Bakar Batu

Upacara Adat di Indonesia
Revisi sejak 11 Desember 2017 09.39 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Menambahkan tag <references /> yang hilang)

Tradisi Bakar Batu merupakan salah satu tradisi penting di Papua yang berupa ritual memasak bersama-sama warga 1 kampung yang bertujuan untuk bersyukur, bersilaturahim (mengumpulkan sanak saudara dan kerabat, menyambut kebahagiaan (kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku), atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang. Tradisi Bakar Batu umumnya dilakukan oleh suku pedalaman/pegunungan, seperti di Lembah Baliem, Paniai, Nabire, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Dekai, Yahukimo dll.

Bakar Batu (Barapen) di Lembah Baliem, Jayawijaya, Papua

Disebut Bakar Batu karena benar-benar batu dibakar hingga panas membara, kemudian ditumpuk di atas makanan yang akan dimasak. Namun di masing-masing tempat/suku, disebut dengan berbagai nama, misalnya Gapiia (Paniai), Kit Oba Isogoa (Wamena), atau Barapen (Jayawijaya).

Ritual

Ritualnya sebagai berikut:

  1. batu ditumpuk di atas perapian dan dibakar sampai kayu bakar habis terbakar dan batu menjadi panas (kadang sampai merah membara.
  2. bersamaan dengan itu, warga yg lain menggali lubang yang cukup dalam
  3. batu panas tadi dimasukkan ke dasar lubang yg sudah diberi alas daun pisang dan alang2.
  4. di atas batu panas itu ditumpuklah daun pisang, dan di atasnya diletakkan daging babi yg sudah diiris2
  5. di atas daging babi ditutup daun pisang, kemudian di atasnya diletakkan batu panas lagi dan ditutup daun
  6. di atas daun, ditaruh ubi jalar (batatas), singkong (hipere), dan sayur2an lainya dan ditutup daun lagi
  7. di atas daun paling atas ditumpuk lagi batu panas dan terakhir ditutup daun pisang dan alang2.

Babi yang akan dimasak tidak langsung disembelih, tapi dipanah terlebih dahulu. Bila babi langsung mati, maka pertanda acara akan sukses, tapi bila tidak langsung mati, maka pertanda acara tidak bakalan sukses. Setelah matang, biasanya setelah dimasak selama 1 jam, semua anggota suku berkumpul dan membagi makanan untuk dimakan bersama di lapangan tengah kampung, sehingga bisa mengangkat solidaritas dan kebersamaan rakyat Papua.

Hingga saat ini Tradisi Bakar Batu masih terus dilakukan dan berkembang juga untuk digunakan menyambut tamu2 penting yang berkunjung, seperti bupati, gubernur, Presiden dan tamu penting lainnya.

Kehalalan

Di sebagian masyarakat pedalaman Papua yg beragama Islam atau saat menyambut tamu muslim, daging babi bisa diganti dengan daging ayam atau sapi atau kambing atau bisa pula dimasak secara terpisah dengan babi.

Hal seperti ini contohnya dipraktikkan oleh masyarakat adat Walesi di Kabupaten Jayawijaya untuk menyambut Bulan Ramadhan[1]

Referensi:

  1. Perpustaakan Digital Budaya Indonesia (http://budaya-indonesia.org/Upacara-Bakar-Batu/)
  2. Travel Detik.com (http://travel.detik.com/read/2013/03/08/101211/2189255/1383/bakar-batu-pesta-makanan-lezat-dan-sehat-di-papua)
  3. Kompasiana: Tradisi Bakar Batu Muslim Papua Memelihara Tradisi Menjaga Akidah (http://travel.detik.com/read/2013/03/08/101211/2189255/1383/bakar-batu-pesta-makanan-lezat-dan-sehat-di-papua)

Referensi