Cut Nyak Dhien: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tanda
Tag: Menghilangkan referensi VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Mengembalikan suntingan oleh 182.1.114.76 (bicara) ke revisi terakhir oleh Kuramochi Akihiko
Tag: Pengembalian
 
(18 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 5:
| image_size =
| caption = Cut Nyak Dhien
| birth_date = [[1 Mei{{birth date|1848]]|5|12}}
| birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Kabupaten Aceh Besar|Lampadang]], [[Kesultanan Aceh]]
| other_names = Ibu Perbu / Ibu Ratu / Ibu Suci (Sumedang)
| known_for = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
| death_date = [[6{{death Novemberdate and age|1908]]|11|6|1848|5|12}}
 
({{death year and age|1848|1908}})
| death_place = {{flagicon|Belanda}} [[Sumedang]], [[Hindia Belanda]]
| death_cause = Meninggal karena sakit-sakitan setelah diasingkan oleh Belanda.
Baris 19 ⟶ 17:
| movement = [[Perang Aceh]] dengan Belanda
| opponents = {{flagicon|Belanda}} [[Belanda]]
| spouse = {{marriage|[[Ibrahim Lamnga]],|1862|1878|reason=died}}<br> {{marriage|[[Teuku Umar]]|1880|1899|end=died}}
| children = Cut Gambang
| parents = Teuku Nanta Seutia<br>
Baris 26 ⟶ 24:
}}
 
'''Cut Nyak Dhien''' (ejaan lama: '''Tjoet Nja' Dhien''', ({{lahirmati|[[Lampadang]], |12|5|1848|[[Kerajaan AcehSumedang]],|6|11|1908}});<ref>{{Cite [[1848]]book|title=Ensiklopedi Pahlawan [[Kabupaten SumedangNasional|Sumedang]]last=Sai|first=Julinar, [[JawaTiara Wulandari|date=1995|publisher=Direktorat Barat]]Sejarah dan Nilai Tradisional, [[6Direktorat November]]Jendal [[1908]];Kebudayaan|isbn=|location=Jakarta|pages=19|url-status=live}}</ref> dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang [[Pahlawan Nasional Indonesia]] dari [[Aceh]] yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya [[Ibrahim Lamnga]] bertempur melawan [[Belanda]]. Tewasnya Ibrahim Lamnga di Gle Tarum pada tanggal [[29 Juni]] [[1878]] kemudian menyeret Cut Nyak Dhien lebih jauh dalam perlawanannya terhadap Belanda.
 
Pada tahun 1880, Cut Nyak Dhien menikah dengan [[Teuku Umar]], setelah sebelumnya ia dijanjikan dapat ikut turun di medan perang jika menerima lamaran tersebut. Dari pernikahan ini Cut Nyak Dhien memiliki seorang anak yang diberi nama Cut Gambang.<ref name="tjoet">{{cite web|url=http://asnlf.net/asnlf_int/acheh/history/tjutnyakdhien/tjoet_njak_dien.htm|title=Tjoet Njak Dien (Cut Nyak Dhien)|last=|first=|authorlink=|year=|work=|publisher=|format=|accessdate=|coauthors=|accessyear=|archive-date=2011-04-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20110412132927/http://www.asnlf.net/asnlf_int/acheh/history/tjutnyakdhien/tjoet_njak_dien.htm|dead-url=yes}}</ref> Setelah pernikahannya dengan [[Teuku Umar]], Cut Nyak Dhien bersama [[Teuku Umar]] bertempur bersama melawan Belanda. Namun, pada tanggal [[11 Februari]] [[1899]] Teuku Umar gugur. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Usia Cut Nyak Dien yang saat itu sudah relatif tua serta kondisi tubuh yang digrogoti berbagai penyakit seperti [[encok]] dan [[rabun]] membuat satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.<ref name="deddi">Armand, Deddi. ''Cut Nyak Dien''. Penerbit: Pustaka Ananda</ref><ref name="tokohindonesia">{{Cite web |url=http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/c/cut-nyak-dien/index.shtml |title=Tentang Cut Nyak Dien di tokohindonesia.com |access-date=2010-03-24 |archive-date=2006-11-21 |archive-url=https://archive.today/20061121111415/http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/c/cut-nyak-dien/index.shtml |dead-url=yes }}</ref> Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Keberadaan Cut Nyak Dhien yang dianggap masih memberikan pengaruh kuat terhadap perlawanan rakyat Aceh serta hubungannya dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap membuatnya kemudian diasingkan ke Sumedang. Cut Nyak Dhien meninggal pada tanggal [[6 November]] [[1908]] dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Nama Cut Nyak Dhien kini diabadikan sebagai [[Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya]] di Meulaboh.<ref>{{Cite web |url=https://jabarprov.go.id/assets/images/menu/Dukumen_Cut_nyak_dien.pdf |title=Cut Nyak Dhien bin Teuku Nanta Setia |access-date=2020-04-29 |archive-date=2021-04-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210413173123/https://jabarprov.go.id/assets/images/menu/Dukumen_Cut_nyak_dien.pdf |dead-url=yes }}</ref>
 
== Kehidupan Awal ==
[[Berkas:Rumoh Cut Nyak Dhiën.jpg|jmpl|250px|Rumah Cut Nyak Dhien di Lampisang, [[Aceh Besar]]]]
 
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di [[Kabupaten Aceh Besar|Aceh Besar]], wilayah VI Mukim pada tahun [[1848]]. Ayahnya bernama [[Teuku Nanta Seutia]], seorang ''[[uleebalang]]'' VI [[Mukim]], yang juga merupakan keturunan [[Datuk Makhudum Sati]], [[Perantau Minang|perantau dari Minangkabau]]. Datuk Makhudum Sati merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan [[Sultan Iskandar Muda]] di Pariaman.<ref>[http://acehbooks.org/pdf/ACEH_03647.pdf Riwajat hidup (singkat) beberapa orang pahlawan Atjeh, zaman pra-kemerdekaan]</ref> Datuk Makhudum Sati mungkin datang ke [[Aceh]] pada abad ke 18 ketika [[kesultanan Aceh]] diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.<ref name="deddi"/><ref name="CNDAceh">{{Cite web |url=http://www.nad.go.id/index.php?option=isi&task=view&id=2300&Itemid=369 |title=Tentang Cut Nyak Dhien di situs resmi pemerintah Provinsi Aceh |access-date=2010-03-24 |archive-date=2008-02-02 |archive-url=https://web.archive.org/web/20080202082658/http://www.nad.go.id/index.php?option=isi&task=view&id=2300&Itemid=369 |dead-url=yes }}</ref> Sedangkan ibunya merupakan putri [[uleebalang]] [[Lampageu, Peukan Bada, Aceh Besar|Lampageu]].
 
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik.<ref name="deddi"/> Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru [[agama]]) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun [[1862]] dengan [[Teuku Cek Ibrahim Lamnga]],<ref name="deddi"/><ref name="CNDAceh"/> putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.
 
== Perlawanan saat Perang Aceh ==
Baris 44 ⟶ 42:
Pada tahun [[1874]]-[[1880]], di bawah pimpinan [[Jenderal]] [[Jan van Swieten]], daerah VI Mukim dapat diduduki [[Belanda]] pada tahun [[1873]], sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun [[1874]]. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal [[24 Desember]] [[1875]]. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.
 
Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal [[29 Juni]] [[1878]]. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.<ref name="deddi">Armand, Deddi. ''Cut Nyak Dien''. Penerbit: Pustaka Ananda</ref>
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret met Cut Nyak Dhien de vrouw van Teuku Umar na haar gevangenneming TMnr 10018822.jpg|jmpl|250px|Cut Nyak Dien, setelah tertangkap oleh pihak Belanda]]
Baris 50 ⟶ 48:
Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun [[1880]]. Hal ini meningkatkan moral semangat perjuangan Aceh melawan ''Kaphe Ulanda'' (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang.
 
Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang ''fi'sabilillah''. Sekitar tahun [[1875]], Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati [[Belanda]] dan hubungannya dengan orang [[Belanda]] semakin kuat. Pada tanggal [[30 September]] [[1893]], Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke [[Kutaraja]] dan "menyerahkan diri" kepada [[Belanda]]. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar ''Teuku Umar Johan Pahlawan'' dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh.<!--Bahkan, [[Cut Nyak Meutia]] datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya.<ref name="deddi"/>--> Cut Nyak Dien berusaha menasihatinya untuk kembali melawan [[Belanda]]. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.<ref name="tjoet">{{cite web|last=|first=|authorlink=|year=|title=Tjoet Njak Dien (Cut Nyak Dhien)|url=http://asnlf.net/asnlf_int/acheh/history/tjutnyakdhien/tjoet_njak_dien.htm|work=|publisher=|format=|archive-url=https://web.archive.org/web/20110412132927/http://www.asnlf.net/asnlf_int/acheh/history/tjutnyakdhien/tjoet_njak_dien.htm|archive-date=2011-04-12|dead-url=yes|accessdate=|coauthors=|accessyear=}}</ref>
 
[[Berkas:Teuku Umar.jpg|jmpl|kiri|200px|[[Teuku Umar]], suami kedua Cut Nyak Dhien.]]
Baris 64 ⟶ 62:
{{cquote2|Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah [[syahid]]<ref name="tjoet"/>}}
 
Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun [[1901]] karena tentara [[Belanda]] sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.<ref name="deddi"/><ref name="tokohindonesia">{{Cite web|title=Tentang Cut Nyak Dien di tokohindonesia.com|url=http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/c/cut-nyak-dien/index.shtml|archive-url=https://archive.is/20061121111415/http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/c/cut-nyak-dien/index.shtml|archive-date=2006-11-21|dead-url=yes|access-date=2010-03-24}}</ref>
 
Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba.<ref name="deddi"/><ref name="tokohindonesia"/> Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian. Dhien berusaha mengambil [[rencong]] dan mencoba untuk melawan musuh. Namun, aksi Dhien berhasil dihentikan oleh Belanda.<ref>Sudarmanto, Y.B. 1999. ''Jejak Pahlawan Indonesia''. Penerbitan Surat Keputusan No 23 (Kolonial Verslag 1907: 12).</ref><ref name="makam">{{Cite web |url=http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/0619/wis01.html |title=sinarharapan.co.id: Makam Cut Nyak Dhien Sepi Akibat Perang Saudara |access-date=2010-03-24 |archive-date=2010-01-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20100128050351/http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/0619/wis01.html |dead-url=yes }}</ref> Cut Nyak Dhien ditangkap, sementara Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.<ref name="tjoet"/>
Baris 73 ⟶ 71:
Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke [[Kota Banda Aceh|Banda Aceh]] dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, [[Jawa Barat]], karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.
 
Ia dibawa ke Sumedang pada tahun 1906 bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan, maka hingga akhir hidupnya identitas asli Cut Nyak Dhien tidak diketahui oleh warga Sumedang.<ref name="tjoet"/> Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama [[Islam]], sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu". Meski kesulitan berkomunikasi karena perbedaan bahasa, "Ibu Perbu" sering diminta menjadi guru mengaji bagi warga setempat.<ref name="tjoet"/>
 
Pada tanggal 6 November 1908, Cut"Ibu Nyak DhienPerbu" meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun [[1959]] berdasarkan permintaan [[Gubernur Aceh]] saat itu, [[Ali Hasan]].<ref name="makam"/>. Dari penyelidikan, dipastikan "Ibu Perbu" adalah Cut Nyak Dhien.

Cut Nyak Dhien diakui oleh Presiden [[Soekarno]] sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] melalui SK Presiden [[Indonesia|RI]] No.106 Tahun [[1964]] pada tanggal [[2 Mei]] [[1964]].<ref name="tjoet"/><ref name="deddi"/>
 
== Makam ==
[[Berkas:Stamps of Indonesia, 103-08.jpg|jmpl|Perangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien]]
 
Makam Cut Nyak Dhien berada di Gunung Puyuh, [[Sukajaya, Sumedang Selatan, Sumedang|Desa Sukajaya, Sumedang Selatan]]. Menurut penjaga makam, makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh, Ali Hasan. Pencarian dilakukan berdasarkan data yang ditemukan di Belanda.<ref name="makam"/> Masyarakat Aceh di [[Sumedang]] sering menggelar acara sarasehan. Pada acara tersebut, peserta berziarah ke makam Cut Nyak Dhien dengan jarak sekitar dua [[kilometer]].<ref name="makam"/> Menurut pengurus makam, kumpulan masyarakat Aceh di [[Kota Bandung|Bandung]] sering menggelar acara tahunan dan melakukan ziarah setelah hari pertama [[Lebaran]]. Selain itu, orang Aceh dari [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] melakukan acara Haul setiap bulan [[November]].
 
Meski muncul wacana untuk memindahkan makam Cut Nyak Dhien ke Aceh, namun masyarakat Sumedang menolak karena sudah merasa dekat dengan sosok yang mereka kenal sebagai "Ibu Perbu" tersebut. Selain itu, keberadaan makam Cut Nyak Dhien juga mempererat silaturahmi antara masyarakat Sumedang dengan Aceh.
 
Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada [[1987]] dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh [[Ibrahim Hasan]] pada tanggal [[7 Desember]] [[1987]]. Makam Cut Nyak Dhien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 [[meter|m]]<sup>2</sup>. Di belakang makam terdapat [[musholla]] dan di sebelah kiri makam terdapat banyak batu nisan yang dikatakan sebagai makam keluarga ulama H. Sanusi.<ref name="makam"/>
Baris 108 ⟶ 110:
 
== Dalam budaya populer ==
* Dalam film ''[[Tjoet Nja' Dhien (film)|Tjoet Nja' Dhien]]'' (19861988), Tjoet Nja' Dhien diperankan oleh [[Christine Hakim]].
 
== Lihat pula ==
Baris 142 ⟶ 144:
[[Kategori:Tokoh pejuang yang dibuang]]
[[Kategori:Bangsawan Aceh]]
[[Kategori:Tokoh pejuang Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh Aceh]]
[[Kategori:Tokoh dari Jawa Barat]]