Budaya internet: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Konteks cyberculture di Indonesia
Sejarah cyberculture
Baris 1:
'''Cyberculture '''atau budaya [[internet]] adalah [[budaya]] yang teleh muncul, atau muncul dari penggunaan jaringan [[komputer]] untuk komunikasi, hiburan dan bisnis. Budaya [[internet]] juga merupakan studi tentang fenomena sosial yang terkait dengan [[internet]] dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi jaringan, seperti komunitas online, game multi-player online, jejaring sosial, pemanfaatan komputer dan aplikasi ''mobile internet''. Mencakup masalah-masalah yang berkaitan dengan identitas, privasi dan pembentukan jaringan <ref>Manovich, Lev. "New Media From Borges to HTML." The New Media Reader. Ed. Noah Wardrip-Fruin & Nick Montfort. Cambridge, Massachusetts, 2003. 13-25.</ref>. Cyberculture menyangkut hubungan antar manusia, [[komputer]] dan kepribadian yang dilakukan di dunia maya.
 
<span lang="IN">Dilihat dari kajian [[komunikasi]] dan [[informasi]] teknologi, c</span>yberculture dapat diidentifikasi sebagai salah satu kosa kata yang paling sering dan fleksibel digunakan dan memiliki sedikit arti eksplisit. Secara umum merujuk kepada isu-isu budaya yang berhubungan dengan "topik-cyber" contohnya, cybernetik, komputerisasi, revolusi digital, cyborgisasi tubuh manusia, d<span lang="IN">an sebagainya</span>. 
 
== Sejarah ==
Baris 6 ⟶ 8:
Bermula pada awal [[1990an|1990]] an, isu kultural ini mulai mengisi sejumlah surat kabar dan majalah di [[Amerika Serikat]] mengenai [[internet]], cyberspace dan "informasi tanpa batas". Contohnya pada [[1993]] dan [[1994]], majalah Time mempublikasi bahasan mengenai [[internet]], sedangkan majalah newsweek mengeluarkan suatu cover yang berjudul, "Pria, Wanita dan Komputer". Sedangkan pada tahun [[1994]], edisi kedua dari buku [[The Internet for Dummies and The Whole]]<span lang="IN">'' ''</span>menjadi laku keras.
 
Tulisan-tulisan mengenai cyberculture pada umumnya terurai dengan jelas. Biasanya diperlukan untuk mengikuti istilah [[internet]] dengan s<span lang="IN">i</span>stem jaringan <span lang="IN">[[komputer|k]]</span>[[komputer|omputer]] global. Para jurnalis ini dituntut untuk mengenalkan kepada para pembaca awam kepada versi pra-www dari cyberspace. Oleh karena itu, sebagian besar pekerjaan ini mencakup penjabaran komplit, penjelasan dan plikasiaplikasi dari [[teknologi]] Net awal, seperti contohnya transfer data, [[gopher]], [[lynx]], konfigurasi [[unix]], [[telnet]] dan [[Usenet]].
 
Sebagai tambahan akibat penjelasan yang terlalu berlebihan, cyberculture awal seringkali mengalami dualism terbatas. Beberapa peneliti <span lang="IN">(Jones 1997; Kinney [[1996]]; Kling [[1996]]; Rosenzweig [[1999]]) </span>telah mencatat beberapa hal bahwa cyberculture awal seringkali mengikuti bentuk suatu [[dystopian rants]]<span lang="IN"> </span>atau<span lang="IN"> [[utopian raves]]</span>. Dari satu sisi, kritikus budaya menyalahkan <span lang="IN">[[internet]]</span> akibat memburuknya buta huruf, keadaan politik, keterasingan ekonomi dan kehidupan sosial yang terpecah-pecah.
Baris 12 ⟶ 14:
Sebaliknya, sekelompok besar [[penulis]], [[investor]] dan [[politikus]] yang mengklaim sebagai [[technofuturist]] menyatakan bahwa [[cyberspace]] merupakan suatu era baru peradaban, domain [[digital]] yang dapat mengangkat bisnis-bisnis besar, pengembangan partisipasi demokratis dan mengakhiri ketidakadilan ekonomi dan sosial di masyarakat.
 
Cyberculture mulai berkembang diDi [[Indonesia]] cyberculture mulai berkembang sejak [[internet]] masuk ke [[Indonesia]]. [[Sejarah Internet Indonesia]] dimulai sejak tahun [[1920]] (jaman pra-teknologi informasi) dan terus berkembang hingga tahun [[1990]]. Tahun 1990 internet awal mulai masuk dan digunakan untuk kepentingan surat-menyurat elektronik ([[E-mail]]) oleh pemerintah dan lembaga pendidikan. Tahun [[1996]] hingga tahun [[1998]] internet di Indonesia mulai dimaksimalkan untuk kepentingan [[pendidikan]], dan disosialisasikan hingga ke tingkat RT dan RW, dikenal dengan istilah kampung cyber dan RT/RW NET.
 
Dalam perkembangannya sejak tahun [[1998]] hingga saat ini cyberculture (budaya internet) sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat [[Indonesia]]. Di Indonesia khususnya di kota-kota besar seperti [[Jakarta]], [[Bandung]], [[Yogyakarta]], [[Surabaya]], telah menunjukkan perubahan sistem ([[Sistem sosial budaya Indonesia]], [[Sistem ekonomi]], sistem pendidikan, [[Sistem pemerintahan]], [[Sistem politik Indonesia]]) dalam konteks penggunaan instrumen [[cybernetic]] . Aplikasi berbagai sistem jejaring [[mekaniscybernetic]] membawa perubahan sosial lainnya yang memberi pengaruh signifikan terhadap perubahan [[sosial]], perubahan [[Sistem ekonomi]] dengan indikasi berubahnya [[Gaya hidup]] (gaya berkomunikasi, gaya berbelanja, gaya transaksi bisnis, gaya belajar dengan fasilitascyberspace dan gaya seks).