Candi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 1 suntingan oleh Thesillent (bicara) ke revisi terakhir oleh OrophinBot(Tw)
Tag: Pembatalan
August.die (bicara | kontrib)
Memperbaiki Ejaan
 
Baris 4:
'''Candi''' adalah istilah dalam [[Bahasa Indonesia]] yang merujuk kepada sebuah [[kuil|bangunan keagamaan tempat ibadah]] peninggalan [[purbakala]] yang berasal dari [[peradaban]] [[Hindu]]-[[Agama Buddha|Buddha]].<ref name="Candi Sewu">Jacques Dumarçay, "Candi Sewu: dan arsitektur bangunan agama buda di Jawa Tengah: and buddhist architecture of Central Java", Kepustakaan Populer Gramedia, 2007, [tel:9799100887 9799100887], 9789799100887.</ref> Bangunan ini digunakan sebagai tempat [[ritual]] [[ibadah]], pemujaan [[dewa|dewa-dewi]], [[Penghormatan orang yang telah meninggal|penghormatan]] [[leluhur]] ataupun memuliakan Sang [[Buddha]]. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-religius dari masa Hindu-Buddha [[Indonesia]] klasik, baik sebagai [[istana]] ([[kraton]]), pemandian (petirtaan), [[gapura]], dan sebagainya, disebut dengan istilah candi.
 
Candi merupakan [[bangunan]] replika tempat tinggal para dewa yang sebenarnya, yaitu [[Gunung Mahameru]].<ref name="Sejarah">Nana Supriatna, "Sejarah", PT Grafindo Media Pratama, [tel:9797586006 9797586006], 9789797586003.</ref> KarenaOleh karena itu, seni [[arsitektur]]nya dihias dengan berbagai macam [[ukiran]] dan pahatan berupa [[pola]] hias yang disesuaikan dengan [[alam]] Gunung Mahameru.<ref name="Sejarah"/> Candi-candi dan [[pesan]] yang disampaikan lewat [[arsitektur]], [[relief]], serta [[Arca|arca-arcanya]] tak pernah lepas dari unsur [[spiritualitas]], [[daya cipta]], dan [[keterampilan]] para pembuatnya.<ref>Thomas Wendoris, "Mengenal Candi-candi Nusantara", Pustaka Widyatama, [tel:9796102366 9796102366], 9789796102365.</ref>
 
Beberapa candi, seperti [[Candi Borobudur]] dan [[Prambanan]] dibangun amat megah, detail, kaya akan hiasan yang mewah, bercitarasa [[Estetika Jawa|estetika]] yang luhur, dengan menggunakan [[teknologi]] [[arsitektur]] yang maju pada zamannya. [[Bangunan|Bangunan-bangunan]] ini hingga kini menjadi bukti betapa tingginya [[kebudayaan]] dan [[peradaban]] [[nenek moyang]] [[Bangsa Indonesia|bangsa]] [[Nusantara|Indonesia]].<ref>F. X. Gabriel, "Api nan Apik", BPK Gunung Mulia, 2000, [tel:9799290007 9799290007], 9789799290007.</ref>
 
== Terminologi ==
Baris 12:
<ref>Soekmono, R. "Candi:Symbol of the Universe", pp.58-59 in Miksic, John, ed. ''Ancient History'' Volume 1 of [[Indonesian Heritage Series]] Archipelago Press, Singapore (1996) ISBN 978-981-3018-26-6</ref>
</blockquote>
Istilah "Candi" diduga berasal dari kata ''“Candika”'' yang berarti nama salah satu perwujudan [[Dewi]] [[Durga]] sebagai dewi kematian.<ref>{{cite book|last =Soekmono|first =Dr R.|title =Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2|publisher =Penerbit Kanisius|year =1973|location =Yogyakarta, Indonesia|pages =81|url =|doi =|isbn = 979-413-290-X}}</ref> Karenanya candiCandi selalu dihubungkan dengan monumen tempat pedharmaan untuk memuliakan raja anumerta (yang sudah meninggal) contohnya [[candi Kidal]] untuk memuliakan Raja [[Anusapati]].
 
Penafsiran yang berkembang di luar negeri — terutama di antara penutur bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya — adalah; istilah ''candi'' hanya merujuk kepada bangunan peninggalan era Hindu-Buddha di [[Indonesia]], sedangkan dalam [[bahasa Melayu]] disebut dengan istilah [[kuil]]. Sama halnya dengan istilah ''wat'' yang dikaitkan dengan candi di Kamboja dan Thailand. Akan tetapi dari sudut pandang Bahasa Indonesia, istilah 'candi' juga merujuk kepada semua bangunan bersejarah Hindu-Buddha di seluruh dunia; tidak hanya di Nusantara, tetapi juga [[Kamboja]], [[Myanmar]], [[Thailand]], [[Laos]], [[Vietnam]], [[Sri Lanka]], [[India]], dan [[Nepal]]; seperti candi [[Angkor Wat]] di Kamboja dan candi [[Khajuraho]] di India. Istilah candi juga terdengar mirip dengan istilah ''chedi'' dalam bahasa Thailand yang berarti '[[stupa]]'.
Baris 125:
=== Fungsi ===
[[Berkas:RA 3210019.JPG|jmpl|ka|Candi Jalatunda yang berfungsi sebagai petirtaan.]]
Candi dapat berfungsi sebagai: berikut.
# '''Candi Pemujaan''': candi Hindu yang paling umum, dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa tertentu, contoh: candi Prambanan, [[candi Canggal]], [[candi Sambisari]], dan [[candi Ijo]] yang menyimpan lingga dan dipersembahkan utamanya untuk [[Siwa]], [[candi Kalasan]] dibangun untuk memuliakan [[Dewi Tara]], sedangkan [[candi Sewu]] untuk memuja [[Manjusri]].
# '''Candi [[Stupa]]''': didirikan sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya milik Buddha Gautama, atau biksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan ritual, contoh: candi [[Borobudur]], [[candi Sumberawan]], dan [[candi Muara Takus]].
# '''Candi Pedharmaan''': sama dengan kategori candi pribadi, yakni candi yang dibangun untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal. Candi ini kadang berfungsi sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah meninggal sering kali dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi [[Petirtaan Belahan|Belahan]] tempat [[Airlangga]] dicandikan, arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang Garuda. Candi Simping di Blitar, tempat [[Raden Wijaya]] didharmakan sebagai dewa Harihara.
# '''Candi Pertapaan''': didirikan di lereng-lereng gunung tempat bertapa, contoh: candi-candi di lereng [[Gunung Penanggungan]], kelompok candi Dieng dan [[candi Gedong Songo]], serta [[Candi Liyangan]] di lereng timur [[Gunung Sundoro]], diduga selain berfungsi sebagai pemujaan, juga merupakan tempat pertapaan sekaligus situs permukiman.
Baris 138:
== Arsitektur ==
[[Berkas:Prambanan Plain en.svg|jmpl|ka|Sebaran candi Hindu dan Buddha di [[dataran Kewu]], sekitar Prambanan.]]
Pembangunan candi dibuat berdasarkan beberapa ketentuan yang terdapat dalam suatu kitab '''Vastusastra''' atau '''Silpasastra''' yang dikerjakan oleh ''silpin,'' yaitu seniman yang membuat candi (arsitek zaman dahulu). Salah satu bagian dari kitab Vastusastra adalah Manasara yang berasal dari India Selatan, yang tidak hanya berisi pedoman-pedoman membuat kuil beserta seluruh komponennya saja, melainkan juga arsitektur profan, bentuk kota, desa, benteng, penempatan kuil-kuil di kompleks kota dan desa.
 
=== Lokasi ===
Kitab-kitab ini juga memberikan pedoman mengenai pemilihan lokasi tempat candi akan dibangun. Hal ini terkait dengan pembiayaan candi, karena biasanya untuk pemeliharaan candi maka ditentukanlah tanah sima, yaitu tanah swatantra bebas pajak yang penghasilan panen berasnya diperuntukkan bagi pembangunan dan pemeliharaan candi. Beberapa [[prasasti]] menyebutkan hubungan antara bangunan suci dengan tanah sima ini. Selain itu pembangunan tata letak candi juga sering kali memperhitungkan letak astronomi (perbintangan).
 
Beberapa ketentuan dari kitab selain Manasara namun sangat penting di Indonesia adalah syarat bahwa bangunan suci sebaiknya didirikan di dekat air, baik air sungai, terutama di dekat pertemuan dua buah sungai, danau, laut, bahkan kalau tidak ada harus dibuat kolam buatan atau meletakkan sebuah jambangan berisi air di dekat pintu masuk bangunan suci tersebut. Selain di dekat air, tempat terbaik mendirikan sebuah candi, yaitu di puncak bukit, di lereng gunung, di hutan, atau di lembah. Seperti kita ketahui, candi-candi pada umumnya didirikan di dekat sungai, bahkan candi Borobudur terletak di dekat pertemuan sungai Elo dan sungai Progo. Sedangkan candi Prambanan terletak di dekat sungai Opak. Sebaran candi-candi di Jawa Tengah banyak tersebar di kawasan subur [[dataran Kedu]] dan [[dataran Kewu]].
 
=== Struktur ===
Baris 152:
 
Berdasarkan bagian-bagiannya, bangunan candi terdiri atas tiga bagian penting, antara lain, kaki, tubuh, dan atap.<ref>"Seri IPS SEJARAH", Yudhistira Ghalia Indonesia, [tel:9797468003 9797468003], 9789797468002.</ref>
# '''Kaki candi''' merupakan bagian bawah candi. Bagian ini melambangkan dunia bawah atau '''bhurloka'''. Pada konsep Buddha disebut '''kamadhatu,'''. Yaituyaitu menggambarkan dunia hewan, alam makhluk halus seperti iblis, raksasa dan asura, serta tempat manusia biasa yang masih terikat nafsu rendah. Bentuknya berupa bujur sangkar yang dilengkapi dengan jenjang pada salah satu sisinya. Bagian dasar candi ini sekaligus membentuk denahnya, dapat berbentuk persegi empat atau bujur sangkar. Tangga masuk candi terletak pada bagian ini, pada candi kecil tangga masuk hanya terdapat pada bagian depan, pada candi besar tangga masuk terdapat di empat penjuru mata angin. Biasanya pada kiri-kanan tangga masuk dihiasi ukiran [[makara]]. Pada dinding kaki candi biasanya dihiasi relief flora dan fauna berupa sulur-sulur tumbuhan, atau pada candi tertentu dihiasi figur penjaga seperti [[dwarapala]]. Pada bagian tengah alas candi, tepat di bawah ruang utama biasanya terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih (peti batu). Sumur ini biasanya diisi sisa hewan kurban yang dikremasi, lalu diatasnya diletakkan pripih. Di dalam pripih ini biasanya terdapat abu jenazah raja serta relik benda-benda suci seperti lembaran emas bertuliskan mantra, kepingan uang kuno, permata, kaca, potongan emas, lembaran perak, dan cangkang kerang.
# '''Tubuh candi''' adalah bagian tengah candi yang berbentuk [[kubus]] yang dianggap sebagai dunia antara atau '''bhuwarloka'''. Pada konsep Buddha disebut '''rupadhatu,'''. Yaituyaitu menggambarkan dunia tempat manusia suci yang berupaya mencapai pencerahan dan kesempurnaan batiniah. Pada bagian depan terdapat gawang pintu menuju ruangan dalam candi. Gawang pintu candi ini biasanya dihiasi ukiran kepala [[kala]] tepat di atas-tengah pintu dan diapit pola [[makara]] di kiri dan kanan pintu. Tubuh candi terdiri dari ''garbagriha'', yaitu sebuah bilik (kamar) yang ditengahnya berisi [[arca]] utama, misalnya arca dewa-dewi, bodhisatwa, atau Buddha yang dipuja di candi itu. Di bagian luar dinding di ketiga penjuru lainnya biasanya diberi relung-relung yang berukir relief atau diisi arca. Pada candi besar, relung keliling ini diperluas menjadi ruangan tersendiri selain ruangan utama di tengah. Terdapat jalan selasar keliling untuk menghubungkan ruang-ruang ini sekaligus untuk melakukan ritual yang disebut ''pradakshina''. Pada lorong keliling ini dipasangi pagar langkan, dan pada galeri dinding tubuh candi maupun dinding pagar langkan biasanya dihiasi relief, baik yang bersifat naratif (berkisah) ataupun dekoratif (hiasan).
# '''Atap candi''' adalah bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau '''swarloka'''. Pada konsep Buddha disebut '''arupadhatu'''., Yaituyaitu menggambarkan ranah [[surga]]wi tempat para dewa dan jiwa yang telah mencapai kesempurnaan bersemayam. Pada umumnya, atap candi terdiri dari tiga tingkatan yang semakin atas semakin kecil ukurannya. Sedangkan atap langgam Jawa Timur terdiri atas banyak tingkatan yang membentuk kurva limas yang menimbulkan efek ilusi perspektif yang mengesankan bangunan terlihat lebih tinggi. Pada puncak atap dimahkotai ''[[stupa]]'', ''[[ratna]]'', ''[[wajra]]'', atau [[lingga]] semu. Pada candi-candi langgam Jawa Timur, kemuncak atau mastakanya berbentuk kubus atau silinder dagoba. Pada bagian sudut dan tengah atap biasanya dihiasi ornamen antefiks, yaitu ornamen dengan tiga bagian runcing penghias sudut. Kebanyakan dinding bagian atap dibiarkan polos, akan tetapi pada candi-candi besar, atap candi ada yang dihiasi berbagai ukiran, seperti relung berisi kepala dewa-dewa, relief dewa atau bodhisatwa, pola hias berbentuk permata atau kala, atau sulur-sulur untaian roncean bunga.
 
=== Tata letak ===
Baris 168:
Bahan-bahan untuk membuat candi antara lain:
# '''Batu [[andesit]]''', batu bekuan vulkanik yang ditatah membentuk kotak-kotak yang saling kunci. Batu andesit bahan candi harus dibedakan dari batu kali. Batu kali meskipun mirip andesit tetapi keras dan mudah pecah jika ditatah (sukar dibentuk). Batu andesit yang cocok untuk candi adalah yang terpendam di dalam tanah sehingga harus ditambang di tebing bukit.
# '''Batu putih''' (''tuff''), batu endapan piroklastik berwarna putih, digunakan di Candi Pembakaran di kompleks [[Ratu Boko]]. Bahan batu putih ini juga ditemukan dijadikan sebagai bahan isi candi, di mana bagian luarnya dilapis batu andesit.
# '''Bata merah''', dicetak dari lempung tanah merah yang dikeringkan dan dibakar. Candi Majapahit dan Sumatra banyak menggunakan bata merah.
# '''Stuko''' (''stucco''), yaitu bahan semacam beton dari tumbukan batu dan pasir. Bahan stuko ditemukan di percandian Batu Jaya.
Baris 178:
[[Berkas:Bajang Ratu Gate Trowulan.jpg|jmpl|ka|Gerbang Bajang Ratu di [[Trowulan]], contoh Langgam Jawa Timur.]]
[[Berkas:Candi Bahal 1.JPG|jmpl|ka|[[Candi Bahal|Candi Biaro Bahal]], di Padang Lawas, Sumatera Utara.]]
[[Soekmono]], seorang arkeolog terkemuka di Indonesia, mengidentifikasi perbedaan gaya arsitektur (langgam) antara candi Jawa tengah dengan candi Jawa Timur. Langgam Jawa Tengahan umumnya adalah candi yang berasal dari sebelum tahun 1000 masehi, sedangkan langgam Jawa Timuran umumnya adalah candi yang berasal dari sesudah tahun 1000 masehi. Candi-candi di Sumatra dan Bali, karena kemiripannya dikelompokkan ke dalam langgam Jawa Timur.<ref name="Sejarah"/><ref>{{cite book|last =Soekmono|first =Dr R.|title =Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2|publisher =Penerbit Kanisius|date =1973|location =Yogyakarta, Indonesia|pages =86|url =|doi =|isbn = 979-413-290-X}}</ref><ref>Dedi Nurhadiat, "Pend Seni Rupa SMA Kls 2 (K-04)", Grasindo, 979732740X, 9789797327408.</ref>
 
{| class="wikitable sortable" border="1" width="60%"