Djadoeg Djajakoesoema: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Baris 48:
Untuk film keduanya, ''[[Enam Djam di Jogja]]'', Ismail memanggil Djajakoesoema ke Jakarta. Untuk film tersebut, Djajakoesoema membantu Ismail dalam mengadaptasi [[Serangan Umum 1 Maret 1949]]. Produksi film tersebut lalu dapat diselesaikan dengan biaya yang rendah; Djajakoesoema kemudian mengingat kembali bahwa kamera mereka harus ditenagai dengan baterai mobil.{{sfn|Hoerip|1995|p=27}} Terlepas dari berbagai tantangan yang dihadapi, Djajakoesoema tetap bekerja di Perfini setelah film tersebut selesai, dan kemudian menyelesaikan karya lain untuk Perfini, ''Dosa Tak Berampun'', pada akhir tahun itu. Ismail berperan sebagai sutradara untuk film tersebut, yang menceritakan seorang pria yang meninggalkan keluarganya setelah ia terpesona oleh senyuman seorang pelayan.<ref>{{harvnb|Hoerip|1995|p=36}}; {{harvnb|Said|1982|p=54}}; {{harvnb|Film Indonesia, Filmografi}}</ref>
 
Saat Ismail, yang masih menjadi pimpinan Perfini, pergi ke luar negeri untuk belajar sinematografi di Sekolah Teater, Film, dan Televisi di [[Universitas California, Los Angeles]], Djajakoesoema pun mulai mengambil peran yang lebih besar di Perfini. Ia lalu memulai karier penyutradaraannya pada tahun 1952 dengan ''[[Embun (film)|Embun]]'', yang menceritakan tekanan psikologis yang dihadapi oleh para tentara setelah kembali ke desa mereka pasca revolusi.<ref>{{harvnb|Pemprov DKI Jakarta, Djaduk Djajakusuma}}; {{harvnb|Said|1982|p=55}}</ref> Film tersebut direkam di [[Wonosari, Gunungkidul|Wonosari]], yang saat itu sedang mengalami kekeringan, untuk memberikan metafora visual mengenai jiwa para pejuang yang mengering.{{sfn|Hoerip|1995|p=28}} Karena menggambarkan takhayul tradisional, film tersebut lalu dipermasalahkan oleh lembaga sensor dan para kritikus, sebab takhayul dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan modernisasi dari republik yang baru.{{sfn|Said|1982|p=55}} Perilisan ''Embun'' menjadikan Djajakoesoema sebagai salah satu dari empat sutradara yang bekerja untuk Perfini; selain Ismail, [[Nya' AbasAbbas Akup]], dan [[Wahyu Sihombing]].{{sfn|Anwar|2004|p=84}}
 
Produksi Djajakoesoema berikutnya, ''Terimalah Laguku'' (1952), adalah sebuah [[film musikal|musikal]] mengenai seorang musisi tua miskin yang menjual saksofonnya untuk membantu karier mantan muridnya.{{sfn|Hoerip|1995|pp=39–40}} Meskipun kualitas teknis dari film tersebut buruk, ketika kembali ke Indonesia pada tahun 1953, Ismail tetap puas dengan film tersebut, menyatakan bahwa film tersebut telah disunting dengan baik. Dalam tahun berikutnya, Ismail memberikan semua informasi yang ia dapat di UCLA kepada para pegawai Perfini, termasuk Djajakoesoema.{{sfn|Hoerip|1995|p=29}} Perfini lalu merilis ''[[Harimau Tjampa]]'' pada tahun 1953, sebuah film mengenai seorang pria yang mencoba untuk membalas kematian ayahnya. Dengan latar belakang [[Orang Minang|budaya Minang]],{{sfn|Marselli 1987, Mengenang D. Djajakusuma}} film tersebut juga menjadi film buatan dalam negeri pertama yang menampilkan sejumlah adegan telanjang{{sfn|Imanjaya|2006|pp=107–108}} dan merupakan sebuah kesuksesan kritis yang signifikan.{{sfn|Hoerip|1995|p=29}}