Bahasa Melayu Pramodern: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bebasnama (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '{{Infobox language | name             = Bahasa Melayu Pramodern |nativename= بهاس ملايو ڤرا مودن |states=*{{flag|Malaysia}} * {{flag|Indonesia}} * {{flag|Singapura}} * {{flag|Brunei Darussalam}} |region=Hindia Belanda, Malaya Britania, Borneo Britania |speakers=''tidak diketahui'' |familycolor=Austronesia |fam2=Melayu-Polinesia (MP) |fam3=Melayu-Sumbawa |fa...'
Tag: tanpa kategori [ * ] Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
k fix
 
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox language
| name             = Bahasa Melayu Pramodern
|nativename= بهاس ملايو ڤرا مودنمودرن
|states=*{{flag|Malaysia}}
* {{flag|Indonesia}}
Baris 15:
|fam6=[[bahasa Melayu|Melayu]]
|script = [[Alfabet Latin]]<br>[[Abjad Jawi]]
|ancestor=[[Bahasa Proto-Melayu|Proto-Melayu]]|era=Abad ke-19 M|ancestor2=[[Bahasa Melayu Kuno|Melayu Kuno]]|ancestor3=[[Bahasa Melayu Klasik|Melayu Klasik]]}}
 
'''Bahasa Melayu Pramodern''' adalah bahasa yang dituturkan pada zaman peralihan, yaitu antara [[bahasa Melayu Klasik]] dengan [[bahasa Melayu Modern]] pada abad ke-19. Zaman ini ditandai dengan masuknya pengaruh Barat seperti [[bahasa Inggris]], [[bahasa Belanda]], dan [[bahasa Portugis]] yang mengubah berbagai hal dalam bahasa Melayu seperti kosakata, aksara, bentuk penulisan, dan penerbitan media fisik.<ref>[https://soscili.my/orang-malaysia-tidak-sedar-bahasa-melayu-mempunyai-pelbagai-jenis/ Orang Malaysia Tidak Sedar Bahasa Melayu Mempunyai Pelbagai Jenis]. Soscili.my, 14 September 2020</ref> Bahasa ini dituturkan di [[Hindia Belanda]], [[Malaya Britania]], dan [[Borneo Britania]].
 
==Sejarah==
Abad ke-19 adalah periode penguasaan politik dan perdagangan [[Dunia Barat|Barat]] yang kuat di Kepulauan Melayu. Perbatasan penjajah akibat [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824]] menyebabkan [[Vereenigde Oostindische Compagnie|Perusahaan Hindia Timur Belanda]] menjajah [[Hindia Belanda|Hindia Timur]] di selatan, sedangkan [[Imperium Britania]] memegang beberapa jajahan dan [[Protektorat|negara naungan]] di [[Malaya Britania|Semenanjung Malaya]] dan [[Borneo Britania|Kalimantan]] di utara. Penjajah Belanda dan Britania yang menyadari pentingnya memahami bahasa dan budaya setempat khususnya Melayu, mulai mendirikan berbagai pusat pengkajian linguistik, sastra, dan budaya di universitas seperti [[Universitas Leiden|Leiden]] dan [[Universitas London|London]]. Beribu-ribu manuskrip Melayu serta artefak sejarah budaya Melayu yang lain telah dikumpulkan dan dikaji.<ref name="Abdul Rashid 2006 32">{{harvnb|Abdul Rashid|Amat Juhari|2006|p=32}}</ref> Penggunaan [[alfabet Latin]] mulai meluas dalam bidang [[Administrasi|penadbiran]] dan pendidikan dengan pengaruh kesusastraan [[Kesusastraan bahasa Inggris|bahasa Inggris]] dan [[Kesusastraan bahasa Belanda|Belanda]] yang mulai meresap dan menyebar secara berangsur-angsur ke dalam bahasa Melayu.
 
[[Berkas:AbdullahbinAbdulKadir-HikayatAbdullah-1849.jpg|thumb|right|Halaman [[Hikayat Abdullah]] yang ditulis dalam [[Abjad Jawi|tulisan Jawi]], dari koleksi [[Perpustakaan Nasional Singapura]]. Ini merupakan edisi pertama yang langka, yang ditulis antara tahun 1840 dan 1843, dicetak dengan [[Litografi|cetak batu]], serta diterbitkan pada tahun 1849.]]
Pada saat yang sama, perkembangan teknologi dalam metode pencetakan yang memungkinkan [[Produksi|pengeluaran]] besar-besaran dengan harga rendah meningkatkan kegiatan kepengarangan untuk bacaan umum dalam bahasa Melayu, suatu perkembangan yang kemudian menggeser sastra Melayu dari kedudukan tradisionalnya di istana Melayu.<ref name="Abdul Rashid 2006 32"/> Selain itu, gaya penulisan [[Reportase|laporan]] [[Jurnalisme|kewartawanan]] mulai marak dalam kancah penulisan Melayu.
 
Penulis terkenal pada saat itu adalah [[Abdullah bin Abdulkadir Munsyi|Abdullah Munsyi]] kelahiran [[Melaka]] dengan karya terkenalnya, yaitu [[Hikayat Abdullah]] (1840), [[Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan]] (1838), dan [[Kisah Pelayaran Abdullah ke Mekah]] (1854). Karya Abdullah menandakan tahap awal peralihan dari kesusastraan klasik ke modern dan mengeluarkan kesusastraan Melayu dari keasyikannya dengan cerita-cerita rakyat dan legenda ke dalam uraian-uraian sejarah yang tepat.<ref>{{harvnb|Sneddon|2003|p=71}}</ref> Bahkan, Abdullah sendiri turut membantu Claudius Thomsen, seorang padri Denmark, dalam menerbitkan majalah Melayu pertama yang diketahui, misionaris Kristen bertemakan ''Bustan Ariffin'' di Melaka pada tahun 1831, lebih dari setengah abad lebih awal daripada surat kabar Melayu pertama yang diketahui.<ref name="Abdul Rashid 2006 33">{{harvnb|Abdul Rashid|Amat Juhari|2006|p=33}}</ref> Abdullah Munsyi dianggap sebagai “Bapak Kesusastraan Melayu Modern”, menjadi orang Melayu setempat pertama yang karya-karyanya diterbitkan.
 
[[Berkas:Gurindam 12.jpg|thumb|left|Manuskrip Gurindam Dua Belas (1847), tuntunan moral dan keagamaan yang ditulis dalam [[Abjad Jawi|tulisan Jawi]].]]
Banyak lagi buku terkenal yang diterbitkan di seluruh kepulauan ini seperti tiga karya sastra klasik yang terkenal, yaitu Gurindam Dua Belas (1847), Bustanul Katibin (1857), dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1858) oleh [[Ali Haji bin Raja Haji Ahmad|Raja Ali Haji]] kelahiran [[Selangor]] juga dihasilkan di [[Kesultanan Lingga|Riau-Lingga]] pada masa ini. Menjelang pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20, dunia kesusastraan Melayu juga diramaikan oleh sastrawan wanita seperti Raja Aisyah Sulaiman kelahiran [[Kesultanan Lingga|Riau-Lingga]], cucu dari [[Ali Haji bin Raja Haji Ahmad|Raja Ali Haji]] sendiri dengan buku terkenalnya Hikayat Syamsul Anwar (1890). Dalam buku ini, dia mengungkapkan ketidaksetujuannya mengenai perkawinannya dan keterikatannya dengan tradisi dan istana kerajaan.
 
Para cendekiawan Riau-Lingga juga mendirikan Klub Rusydiyah, salah satu organisasi kesusastraan Melayu pertama, yang terlibat dalam berbagai kegiatan sastra dan intelektual pada akhir abad ke-19. Ia adalah sekelompok cendekiawan Melayu yang membahas berbagai hal berkaitan dengan penulisan dan penerbitan. Terdapat juga buku-buku keagamaan lain pada zaman itu yang tidak hanya diterbitkan secara setempat, tetapi juga di negara-negara seperti [[Mesir]] dan [[Turki]].
 
Di antara contoh terawal surat kabar Melayu adalah Soerat Kabar Bahasa Malaijoe dari Surabaya yang diterbitkan di [[Hindia Belanda|Hindia Timur Belanda]] pada tahun 1856, Jawi Peranakan dari [[Singapura]] yang diterbitkan pada tahun 1876, dan Seri Perak dari Taiping yang diterbitkan di [[Malaya Britania]] pada tahun 1893. Bahkan terdapat sebuah surat kabar Melayu yang diterbitkan di [[Sri Lanka]] pada tahun 1869, yang dikenal sebagai [[Alamat Langkapuri]], dianggap sebagai surat kabar Melayu pertama yang pernah diterbitkan dalam [[Abjad Jawi|tulisan Jawi]].
 
Dalam pendidikan, bahasa Melayu Melaka-Johor dianggap sebagai bahasa baku dan menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah pada zaman penjajahan. Mulai tahun 1821, sekolah-sekolah aliran Melayu didirikan oleh pemerintah penjajah Britania di [[Pulau Pinang|Pinang]], [[Melaka]], dan [[Singapura]]. Ini diikuti oleh banyak lagi di negara-negara bagian Melayu di semenanjung. Perkembangan ini menghasilkan penulisan buku-buku pelajaran sekolah di samping penerbitan bahan-bahan rujukan seperti kamus-kamus bahasa Melayu dan buku-buku tata bahasa. Selain itu, dorongan penting diberikan terhadap penggunaan bahasa Melayu dalam [[Administrasi|penadbiran]] Britania, yang mengharuskan setiap pegawai negeri yang bertugas untuk lulus ujian khusus dalam bahasa Melayu sebagai syarat untuk disahkan jabatan seperti yang diterbitkan dalam Warta Pemerintahan Selat 1859.
 
Di Indonesia, pemerintah penjajah Belanda mengakui bahasa Melayu Melaka-Johor yang digunakan di [[Kesultanan Lingga|Riau-Lingga]] sebagai bahasa Melayu Tinggi dan mendukungnya sebagai media komunikasi antara Belanda dengan penduduk setempat. Bahasa ini juga diajarkan tidak hanya di [[Riau]], tetapi juga di [[Negara Sumatra Timur|Sumatra Timur]], [[Jawa]], [[Kalimantan]], dan [[Indonesia Timur]].<ref name="Abdul Rashid 2006 33"/> Adakalanya kalangan peneliti sejarah menjuluki bahasa Melayu Pramodern yang digunakan di Indonesia ini sebagai "bahasa Melayu [[Balai Pustaka]]"<ref>H.B. Jassin (1985, hal. 8) memberikan pendapat seperti ini. Lihat Hasjim, Nafron. Peranan Penerbit dalam Pembinaan Bahasa Indonesia. Dalam: Hasan Alwi, Dendy Sugono, Anton M. Moeliono. ''Telaah Bahasa dan Sastra''. Yayasan Obor Indonesia. 1999. Hal. 260.</ref> atau "bahasa Melayu van Ophuijsen".
 
==Rujukan==
{{reflist}}
 
{{DEFAULTSORT:Bahasa Melayu Pramodern}}
[[Kategori:Rumpun bahasa Austronesia]]
[[Kategori:Bahasa Melayu]]
[[Kategori:Melayu]]