemudian menyatakan bahwa itu adalah satu-satunya kesempatan dimana ia memerankan seorang ibu;[26] penampilannya membuatnya menjadi foto sampul dalam majalah Inggris Picture Show.

Pada usia 17 tahun, ia memerankan peran utama pertamanya, dalam film Technicolor dua warna Metro awal The Toll of the Sea. Ditulis oleh Frances Marion, ceritanya berdasarkan pada Madama Butterfly. Majalah Variety memuji penampilan Wong atas akting "luar biasa"-nya.[27] The New York Times menyatakan, "Nona Wong meraih seluruh simpati penonton dari panggilannya dan ia tak pernah menolaknya dengan 'perasaan' teatrikal. Ia memiliki sebuah peran yang sulit, peran yang dirusak sembilan kali dari sepuluh kesempatan, namun ia adalah penampilan kesepuluhnya. Tak sepenuhnya sadar dengan kamera, dengan esensi proporsi dan akurasi pantomimik yang luar biasa ... ia harus ditonton lagi dan sering berada di layar."[28]

Disamping ulasan semacam itu, Hollywood kurang meminati pembuatan peran bagi Wong; etnisitasnya membuat para pembuat film AS menghindarkannya dari peran utama perempuan. David Schwartz, kepala kurator Museum of the Moving Image, menyatakan, "Ia membangun sebuah tingkat ketenaran di Hollywood, namun Hollywood tak mengetahui apa yang bisa dilakukan terhadapnya."[29] Ia menjalani beberapa tahun berikutnya dalam peran pendukung yang menyediakan "atmosfir eksotik",[30] seperti dimana ia memerankan seorang selir dalam film Drifting (1923) karya Tod Browning.[24] Para produser film mengoroti pertumbuhan ketenaran Wong namun mereka tetap bersikukuh menempatkannya pada peran pendukung.[31] Namun optimistik terhadap karir film, pada 1923 Wong berkata: "Perfilman itu sempurna dan aku meraih semua kebaikannya, namun tidak terlalu buruk untuk memiliki tempat pencucian di balikmu, sehingga kau bisa menunggu dan mengambil bagian-bagian bagus dan menjadi independen saat kau daki."[17]

Ketenaran

Pada usia 19 tahun, Anna May Wong memerankan peran pendukung sebagai seorang budak Mongol dalam film Douglas Fairbanks The Thief of Bagdad (1924). Memerankan seorang peran "Nona Naga" yang stereotipe, penampilan besarnya di layar lebar meraih sambutan dari para audien dan juga kritikus.[32] Film tersebut meraih keuntungan lebih dari $2 juta dan membantu memperkenalkan Wong ke masyarakat. Sepanjang waktu tersebut, Wong telah menjalin hubungan dengan sutradara Tod Browning. Hubungan percintaan tersebut banyak diketahui pada masa itu: hubungan tersebut adalah sebuah hubungan antar-rasial dan Wong masih di bawah umur.[33]

Setelah peran menonjol keduanya, Wong memindahkan keluarganya ke apartemennya sendiri. Khawatir orang-orang Amerika memandangnya sebagai "kelahiran asing" meskipun ia lahir dan dibesarkan di California, Wong mulai menanam citra flapper.[34] Pada Maret 1924, berencana membuat film-film tentang mitologi Tionghoa, ia menandatangani sebuah kesepakatan yang mendirikan Anna May Wong Productions; saat mitra bisnisnya diketahui melakukan praktik-praktik tak jujur, Wong mengeluarkan gugatan terhadapnya dan perusahaan tersebut dibubarkan.[35]

Ini kemudian menjadi bukti bahwa karir Wong akan masih dibatasi oleh hukum anti-miskegenasi Amerika, yang menghindarkannya dari pembagian adegan ciuman dengan orang dari ras lainnya, meskipun jika karakternya adalah orang Asia, namun diperankan oleh aktor kulit putih.[36] Satu-satunya pemeran utama laki-laki Asia dalam perfilman AS pada era film bisu adalah Sessue Hayakawa. Karena pemeran utama laki-laki Asia jarang ditemukan, Wong tidak menjadi pemeran utama perempuan.[37]

Wong masih ditawari peran-peran pendukung eksotik, memerankan gadis pribumi asli dalam dua film tahun 1924. Mengambil gambar di Kawasan Alaska, ia memerankan seorang Eskimo dalam film The Alaskan. Ia kembali ke Los Angeles untuk menampilkan bagian dari Putri Tiger Lily dalam film Peter Pan. Kedua film tersebut diambil gambarnya oleh sinematografer James Wong Howe namun Peter Pan lebih sukses; menjadi hit musim Natal.[38][39] Pada tahun berikutnya, Wong meraih pujian karena memerankan seorang vampire Oriental manipulatif dalam film Forty Winks.[40] Disamping ulasan-ulasan yang menyanjung, ia menjadi semakin tak suka dengan peran-perannya dan mulai mencari jalan lain untuk sukses. Pada awal 1925, ia bergabung dengan grup bintang serial pada perjalanan keliling sirkuit vaudeville; saat perjalanan tersebut mengalami kegagalan, Wong dan para anggota grup lainnya pulang ke Hollywood.[41]

Pada 1926, Wong mengambil bagian dalam pembangunan Grauman's Chinese Theatre saat ia bergabung dengan Norma Talmadge pada acara peletakan batu pertamanya, meskipun ia tak diundang untuk meninggalkan jejak tangan dan kakinya di semen.[42][43]

Pada tahun yang sama, Wong membintangi film The Silk Bouquet. Berganti judul menjadi The Dragon Horse pada 1927, film tersebut menjadi film AS pertama yang diproduksi dengan bekingan Tionghoa, yang disediakan oleh Chinese Six Companies dari San Francisco. Ceritanya berlatar belakang Tiongkok pada zaman Dinasti Ming dan menampilkan aktor-aktor Asia yang memainkan peran-peran Asia.[44]

Wong masih memegang peran pendukung. Karakter-karakter perempuan Asia di Hollywood dihadapkan pada dua pola stereotipe: "Kupu-kupu" yang menyakralkan diri dan naif dan "Nona Naga" yang pendiam dan tak bersetia kawan. Dalam film Old San Francisco (1927), yang disutradarai oleh Alan Crosland untuk Warner Brothers, Wong memerankan seorang "Nona Naga", seorang putri gangster.[45] Dalam film Mr. Wu (1927), ia memerankan peran pendukung karena meningkatnya penyensoran terhadap pasangan ras campuran di layar lebar. Dalam film The Crimson City, yang dirilis pada tahun berikutnya, hal tersebut terjadi lagi.[46]

Pindah ke Eropa

Berusaha untuk meraih kekhasan dan mendapatkan peran karakter Asia utama agar sebanding dengan aktris-aktris non-Asia, Wong hengkang dari Hollywood pada 1928 untuk pergi ke Eropa.[47] Saat diwawancarai oleh Doris Mackie dari Film Weekly pada 1933, Wong menyinggung peran-peran Hollywood-nya: "Aku sangat berusaha menjadi bagian yang aku mainkan."[48][49] Ia beranggapan: "Terdapat sedikit benih untukku di Hollywood, karena, selain Tionghoa sebenarnya, para produser menyoroti orang Hongaria, Meksiko, Indian Amerika untuk peran-peran Tionghoa."[50]

Di Eropa, Wong menjadi sensasi, membintangi film-film terkenal seperti Schmutziges Geld (alias Song dan Show Life, 1928) dan Großstadtschmetterling (Pavement Butterfly). Dari tanggapan para kritikus Jerman untuk film Song, The New York Times mengabarkan bahwa Wong "disanjung tak hanya sebagai aktris dari bakat transenden namun karena kecantikannya yang besar". Artikel tersebut menyatakan bahwa orang-orang Jerman menghiraukan latar belakang Amerika Wong: "para kritikus Berlin, yang menyanjungi bintang tersebut dan produksinya, tak tau bahwa Anna May adalah kelahiran Amerika. Mereka hanya menyebutnya berdarah Tionghoa."[51] Di Wina, ia memerankan peran utama dalam operetta Tschun Tschi dalam bahasa Jerman.[49] Seorang kritikus Austria menyatakan, "Fräulein Wong telah memukau audien dengan kekuatannya dan tragedi tak terduga dari aktingnya yang sangat tergerak, menuntaskan bagian berbahasa Jerman yang sulit dengan sangat sukses."[52]

Saat di Jerman, Wong berteman dengan sutradara Leni Riefenstahl. Pertemanan akrabnya dengan beberapa wanita sepanjang hidupnya, termasuk Marlene Dietrich dan Cecil Cunningham, berujung pada rumor lesbianisme yang merusak reputasi publiknya.[53] Selain hubungannya dengan Dietrich, terdapat rumor yang menyatakan bahwa keluarga Wong telah lama menentang karir aktingnya, yang pada masa itu dianggap mencederai tidak menghormati profesi.[54]

Produser London Basil Dean membawakan drama A Circle of Chalk bagi Wong untuk beradu peran dengan Laurence Olivier muda, penampilan panggung pertamanya di Inggris.[49] Dikritik karena beraksen California, yang disebut oleh seorang kritikus sebagai "Yankee squeak", Wong mengambil pelatihan vokal di Cambridge University, dimana ia belajar aksen Britania.[55] Komposer Constant Lambert, yang menyoroti aktris tersebut setelah ia muncul dalam perfilman, menghadiri drama pada malam pembukaannya dan kemudian mengkomposisikan Eight Poems of Li Po, yang didedikasikan kepadanya.[56]

Wong tampil dalam film bisu terakhirnya, Piccadilly, pada 1929, film pertama dari lima film Inggris dimana ia tampil. Film tersebut menyebabkan sebuah sensasi di Inggris.[57] Gilda Gray merupakan aktris bergaji tertinggi, namun Variety menyatakan bahwa Wong "melampaui bintang tersebut" dan bahwa "dari momen tari-tari Nona Wong di ruang dampur, ia mencuri 'Piccadilly' dari Nona Gray."[58] Meskipun film tersebut membawakan peran paling sensual kepada Wong dalam film Inggris, ia tak boleh lagi berciuam dengan lawan main Kaukasia-nya dan adegan terencana kontroversial yang melibatkan sebuah ciuman dipotong sebelum film tersebut dirilis.[59] Terlupakan selama berdekade-dekade setelah perilisannya, Piccadilly kemudian direstorasikan oleh British Film Institute.[60] Richard Corliss dari majalah Time menyebut Piccadilly sebagai film terbaik Wong,[61] dan The Guardian mengabarkan bahwa penemuan kembali film tersebut dan penampilan Wong di dalamnya telah bertanggung jawab atas sebuah restorasi terhadap reputasi aktris tersebut.[42]

Saat di London, Wong menjalin hubungan percintaan dengan penulis dan eksekutif penyiaran Eric Maschwitz, yang menulis lirik-lirik pada "These Foolish Things (Remind Me Of You)" sebagai sebuah pencurahannya terhadap Wong setelah mereka berjumpa.[42][62] Film bersuara pertama Wong adalah film The Flame of Love (1930), dimana ia direkam dalam bahasa Perancis, Inggris dan Jerman. Meskipun penampilan Wong – terutama penanganannya terhadap tiga bahasa tersebut – berjalan lancar, seluruh tiga versi dari film tersebut meraih ulasan-ulasan negatif.[63]

Kembali ke Hollywood

Pada 1930an, studio-studio Amerika melirik bakat Eropa yang segar. Ironisnya, Wong dilirik pandangan mereka dan ia ditawari kontrak dengan Paramount Studios pada 1930. Dijanjikan peran utama dan biaya tinggi, ia pulang ke Amerika Serikat. Sanjungan dan pelatihan yang ia dapatkan selama bertahun-tahun di Eropa membuatnya membintangi peran pada Broadway dalam drama On the Spot,[64] sebuah drama yang dijalankan pada 167 penampilan dan yang kemudian ia bawakan dalam bentuk film dengan judul Dangerous to Know.[65] Saat pengarah drama tersebut ingin Wong memakai tingkah laku Jepang stereotipe, yang didatangkan dari Madame Butterfly, dalam penampilannya dari seorang karakter Tionghoa. Wong menolaknya. Sebagai gantinya, ia memakai pengetahuan gaya dan isyarat Tionghoa untuk memainkan karakter tersebut dengan tingkat keotentikan yang besar.[66] Setelah ia kembali ke Hollywood pada 1930, Wong masih beralih ke panggung dan kabaret untuk sebuah outlet kreatif.

Pada November 1930, ibu Anna May tewas tertabrak sebuah kendaraan di depan rumah Figueroa Street.[67] Keluarganya masih berada di rumah tersebut sampai 1934, saat ayah Wong pulang ke kampung halamannya di Tiongkok dengan para adik Anna May.[68] Anna May membayar biaya sekolah adik-adiknya, yang bersekolah setelah mereka pindah ke Tiongkok.[69] Sebelum keluarganya pergi, ayah Wong menulis sebuah artikel besar untuk Xinning, sebuah majalah Taishan perantauan, dimana ia mengekspresikan kebanggaannya terhadap ketenaran putrinya.[70]

 
Peran Wong sebagai putri Fu Manchu dalam film Daughter of the Dragon adalah sebuah peran stereotipe terakhir yang ia mainkan.

Ddijanjikan tampil dalam sebuah film Josef von Sternberg, Wong menerima peran stereotipe lainnya – karakter utama dari putri Fu Manchu dalam film Daughter of the Dragon (1931).[71] Ini adalah peran "Tionghoa jahat" stereotipe terakhir yang Wong mainkan,[72] dan juga salah satu penampilan yang ia bintangi bersama dengan satu-satunya aktor Asia terkenal lainnya dari era tersebut, Sessue Hayakawa. Meskipun ia diberi peran, status tersebut tak sepadan dengan cek pembayarannya: ia dibayar $6,000, sementara Hayakawa meraih $10,000 dan Warner Oland, yang hanya tampil dalam film tersebut selama 23 menit, dibayar $12,000.[73]

Wong mulai memakai citra selebritinya untuk mengeluarkan pernyataan politik: pada akhir 1931, contohnya, ia menulis kritikan keras terhadap Insiden Mukden dan kemudian invasi Manchuria oleh Jepang.[74][75] Ia juga menjadi lebih menyuarakan advokasinya terhadap sebab-sebab Tionghoa Amerika dan untuk peran-peran film yang lebih baik. Dalam sebuah wawancara tahun 1933 untuk Film Weekly berjudul "I Protest", Wong mengkritik stereotipe negatif dalam film Daughter of the Dragon, dengan berkata, "Kenapa Tionghoa selalu menjadi penjahat di layar lebar? Dan benar-benar jahat – membunuh, berbahaya, seekor ular di rumput! Kami tak suka itu. Bagaimana kami bisa mengiyakannya, dengan peradaban yang jauh lebih tua ketimbang Barat?"[48][76]

Wong beradu peran dengan Marlene Dietrich sebagai orang saleh yang menyucikan diri dalam film Shanghai Express karya Sternberg.[71] Adegan-adegan seksualnya dengan Dietrich disoroti beberapa komentator dan mengembuskan rumor tentang hubungan antar kedua bintang tersebut.[77] Meskipun ulasan-ulasan kontemporer berfokus pada akting Dietrich dan penyutradaraan Sternberg, para sejarawan film saat ini menyatakan bahwa penampilan Wong melebihi Dietrich.[71][78]

Pers Tiongkok telah lama memberikan ulasan-ulasan yang sangat campuran terhadap karir Wong, dan kurang suka dengan penampilannya dalam film Shanghai Express. Sebuah surat kabar Tiongkok memberikan berita utama: "Paramount Memakai Anna May Wong untuk Membuat Film untuk Menyudutkan Tiongkok" dan melanjutkannya dengan berkata, "Meskipun ia berperan artistik, yang ia lakukan tak lebih dari menyudutkan ras Tionghoa."[79] Para kritikus di Tiongkok meyakini bahwa seksualitas Wong di layar lebar mengundang stereotipe negatif terhadap wanita Tionghoa.[80] Kritikan yang lebih tajam datang dari the pemerintah Nasionalis, namun kaum intelektual dan liberal di Tiongkok tak selalu menentang Wong, seperti saat Universitas Peking menganugerahi gelar dokterandes kehormatan kepada aktris tersebut pada 1932. Sumber-sumber kontemporer mengabarkan bahwa ini mungkin satu-satunya kesempatan dimana seorang pemeran diberi penghargaan semacam itu.[81]

Baik di Eropa maupun Amerika, Wong telah dipandang menjadi ikon mode sepanjang satu dekade. Pada 1934, Mayfair Mannequin Society dari New York mengangkatnya menjadi "wanita berbusana terbaik di dunia" dan pada 1938 majalah Look mengangkatnya menjadi "gadis Tionghoa paling cantik di dunia".[82]

Lintas Atlantik

Setelah ia sukses di Eropa dan meraih peran penting dalam film Shanghai Express, karir Hollywood Wong kembali ke susunan lamanya. Karena aturan anti-miskegenasi Hays Code, ia dijauhkan dari peran utama perempuan dalam film The Son-Daughter yang dibintangi oleh Helen Hayes. Metro-Goldwyn-Mayer menganggapnya "terlalu Tionghoa untuk memainkan seorang Tionghoa" dalam film tersebut,[83] dan Hays Office tidak membolehkannya menampilkan adegan percintaan karena pemeran laki-laki dalam film tersebut, Ramón Novarro, bukanlah orang Asia.[71] Wong dijadwalkan memainkan peran seorang gundik dari seorang jenderal Tiongkok korup dalam film The Bitter Tea of General Yen (1933) karya Frank Capra, namun peran tersebut diganti dengan Toshia Mori.[84]

 
Potret foto Carl Van Vechten dari Wong, 22 September 1935

Kembali ditolak Hollywood, Wong kembali ke Inggris, dimana ia singgah selama hampir tiga tahun. Selain muncul dalam empat film, ia berkeliling Skotlandia dan Irlandia sebagai bagian dari acara vaudeville. Ia juga tampil dalam program Yibelium Perak Raja George pada tahun 1935.[85] Filmnya Java Head (1934), meskipun umumnya dianggap berdampak kecil, adalah satu-satunya film dimana Wong berciuman dengan karakter utama laki-laki yang diperankan oleh suami kulit putihnya dalam film tersebut. Bioghrafer Wong, Graham Russell Hodges, menyatakan bahwa ini adalah kenapa film tersebut masih menjadi salah satu kesukaan pribadi Wong.[86] Saat di London, Wong bertemu Mei Lanfang, salah satu bintang terkenal dari Opera Beijing. Ia telah lama meminati opera Tionghoa dan Mei menawari pelatihan kepada Wong jika ia berkunjung ke Tiongkok.[87]

Pada 1930an, ketenaran novel-novel Pearl Buck, khususnya The Good Earth, serta bertumbuhnya simpati Amerika terhadap Tiongkok dalam perjuangannya melawan Imperialisme Jepang, membuka kesempatan bagi peran Tionghoa yang lebih positif dalam film-film AS.[88] Wong pulang ke AS pada Juni 1935 dengan tujuan meraih peran O-lan, karakter perempuan utama dalam versi film MGM dari The Good Earth. Sejak penerbitannya pada 1931, Wong membuat keputusannya untuk memerankan O-lan dalam sebuah versi film dari buku tersebut;[89] dan pada awal 1933, surat-surat kabar Los Angeles menyebut Wong sebagai pilihan terbaik untuk bagian tersebut.[90] Meskipun demikian, studio tersebut nampak tak pernah serius mengangkat Wong dalam peran tersebut karena Paul Muni, seorang pemeran berdarah Eropa, memerankan suami O-lan, Wang Lung. The Pemerintah Tiongkok juga menasehati studio yang menentang pemeranan Wong dalam peran tersebut. Penasehat Tionghoa berkata kepada MGM: "entah kapan ia tampil dalam sebuah film, surat-surat kabar mencetak gambarnya dengan kutipan 'Anna May kembali kehilangan muka untuk Tiongkok' ".[91]

Menurut Wong, ia sebagai gantinya ditawarkan bagian dari Lotus, seorang gadis lagu yang membantu menghancurkan keluarga tersebut dan merampas putra sulung dari keluarga tersebut.[92] Wong menolak peran tersebut, dengan berkata kepada kepala produksi MGM Irving Thalberg, "Jika kau memberikanku peran O-lan, Aku akan sangat tercanjung. Namun kau berkata kepadaku – dengan darah Tionghoa – untuk hanya memegang peran tak simpatetik dalam film yang menampilkan para pemeran yang seluruhnya orang Amerika yang memerankan karakter-karakter Tionghoa."[90] Peran Wong yang diharapkan diberikan kepada Luise Rainer, yang memenangkan Oscar Aktris Terbaik atas penampilannya. Saudari Wong, Mary Liu Heung Wong, tampil dalam film tersebut pada peran Mempelai Cilik.[93] Penolakan MGM terhadap Wong atas karakter Tionghoa berprofil tinggi dalam perfilman AS sampai sekarang masih dikenang sebagai "salah satu kasus paling menonjol dari diskriminasi pemeranan pada tahun 1930an".[94]

Pergi ke Tiongkok

Setelah perseteruan besar atas penolakan perannya dalam The Good Earth, Wong mengumumkan rencana perjalanan setahun ke Tiongkok, untuk mengunjungi ayahnya dan keluarganya di Taishan.[68][95] Ayah Wong telah pulang ke kampung halamannya di Tiongkok dengan adik-adiknya pada 1934. Disamping dari tawaran Mei Lanfang untuk mengajarinya, ia ingin belajar lebih banyak tentang teater Tionghoa dan melalui terjemahan-terjemahan Inggris yang agar ditampilkan dengan baik pada beberapa drama Tionghoa kepada para audien internasional.[69][96] Ia berkata kepada San Francisco Chronicle bahwa saat keberangkatannya, "... selama setahun, aku belajar tanah air ayah-ayahku. Mungkin saat aku datang, aku bakal merasa seperti orang luar. Namun sebaliknya, aku menemukan kehidupan masa lampauku yang berwujud kualitas tak realitas seperti mimpi."[68]

Pada Januari 1936, ia menuangkan pengalaman-pengalamannya dalam serangkaian artikel yang dicetak di surat-surat kabar AS seperti New York Herald Tribune,[85] Los Angeles Examiner, Los Angeles Times, dan Photoplay.[97] Dalam pemberhentiannya di Tokyo pada perjalanannya menuju Shanghai, para wartawan lokal, yang penasaran dengan kehidupan percintaannya, bertanya tentang apakah ia berencana menikah, Wong menjawab, "Tidak, aku menikahi karya seniku (my art)." Namun, pada hari berikutnya, surat-surat kabar Jepang mengabarkan bahwa Wong menikahi seorang pria Kanton kaya bernama Art.[85][98]

Saat ia berjalan-jalan ke Tiongkok, Wong masih sangat dikritik oleh pemerintah Nasionalis dan komunitas film.[99] Ia sulit berkomunikasi di beberapa wilayah Tiongkok karena ia dibesarkan dengan dialek Taishan ketimbang Mandarin. Ia kemudian menyatakan bahwa beberapa ragam Tionghoa terdengar "aneh bagiku seperti Gaelik. Aku jadi memiliki pengalaman berbicara yang aneh kepada bangsaku sendiri melalui seorang penafsir."[100]

Kejatuhan selebritas internasional pada kehidupan pribadi Wong termanifestasi sendiri dalam wujud tekanan dan kemurkaan mendadak, serta merokok dan minum-minum.[101] Merasa tak nyaman saat ia datang ke Hong Kong, Wong dikerumuni oleh kerumunan yang telah menunggu, yang dengan cepat berujung pada pertikaian. Seseorang berkata: "Jatuh dengan Huang Liu Tsong – antek-antek itu menodai Tiongkok. Jangan biarkan ia pergi." Wong mulai menangis dan peristiwa desak-desakan pun terjadi.[102] Setelah ia pergi untuk kunjungan pendek ke Filipina, keadaan mendingin dan Wong bergabung dengan keluarganya di Hong Kong. Dengan ayahnya dan saudara-saudaranya, Wong mengunjungi keluarganya dan istri pertamanya di rumah leluhur keluarga tersebut di dekat saishan.[95][103] Klaim laporan yang berseberangan menyatakan bahwa ia disamping hangat sekaligus menyatakan bahwa ia dihadapkan dengan pertentangan dari warga desa. Ia menjalani lebih dari 10 hari di desa keluarganya dan beberapa waktu di desa-desa tetangga sebelum melanjutkan perjalanannya di Tiongkok.[104] Setelah kembali ke Hollywood, Wong mengisahkan masa-masanya di Tiongkok dan karirnya di Hollywood: "Aku memutskan agar aku tak pernah bermain dalam Teater Tionghoa. Aku tak memiliki perasaan terhadapnya. Itu adalah keadaan yang sangat menyedihkan untuk ditolak oleh Tionghoa karena aku 'terlalu Amerika' dan oleh para produser Amerika karena mereka lebih menyoroti ras lain untuk memerankan bagian-bagian Tionghoa."[95] Ayah Wong pulang ke Los Angeles pada 1938.[105]

Akhir 1930an

Untuk menyelesaikan kontraknya dengan Paramount Pictures, Wong membuat serangkaian film B pada akhir 1930an. Sering ditolak oleh para kritikus, film-film tersebut memberikan peran-peran non-stereotipe Wong yang diterbitkan dalam pers Tionghoa-Amerika untuk citra-citra positif mereka. Film-film berbiaya kecil tersebut disoroti ketimbang perilisan-perilisan berprofil lebih tinggi dan dan Wong memakai pengedepanannya untuk menggambarkan karakter-karakter Tionghoa-Amerika yang sukses dan profesional. Kompeten dan bangga terhadap warisan Tionghoa mereka, peran-peran tersebut dikerjakan melawan penggambaran-penggambaran terhadap Tionghoa Amerika dalam film AS pada masa sebelumnya.[106] Berseberangan dengan penentangan Tionghoa resmi dari peran-peran film Wong, konsul Tiongkok untuk Long Angeles memberikan persetujuannya untuk naskah-naskah akhir dari dua filmnya, Daughter of Shanghai (1937) dan King of Chinatown (1939).[107]

 
Potret foto Carl Van Vechten dari Wong, mengenakan kostum untuk adaptasi dramatis dari film Turandot karya Puccini di Westport Country Playhouse, pada 11 Agustus 1937 [108]

Dalam film Daughter of Shanghai, Wong memerankan peran utama perempuan Asia-Amerika yang ditulis ulang untuknya sebagai peran utama dari cerita tersebut, yang secara aktif menyetingkan alur dalam gerakan ketimbang karakter lebih pasif yang awalnya direncanakan.[109] Naskahnya dirajut sangat hati-hati untuk Wong saat karyanya diberi judul, Anna May Wong Story.[96] Dari film tersebut, Wong berkata kepada Hollywood Magazine, "Aku suka bagianku dalam film tersebut ketimbang yang pernah aku ambil sebelumnya ... karena film ini memberikan sebuah pemecahan kepada Tionghoa – kami memiliki bagian-bagian simpatetik untuk sebuah perubahan! Bagiku itu mengartikan sebuah kesepakatan besar."[110] The New York Times memberikan ulasan yang umumnya positif kepada film tersebut, dengan menyebut asal muasal film B-nya, "Sebuah pemeranan kompeten tak lazim yang dicantumkan pada film tersebut dari konsekuensi-konsekuensi terburuk dari banalitas-banalitas tertentu yang tak terelakkan. [Pemeranannya] ... terkombinasi dengan set-set efektif untuk mengurangi unsur-unsur alami melawan film-film manapun dalam tradisi Daughter of Shanghai."[111] Pada Oktober 1937, pers memunculkan rumor bahwa Wong berencana menikahi lawan main laki-lakinya dalam film tersebut, teman masa kecil dan aktor Korea Amerika Philip Ahn.[95] Wong menjawab, "Aku bakal seperti menikahi saudaraku."[112]

Bosley Crowther tidak terlalu senang dengan Dangerous to Know (1938), yang ia sebut "melodrama tingkat dua, bakat-bakat yang sangat buruk dari pemeranan pada umumnya".[113] Dalam film King of Chinatown, Wong memerankan seorang pembedah yang memberikan promosi berbiaya tinggi dalam rangka mencurahkan tenaganya untuk membantu Tiongkok dalam melawan invasi Jepang.[114] Frank Nugent dari The New York Times memberikan ulasan negatif terhadap film tersebut. Meskipun ia membuat tanggapan positif terhadap dorongannya terhadap Tionghoa dalam pertarungan mereka melawan Jepang, ia menyatakan, "... Paramount harus menyelaraskannya dan para pemerannya ... kebutuhan tersebut sebanding dengan hal-hal semacam itu".[115]

Paramount juga menunjuk Wong menjadi pengajar untuk para pemeran lainnya, seperti Dorothy Lamour dalam perannya sebagai orang Eurasia dalam film Disputed Passage.[95] Wong tampil di radio beberapa kali, termasuk peran tahun 1939 sebagai "Peony" dalam The Patriot karya Pearl Buck pada saluran radio The Campbell Playhouse milik Orson Welles.[116] Akting kabaret Wong, yang meliputi lagu-lagu berbahasa Kanton, Perancis, Inggris, Jerman, Denmark, Swedia dan bahasa-bahasa lainnya, membuatnya tenar di AS, Eropa dan Australia sepanjang 1930an dan 1940an.[117]

Pada 1938, saat melelang kostum-kostum film dan menyumbangkan uangnya untuk bantuan Tiongkok, Chinese Benevolent Association of California menghargai Wong atas karyanya dalam mendukung para pengungsi Tionghoa.[118] Berproses dari situ, ia menulis sebuah buku masak berjudul New Chinese Recipes pada 1942, salah satu buku masak Tionghoa pertama, yang juga dicurahkan untuk pemulihan Persatuan Tiongkok.[119] Antara 1939 dan 1942, ia membuat beberapa film, selain mengadakan acara-acara dan penampilan-penampilan dalam mendukung perjuangan Tiongkok melawan Jepang.

Jatuh sakit akibat tanggapan negatif yang ia dapatkan sepanjang ia berkarir di Amerika, Anna May Wong mengunjungi Australia selama lebih dari 3 bulan pada 1939. Disana, ia menjadi sorotan utama dalam sebuah acara vaudeville berjudul 'Highlights from Hollywood' di Tivoli Theatre, Melbourne.[120][121]

Sebagian filmografi

Referensi

Catatan

  1. ^ Chan 2003, p. xi.
  2. ^ Gan 1995, p. 83.
  3. ^ Zia 1995, p. 415.
  4. ^ "Film reveals real-life struggles of an onscreen 'Dragon Lady'." (2008).
  5. ^ Maughan, Shannon. "Spring 2009 Sneak Previews: Shining Star by Paula Yoo, illus. by Lin Wang, a biography of Chinese-American actress Anna May Wong." Publishers Weekly Volume 255, Issue 29, July 2008, p. 125. Retrieved: August 1, 2008.
  6. ^ Hodges 2004, pp. 2, 5.
  7. ^ Corliss January 29, 2005, p. 2.
  8. ^ Finch and Rosenkrantz 1979, p. 231.
  9. ^ Hodges 2004, p. 1.
  10. ^ Hodges 2004, p. 6.
  11. ^ Chan 2003, p. 13.
  12. ^ Hodges 2004, pp. 1, 7–8, 10.
  13. ^ Hodges 2004, p. 2.
  14. ^ Hodges 2004, p. 5.
  15. ^ Hodges 2004, pp. 13–15.
  16. ^ Hodges 2004, p. 21.
  17. ^ a b Wollstein 1999, p. 248.
  18. ^ Chan 2003, p. 31.
  19. ^ Hodges 2004, pp. 26–27.
  20. ^ Chan 2003, pp. 145–146.
  21. ^ Hodges 2004, p. 225.
  22. ^ Lim 2005, p. 51.
  23. ^ Hodges 2004, p. 41.
  24. ^ a b Wollstein 1999, p. 249.
  25. ^ Gan 1995, p. 84.
  26. ^ Hodges 2004, p. 35.
  27. ^ The Toll of the Sea (ulasan film) 1 Desember 1922.
  28. ^ The Toll of the Sea (film review) November 27, 1922.
  29. ^ Anderson, Melissa. "The Wong Show." Time Out: New York, Issue 544: March 2–8, 2006, TimeOut. Retrieved: March 24, 2008.
  30. ^ Parish 1976, pp. 532–533.
  31. ^ Hodges 2004, p. 58.
  32. ^ Hodges 2004, p. 49.
  33. ^ Hollywood Horror: from Gothic to Cosmic, Mark A. Vierra c. 2003
  34. ^ Chan 2003, pp. 37, 139.
  35. ^ Chan 2003, pp. 37–38.
  36. ^ Leong 2005, pp. 181–182.
  37. ^ Hodges 2004, p. 64.
  38. ^ Hodges 2004, pp. 45–46.
  39. ^ Bergfelder 2004, pp. 61–62.
  40. ^ Forty Winks (film review), February 3, 1925.
  41. ^ Wollstein 1999, p. 250.
  42. ^ a b c Sweet 2008.
  43. ^ Hodges 2004, p. 66.
  44. ^ Chan 2003, p. 185.
  45. ^ Liu 2000, p. 24.
  46. ^ Rohter, Larry. " The Crimson City (1928)." The New York Times, September 2, 2010. Retrieved: September 2, 2010.
  47. ^ Chan 2003, p. 42.
  48. ^ a b Leong 2005, pp. 83, 187.
  49. ^ a b c Wollstein 1999, p. 252.
  50. ^ Parish 1976, p. 533.
  51. ^ Song (film review). August 22, 1928.
  52. ^ Parish 1976, p. 534.
  53. ^ Wollstein 1999, pp. 252, 253, 256.
  54. ^ Hodges 2004, p. 87.
  55. ^ Hodges 2004, p. 97.
  56. ^ Motion 1986, p. 161.
  57. ^ Hodges 2004, p. 92.
  58. ^ Piccadilly (film review) July 24, 1929.
  59. ^ Chan 2003, pp. xiii, 213, 215, 219.
  60. ^ Hsu 2004.
  61. ^ Corliss January 29, 2005, pp. 1, 3.
  62. ^ Hodges 2004, p. 178.
  63. ^ Chan 2003, pp. 51–53.
  64. ^ Lim 2005, p. 56.
  65. ^ Hodges 2004, p. 187.
  66. ^ Lim 2005, p. 57.
  67. ^ Hodges 2004, p. 112.
  68. ^ a b c Chan 2003, p. 90.
  69. ^ a b Hodges 2004, p. 155.
  70. ^ Hodges 2004, p. 148.
  71. ^ a b c d Wollstein 1999, p. 253.
  72. ^ Lim 2005, p. 59.
  73. ^ Corliss February 3, 2005, p. 4.
  74. ^ Hodges 2004, p. 118.
  75. ^ Chan 2003, pp. 95–96.
  76. ^ Lim 2005, p. 58.
  77. ^ Chan 2003, p. 232.
  78. ^ Lim 2005, p. 60.
  79. ^ Leong 2005, p. 74.
  80. ^ Leong 2005, p. 75.
  81. ^ Mein Film 1932, p. 333. Cited in Hodges 2004, p. 125.
  82. ^ Chan 2003, p. 33.
  83. ^ Hodges 2004, p. 128.
  84. ^ Hodges 2004, pp. 127–128.
  85. ^ a b c Gan 1995, p. 89.
  86. ^ Hodges 2004, pp. 144, 217.
  87. ^ Hodges 2004, pp. 150, 155.
  88. ^ Leong 2005, pp. 75, 94.
  89. ^ Hodges 2004, pp. 150–151.
  90. ^ a b Hodges 2004, p. 152.
  91. ^ Hodges 2004, p. 151.
  92. ^ Leong 2005, p. 76.
  93. ^ Chan 2003, p. 261.
  94. ^ Berry 2000, p. 111.
  95. ^ a b c d e Parish 1976, p. 536.
  96. ^ a b Liu 2000, p. 29.
  97. ^ Liu 2000, pp. 28–29.
  98. ^ Chan 2003, p. 97.
  99. ^ Hodges 2004, pp. 159–160.
  100. ^ Chan 2003, p. 99.
  101. ^ Hodges 2004, p. 134.
  102. ^ Hodges 2004, pp. 165–167.
  103. ^ Chan 2003, pp. 122–123.
  104. ^ Hodges 2004, p. 168.
  105. ^ Chan 2003, p. 280.
  106. ^ Lim 2005, pp. 47, 63, 67.
  107. ^ Leong 2005, p. 94.
  108. ^ Hodges 2004, p. 180.
  109. ^ Lim 2005, p. 66.
  110. ^ Leung, Louise. "East Meets West", Hollywood Magazine, June 1938, pp. 40, 55. Quoted in Leong 2005, p. 94.
  111. ^ Crisler 1937.
  112. ^ Wollstein 1999, p. 256.
  113. ^ Crowther 1938.
  114. ^ Lim 2005, p. 47.
  115. ^ Nugent 1939.
  116. ^ Hodges 2004, p. 191.
  117. ^ Corliss January 29, 2005, p. 1.
  118. ^ Leong 2005, p. 95.
  119. ^ Hodges 2004, p. 203.
  120. ^ "Oriental stardust: Anna May Wong in White Australia."
  121. ^ "Anna May Wong's Lucky Shoes:1939 Australia through the eyes of an Art Deco Diva."

Daftar pustaka dari sumber yang dikutip

Bacaan tambahan

  • Doerr, Conrad. "Reminiscences of Anna May Wong". Films in Review. New York, December 1968. ISSN 0015-1688.
  • Griffith, Richard and Richard Mayer. The Movies. New York: Fireside, 1970. ISBN 0-600-36044-X.
  • Schneider, Steven Jay, ed. 1001 Movies You Must See Before You Die. Hauppauge, New York: Barron's Educational Series, 2005. ISBN 0-7641-5907-0.

Pranala luar