Cut Nyak Dhien: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Obets451 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Obets451 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 71:
Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke [[Kota Banda Aceh|Banda Aceh]] dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, [[Jawa Barat]], karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.
 
Ia dibawa ke Sumedang pada tahun 1906 bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan, maka hingga akhir hidupnya identitas asli Cut Nyak Dhien tidak diketahui oleh warga Sumedang. <ref name="tjoet"/> Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama [[Islam]], sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu". Meski kesulitan berkomunikasi karena perbedaan bahasa, "Ibu Perbu" sering diminta menjadi guru mengaji bagi warga setempat. <ref name="tjoet"/>
 
Pada tanggal 6 November 1908, Cut"Ibu Nyak DhienPerbu" meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun [[1959]] berdasarkan permintaan [[Gubernur Aceh]] saat itu, [[Ali Hasan]].<ref name="makam"/>. Dari penyelidikan, dipastikan "Ibu Perbu" adalah Cut Nyak Dhien.

Cut Nyak Dhien diakui oleh Presiden [[Soekarno]] sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] melalui SK Presiden [[Indonesia|RI]] No.106 Tahun [[1964]] pada tanggal [[2 Mei]] [[1964]].<ref name="tjoet"/><ref name="deddi"/>
 
== Makam ==