Borobudur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Update infobox: menambahkan peta Jawa Tengah ke infobox
Eddi29 (bicara | kontrib)
 
(16 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 23:
|tradition=
|festival=[[Waisak]]
|cercle=F
|sector=
|municipality=[[Kabupaten Magelang|Kabupaten Magelang]]
|district= [[Borobudur, Magelang|Kecamatan Borobudur -
Magelang]]
|territory=
|prefecture=
|state=
|province=[[Jawa TengahMencolo]]
|region=
|country=[[IndonesiaArjuna]]
|administration=
|consecration_year=
Baris 126 ⟶ 127:
}}</ref>
 
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel [[relief]] dan aslinya terdapat 504 [[Buddharupa|arca Buddha]].<ref name="p35-36">Soekmono (1976), halaman 35–36.</ref> Borobudur memiliki koleksi relief [[Buddha]] terlengkap dan terbanyak di dunia.<ref name="unesco-whc"/> [[Stupa]] utama terbesar teletakterletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca [[Buddha]] tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan ''[[mudra]]'' (sikap tangan) ''[[Dharmachakra]] [[mudra]]'' (memutar roda dharma).
 
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan [[Siddhartha Gautama|Buddha]] sekaligus berfungsi sebagai tempat [[ziarah]] untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran [[Buddha]].<ref name="Kompas">{{Cite news|first = Gunawan|last = Kartapranata|title = Upacara [[Waisak]] di Borobudur (Infografik)|format = Infographic|publisher = Harian "Kompas"|date = 2007-06-01|language = Indonesian}}</ref> Para peziarah masuk melalui sisi timur dan memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi [[Buddha]]. Ketiga tingkatan itu adalah ''[[Kamadhatu|Kāmadhātu]]'' (ranah hawa nafsu), ''[[Rupadhatu]]'' (ranah berwujud), dan ''[[Arupadhatu]]'' (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya para peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
 
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-10 seiring dipindahnya pusat Kerajaan [[Mataram Kuno]] ke [[Jawa Timur]] oleh [[PuMpu Sindok]].<ref name="Soekmono4">Soekmono (1976), halaman 4.</ref> Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh [[Sir Thomas Stamford Raffles]], yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal [[Inggris]] atas [[Jawa]]. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran (perbaikan kembali). Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun waktu 1975 hingga 1982 atas upaya [[Pemerintah Republik Indonesia]] dan [[UNESCO]], kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar [[Situs Warisan Dunia]].<ref name="unesco-whc"/>
 
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah [[Agama|keagamaan]]; tiap tahun [[Agama Buddha di Indonesia|umat Buddha]] yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci [[Waisak]]. Terkait kepariwisataan, Borobudur adalah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.<ref>{{cite book|last =|first =|authorlink =|coauthors =|title =Indonesia|publisher =Lonely Planet Publications Pty Ltd|month =November|year =2003|location =Melbourne|pages =[https://archive.org/details/indonesia0000unse_i2g4/page/211 211]–215|url =https://archive.org/details/indonesia0000unse_i2g4|doi =|isbn = 1-74059-154-2|author = Mark Elliott&nbsp;...}}.</ref><ref name="Hampton2004">{{cite journal| author=Mark P. Hampton| title=Heritage, Local Communities and Economic Development| url=https://archive.org/details/sim_annals-of-tourism-research_2005-07_32_3/page/735| journal=Annals of Tourism Research| doi=10.1016/j.annals.2004.10.010| volume=32| issue=3| pages=735–759| year=2005}}</ref><ref name="Sedyawati1997">{{cite conference|author=E. Sedyawati| title=Potential and Challenges of Tourism: Managing the National Cultural Heritage of Indonesia| booktitle=Tourism and Heritage Management| editor=W. Nuryanti (ed.)| pages=25–35| publisher=Gajah Mada University Press| location=Yogyakarta| year=1997}}</ref>
Baris 165 ⟶ 166:
== Sejarah ==
=== Pembangunan ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Temperaschilderij voorstellende de Borobudur als bedevaartsoord TMnr 75-2.jpg|jmpl|ka|380px|Lukisan karya G.B. Hooijer (dibuat kurun 1916—19191916–1919) merekonstruksi suasana di Borobudur pada masa jayanya]]
 
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya.<ref name="Soekmono9">Soekmono (1976), halaman 9.</ref> Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi.<ref name="Soekmono9" /> Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830&nbsp;M, masa puncak kejayaan wangsa [[Syailendra]] di Jawa Tengah,<ref>Miksic (1990)</ref> yang kala itu menguasai tahta Kerajaan [[Medang]]. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja [[Samaratungga]] pada tahun 825.<ref name="Dumarcay">Dumarçay (1991).</ref><ref>{{cite book|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|author=Paul Michel Munoz|publisher=Didier Millet|year=2007|isbn= 981-4155-67-5|page=143|location=Singapore}}</ref>
Baris 175 ⟶ 176:
=== Borobudur diterlantarkan ===
[[Berkas:Borobudur Stupa Merapi.jpg|ka|jmpl|Meletusnya [[Gunung Merapi]] diduga sebagai penyebab utama diterlantarkannya Borobudur]]
Borobudur tersembunyi dan telantarterlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja [[Mpu Sindok]] memindahkan ibu kota kerajaan [[Medang]] ke kawasan [[Jawa Timur]] setelah serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini.<ref name="Soekmono4" /><ref name="Murwanto" /> Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh [[Mpu Prapanca]] dalam naskahnya ''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis pada masa kerajaan [[Majapahit]]. Ia menyebutkan adanya "Wihara di Budur". Selain itu Soekmono (1976) juga mengajukan pendapat populer bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan kepada Islam pada abad ke-15.<ref name="Soekmono4" />
 
Monumen ini tidak sepenuhnya dilupakan, melalui dongeng rakyat Borobudur beralih dari sebagai bukti kejayaan masa lampau menjadi kisah yang lebih bersifat tahayul yang dikaitkan dengan kesialan, kemalangan dan penderitaan. Dua Babad Jawa yang ditulis abad ke-18 menyebutkan nasib buruk yang dikaitkan dengan monumen ini. Menurut ''Babad Tanah Jawi'' (Sejarah Jawa), monumen ini merupakan faktor fatal bagi Mas Dana, pembangkang yang memberontak kepada Pakubuwono I, raja [[Kesultanan Mataram]] pada 1709.<ref name="Soekmono4"/> Disebutkan bahwa bukit "Redi Borobudur" dikepung dan para pemberontak dikalahkan dan dihukum mati oleh raja. Dalam ''Babad Mataram'' (Sejarah Kerajaan Mataram), monumen ini dikaitkan dengan kesialan putra mahkota [[Kesultanan Yogyakarta]] yang mengunjungi monumen ini pada 1757.<ref name="p5">Soekmono (1976), halaman 5.</ref> Meskipun terdapat tabu yang melarang orang untuk mengunjungi monumen ini, "Sang Pangeran datang mengunjungi'' satria yang terpenjara di dalam kurungan ''(arca buddha yang terdapat di dalam stupa berterawang)". Setelah kembali ke keraton, sang Pangeran jatuh sakit dan meninggal dunia sehari kemudian. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap ''wingit'' (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti [[demam berdarah]] atau [[malaria]].
Baris 198 ⟶ 199:
 
[[Berkas:Borobudur restoration.png|jmpl|kiri|200px|Penanaman beton dan pipa [[PVC]] untuk memperbaiki sistem drainase Borobudur pada pemugaran tahun 1973]]
[[File:Water_spout_in_Borobudur_temple.jpg|265x265px|right|thumb|Sistem pembuangan air hujan di candi Borobudur]]
Pada 1902, komisi ini mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian Borobudur kepada pemerintah.{{fact}} Pertama, bahaya yang mendesak harus segera diatasi dengan mengatur kembali sudut-sudut bangunan, memindahkan batu yang membahayakan batu lain di sebelahnya, memperkuat pagar langkan pertama, dan memugar beberapa relung, gerbang, stupa dan stupa utama. Kedua, memagari halaman candi, memelihara dan memperbaiki sistem drainase dengan memperbaiki lantai dan pancuran. Ketiga, semua batuan lepas dan longgar harus dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang rusak dipindahkan dan stupa utama dipugar. Total biaya yang diperlukan pada saat itu ditaksir sekitar 48.800 [[Gulden]].
 
Baris 230 ⟶ 232:
Pada 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 6,2 skala mengguncang pesisir selatan Jawa Tengah. Bencana alam ini menghancurkan kawasan dengan korban terbanyak di [[Yogyakarta]], akan tetapi Borobudur tetap utuh.<ref>{{cite news|url=http://www.smh.com.au/news/world/an-ancient-wonder-reduced-to-rubble/2006/05/29/1148754940170.html|title=An ancient wonder reduced to rubble|author=Sebastien Berger|date=30 May 2006|accessdate=23 August 2008|publisher=The Sydney Morning Herald}}</ref>
 
Pada 28 Agustus 2006 simposium bertajuk ''Trail of Civilizations'' (jejak peradaban) digelar di Borobudur atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah dan Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan, juga hadir perwakilan UNESCO dan negara-negara mayoritas Buddha di Asia Tenggara, seperti Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Kamboja.<ref>{{factCite web|last=bas|date=2022-06-07|title=Mengupas Sejarah Candi Borobudur, Hingga Masuk 7 Keajiban Dunia - Halaman 2 dari 2 - Bogor Today|url=https://bogor-today.com/2022/06/07/candi-borobudur-2/2/|language=id|access-date=2024-01-14}}</ref> Puncak acara ini adalah pagelaran sendratari kolosal "Mahakarya Borobudur" di depan Candi Borobudur. Tarian ini diciptakan dengan berdasarkan gaya tari tradisional Jawa, musik gamelan, dan busananya, menceritakan tentang sejarah pembangunan Borobudur. Setelah simposium ini, sendratari Mahakarya Borobudur kembali dipergelarkan beberapa kali, khususnya menjelang peringatan Waisak yang biasanya turut dihadiri Presiden Republik Indonesia.
 
[[Berkas:Batu peringatan pemugaran candi Borobudur.JPG|jmpl|lurus|Batu peringatan pemugaran candi Borobudur dengan bantuan UNESCO]]
Baris 583 ⟶ 585:
File:Tara Borobudur 2.jpg|<small>Tara memegang setangkai teratai</small>
File:Borobodur_Relief.png|<small>Sebuah relief dari jarak dekat</small>
File:Main gate of Borobudur temple.jpg |Bentuk relief pada pintu gerbang</small>
</gallery>
 
Baris 620 ⟶ 623:
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Borobudurbodo amat
| ]]