Emansipasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
 
=== Gerakan R.A. Kartini ===
Emansipasi wanita di Indonesia ada sosok R.A Kartini, seorang wanita priyayi jawa yang memunyai pemikiran untuk maju pada masanya. Pemikiran untuk maju tersebut di ekspresikan melalui surat-surat korespondennya kepada sahabat Belandanya yang kemudian diangkat menjadi sebuah buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Sosok R.A. Kartini menjadi penggerak emansipasi wanita. Emansipasi yang dilakukan oleh R.A. Kartini adalah agar wanita mendapatkan hak atas pendidikan yang seluas-luasnya serta setinggi-tingginya. Jika melihat history pada zaman penjahahan yang berhak mendapat pendidikan ialah anak dari keturunan bangsawan, sehingga banyak wanita Indonesia pada masa lalu tidak mendapatkan pendidikan sama-sekali. Kemudian emansipasi yang dimaksudkan oleh R.A Kartini agar wanita diakui kecerdasannya dan diberikan kesempatan yang sama untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimilikinya, sehingga wanita tidak merendahkan diri dan tidak selalu di rendahkan derajatnya oleh kaum pria.<ref name=":0" /> Gerakan penyetaraan wanita ini dimulai dengan mendirikan sekolah bagi kaum perempuan. Memilih pasangan hidup sendiri, yang pada masa itu, mereka benar-benar menjadi manusia kelas dua. Di mana ketika itu, mereka hanya mengurusi dapur, melayani suami (ranjang), yang tentu mengunci peran mereka untuk berkembang dan menunjukkan potensinya. Gerakan R.A. Kartini ini mulai mempengaruhi berbagai gerakan wanita pada masa awal pergerakan di Indonesia waktu itu (awal abad 21), sebagaimana Aisyiyah yang menjadi underbow dari persyarikatan Muhammadiyah yang berperan sebagai organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan wanita yang dipelopori Nyai Ahmad Dahlan. Selanjutnya ada Muslimat NU, dan berbagai gerakan wanita yang lahir. Baik dari latar belakang agama, profesi, keilmuan, dan lain-lain. <ref>{{Cite web|last=Roihan|first=Raiz Azmi|date=16 April 2020|title=Gerakan Emansipasi Wanita: dari Ketertinggalan menuju Kesetaraan|url=https://ibtimes.id/gerakan-emansipasi-wanita-dari-ketertinggalan-menuju-kesetaraan/|website=ibtimes.id|access-date=30 November 2020}}</ref>
 
=== Gerakan Maria Walanda Maramis ===
Pada 1890, atau ketika usianya baru 18 tahun, Maria menikah dengan seorang guru sekolah dasar di Manado bernama Yoseph Frederik Calusung Walanda. Sejak itulah Maria menyertakan nama belakang suaminya sehingga ia lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis, dan merintis cita-citanya untuk memajukan kaum perempuan. Setelah menikah, Maria mengikuti suaminya tinggal di Manado. Ia mulai mengutarakan isi pikirannya melalui tulisan yang dikirimkan ke surat kabar ''Tjahaja Siang,'' pionir surat kabar di Sulawesi Utara''.'' Dalam tulisan-tulisannya, ia memaparkan pentingnya kaum perempuan memperoleh pendidikan yang lebih baik sehingga nantinya bisa berperan menjadi istri sekaligus ibu yang lebih baik pula untuk keluarga. pada 8 Juli 1917, saat usia Maria mencapai 45 tahun, ia dan beberapa rekannya mendirikan organisasi yang diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya atau disingkat PIKAT. Pendirian PIKAT dibantu sang suami dan beberapa tokoh cendekiawan lainnya.,PIKAT mulanya hanya merupakan forum untuk saling berbagi untuk mendiskusikan berbagai persoalan tentang pendidikan anak. Namun kemudian timbul gagasan yang lebih luas dari Maria terkait misi dan tujuan PIKAT, yaitu sebagai wadah untuk memajukan kaum perempuan di Minahasa. PIKAT yang digagas oleh Maria berkembang pesat, punya banyak cabang hingga ke Kalimantan dan Jawa. PIKAT mendirikan sekolah bagi anak-anak perempuan bernama Huishound School Pikat dan tidak dipungut bayaran. Maria juga membuka Sekolah Kejuruan Putri lengkap dengan asramanya.<ref name=":1">{{Cite web|last=Raditya|first=Iswara N|date=22 April 2020|title=Maria Walanda Maramis: Dia yang Melampaui dan Mengagumi Kartini|url=https://tirto.id/maria-walanda-maramis-dia-yang-melampaui-dan-mengagumi-kartini-cnb9|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-11-30}}</ref>
Peran Maria dalam lingkup emansipasi perempuan kian krusial ketika ia memperjuangkan agar suara perempuan juga didengar di parlemen. Pada 1919 sebuah parlemen lokal dibentuk dengan nama Minahasa Raad. Awalnya hanya para pria yang punya hak suara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Maria pun bersuara. Ia berupaya agar kaum perempuan juga memiliki hak untuk memberikan suara terkait pemilihan calon anggota dewan. Berkat upayanya, kaum perempuan dapat dipilih menjadi anggota di badan-badan perwakilan rakyat saat itu, termasuk Minahasa Raad, Locale Raad, juga Gemeentse Raad.<ref name=":1" />
 
== Lihat pula ==