Emily Wilding Davison

Revisi sejak 29 Januari 2019 09.30 oleh Hanamanteo (bicara | kontrib) (+)

Emily Wilding Davison (11 Oktober 1872 – 8 Juni 1913) merupakan pejuang hak suara perempuan yang memperjuangkan agar wanita memiliki hak suara setara dengan pria di Inggris pada awal abad ke-20. Dia adalah anggota Persatuan Sosial dan Politik Wanita (Women's Social and Political Union, WSPU) dan pejuang yang militan. Selama hidupnya, dia sudah ditangkap sebanyak sepuluh kali, terlibat gerakan mogok makan sebanyak tujuh kali, dan dihukum dengan disuapi secara paksa sebanyak 49 kali. Dia tewas karena tertabrak kuda milik Raja George V bernama Anmer di Epsom Derby 1913 ketika dia berjalan di dalam lintasan selama pertandingan berlangsung.

Emily Wilding Davison pada c. 1910–1912

Emily tumbuh besar dalam keluarga kelas menengah. Dia menuntut ilmu di Kolese Royal Holloway, London, dan Kolese St Hugh's, Oxford, sebelum bekerja sebagai guru dan pengajar anak pribadi. Dia bergabung di WSPU pada 1906. Di organisasi ini, dia menjadi pekerja dan ketika berlangsung pawai, dia menjadi pramutama kabin. Dia lekas menjadi terkenal di organisasi ini karena tindakan militannya yang berani; taktiknya meliputi pemecahan jendela, penimpukan batu, dan pembakaran kotak pos. Dia juga pernah bersembunyi di Istana Westminster semalam suntuk sebanyak tiga kali, satu di antaranya dilakukan pada malam sensus 1911. Pemakamannya pada 14 Juni 1913 dilangsungkan oleh WSPU. Sebanyak 5.000 pejuang hak suara perempuan dan pendukungnya mengiringi peti jenazahnya dan 50.000 orang berduyun-duyun membentuk rute iring-iringan peti jenazahnya di seluruh London. Peti jenazahnya kemudian diberangkatkan dengan kereta api menuju kediaman keluarganya di Morpeth, Northumberland.

Emily adalah feminis yang teguh pendirian dan penganut Kristen yang taat. Dia menganggap bahwa sosialisme adalah kekuatan moral dan politik demi kebaikan. Sebagian besar hidupnya coba dipelajari oleh para sejarawan selepas kematiannya. Dia tidak memberikan penjelasan sebelumnya tentang apa yang ia rencanakan di Epsom Derby dan ketidakpastian motif dan niatnya yang berpengaruh terhadap kajian historis mengenai dirinya. Beberapa teori telah dikemukakan untuk memecahkan misteri ini, di antaranya teori kecelakaan, bunuh diri, atau sebuah percobaan untuk memasang spanduk bertuliskan tuntutan hak suara perempuan di kuda milik raja.

Biografi

Masa kecil dan pendidikan

 
Davison pada 1908

Emily Wilding Davison was born at Roxburgh House, Greenwich, in south-east London on 11 October 1872. Her parents were Charles Davison, a retired merchant, and Margaret, née Caisley, both of Morpeth, Northumberland.[1] At the time of his marriage to Margaret in 1868, Charles was 45 and Margaret was 19.[2] Emily was the third of four children born to the couple; her younger sister died of diphtheria in 1880 at the age of six.[3][4][5] The marriage to Margaret was Charles's second; his first marriage produced nine children before the death of his wife in 1866.[1]

The family moved to Sawbridgeworth, Hertfordshire, while Davison was still a baby; until the age of 11 she was educated at home. When her parents moved the family back to London she went to a day school, then spent a year studying in Dunkirk, France.[6] When she was 13 she attended Kensington High School and later won a bursary to Royal Holloway College in 1891 to study literature. Her father died in early 1893 and she was forced to end her studies because her mother could not afford the fees of £20 a term.[7][a]

On leaving Holloway, Davison became a live-in governess, and continued studying in the evenings.[9] She saved enough money to enrol at St Hugh's College, Oxford, for one term to sit her finals;[b] she achieved first-class honours in English, but could not graduate because degrees from Oxford were closed to women.[11] She worked briefly at a church school in Edgbaston between 1895 and 1896, but found it difficult and moved to Seabury, a private school in Worthing, where she was more settled; she left the town in 1898 and became a private tutor and governess to a family in Northamptonshire.[11][12][13] In 1902 she began reading for a degree at the University of London; she graduated with third-class honours in 1908.[14][c]

Aktivisme

Emily bergabung di Persatuan Sosial dan Politik Wanita (Women's Social and Political Union, WSPU) pada November 1906.[16] Dibentuk pada 1903 oleh Emmeline Pankhurst, WSPU menyatukan siapapun jua yang berpikir taktik militan dan konfrontasional dibutuhkan untuk mencapai tujuan hak suara perempuan yang sesungguhnya.[17][d] Emily ikut serta dalam kampanye WSPU, dan menjadi pekerja organisasi dan jenang kepala dalam pawai.[19] Pada 1908 atau 1909, dia meninggalkan pekerjaan mengajarnya dan mengabdikan hidupnya sepenuhnya untuk WSPU.[1] Emily mulai mengambil aksi yang lebih konfrontasional, yang menjadi sandaran bagi Sylvia Pankhurst (anak Emmeline dan anggota purnawaktu WSPU) untuk mendeskripsikan Emily sebagai satu di antara anggota militan yang paling berani dan nekat.[20][21] Pada Maret 1909, Emily ditangkap untuk pertama kalinya karena ia menjadi bagian dari utusan yang terdiri dari 21 wanita yang berpawai dari Caxton Hall untuk menemui Perdana Menteri Herbert Henry Asquith.[22] Pawai ini berakhir ricuh dengan polisi, dan dia ditangkap karena menyerang polisi dalam melaksanakan tugasnya. Karenanya dia diganjar hukuman penjara selama sebulan.[23][24] Setelah dibebaskan dari penjara, dia menulis untuk Votes for Women, koran yang dimiliki WSPU. Dalam tulisannya, dia berkata: "Melalui pekerjaan saya yang hina dalam hal yang paling mulia ini, saya berhasil mencapai pekerjaan yang paripurna dan ketertarikan dalam hidup yang belum pernah saya alami sebelumnya.[25][e]

 
Seorang pejuang hak suara perempuan yang disuapi secara paksa di Penjara Holloway, c. 1911

Pada Juli 1909, Emily ditangkap bersama pejuang hak suara perempuan lainnya Mary Leigh dan Alice Paul karena mengganggu sebuah pertemuan umum yang terlarang bagi wanita. Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh Menteri Keuangan David Lloyd George. Emily dihukum dua bulan karenanya. Di dalam penjara, dia melakukan mogok makan dan kemudian dibebaskan selepas lima setengah hari mendekam di balik jeruji besi.[22][26] Karenanya, dia kehilangan massa tubuh sebesar 21 pon (9,5 kg); dia menyatakan bahwa dia merasa sangat lemah karena massa tubuhnya menurun drastis.[27] Dia kembali ditangkap pada September tahun yang sama karena menimpuk batu ke jendela hingga pecah dalam sebuah pertemuan politik. Pertemuan yang hanya terbuka untuk pria tersebut dihelat untuk memprotes Anggaran Belanja Britania Raya 1909. Dia dijebloskan ke dalam Penjara Strangeways selama dua bulan. Dia kembali melakukan mogok makan dan dibebaskan setelah dua setengah hari mendekam di balik jeruji besi.[28] Dia kemudian menulis kepada The Manchester Guardian untuk membenarkan tindakannya melempari batu dalam pertemuan politik itu. Dia menyebut tindakan tersebut sebagai peringatan bagi masyarakat umum tentang risiko pribadi yang mereka lakukan di masa depan jika mereka pergi ke pertemuan para menteri-menteri kabinet di mana saja. Dia kemudian menambahkan bahwa tindakan ini dibenarkan karena tindakan inkonstitusional para menteri kabinet dalam menangani 'pertemuan umum' yang tidak melibatkan sebagian besar masyarakat.[29][30]

Emily kembali ditangkap pada awal Oktober 1909 ketika bersiap-siap melempar sebuah batu kepada Menteri Kabinet Walter Runciman; dia keliru Lloyd George menumpangi mobil yang ia gunakan untuk perjalanan. Rekannya sesama pejuang hak suara perempuan, Constance Lytton, mula-mula melemparinya, sebelum polisi berhasil menengahi mereka. Emily didakwa dengan alasan percobaan penyerangan, tetapi terbukti tidak bersalah, sementara Constance dipenjara selama sebulan.[31] Emily memanfaatkan kehadirannya di pengadilan untuk menyuarakan pidatonya; pidatonya dikutip secara lengkap ataupun sepotong-sepotong di dalam surat kabar.[32] Dua minggu kemudian, Emily melempar batu kepada Walter dalam sebuah pertemuan politik di Radcliffe, Manchester Raya, sehingga dia ditangkap kembali dan dijatuhi hukuman kerja paksa selama seminggu. Dia kembali melakukan mogok makan, tetapi pemerintah telah mengesahkan hukuman penyuapan secara paksa kepada tahanan.[23][33] Sejarawan Gay Gullickson mendeskripsikan taktik yang digunakan Emily sangat menyakitkan, mengerikan secara psikologis, dan meningkatkan kemungkinan meninggal di dalam penjara karena kesalahan medis atau kesalahan penilaian resmi.[27] Emily mengatakan bahwa peristiwa itu akan menghantuinya dengan segala kengeriannya sepanjang hidupnya dan hampir tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, sembari menyebut penyiksaan yang ia terima sebagai tak berperikemanusiaan.[34][f] Untuk mencegah hal tersebut terulang kembali, Emily memblokade dirinya di dalam penjara menggunakan kasur dan bangku yang ada serta menolak petugas penjara memasuki selnya. Karena tidak berhasil memasuki selnya, petugas penjara mencoba merangsek masuk dengan cara memecahkan salah satu panel jendela ke dalam sel dan menyemprot tabung api kepada Emily selama 15 menit. Ketika pintu sudah terbuka, sel itu sudah terendam air sedalam enam inci. Emily dilarikan ke rumah sakit penjara dan perawat menghangatkan tubuhnya dengan botol air panas. Segera setelah itu, dia disuapi secara paksa dan baru dibebaskan setelah ditahan selama delapan hari.[35][36] Perlakuan yang diterima Emily mendorong anggota parlemen dari Partai Buruh Keir Hardie untuk mengajukan pertanyaan di Dewan Rakyat tentang serangan yang dilakukan terhadap seorang narapidana wanita di Strangeways.[37] Emily menggugat pihak penjara karena menggunakan selang api dan dia mendapatkan 40 shilling sebagai ganti rugi pada Januari 1910.[38]

Pada April 1910, Emily memutuskan mengunjungi Dewan Rakyat untuk bertanya mengenai hak suara perempuan kepada Herbert. Emily memasuki Istana Westminster bersama anggota masyarakat lainnya dan memasuki sistem pemanas, tempat dia bersembunyi semalam suntuk. Dalam perjalanan dari tempat persembunyiannya, dia ditangkap oleh seorang polisi, tetapi polisi tersebut tidak menuntutnya.[39][40] Pada bulan yang sama, dia menjadi pegawai WSPU dan mulai menulis untuk Votes for Women.[41][42][g]

Pada awal 1910, sekelompok anggota parlemen yang bipartisan membentuk Komite Konsiliasi dan mengajukan Rancangan Undang-undang Konsiliasi yang akan memberikan hak suara kepada jutaan wanita, selama mereka memiliki harta kekayaan. Sementara RUU ini sedang dibahas, WSPU menghentikan sementara tindakan militan mereka. RUU ini dinyatakan gagal pada November karena Pemerintahan Liberal Herbert mengingkari janji untuk memberi waktu bagi anggota parlemen untuk memperdebatkan RUU tersebut.[44] Perwakilan WSPU yang terdiri dari sekitar 300 wanita mencoba mengajukan petisi kepada Herbert, tetapi mereka dicegah oleh polisi yang menanggapi mereka dengan agresif. Para pejuang hak suara perempuan tersebut yang menyebut hari itu sebagai Jumat Hitam. Mereka mengeluhkan sebagian besar dari serangan yang mereka terima itu bersifat seksual.[45][46] Emily tidak termasuk dalam 122 orang yang ditangkap, tetapi marah karena perlakuan yang diterima perwakilan WSPU, sehingga keesokan harinya dia memecahkan beberapa jendela di Crown Office di parlemen. Karenanya, dia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara selama sebulan. Dia kembali melakukan mogok makan dan disuapi secara paksa selama delapan hari sebelum akhirnya dibebaskan.[47][h]

Pada malam sensus 1911 yang jatuh pada 2 April, Emily bersembunyi di dalam lemari di St Mary Undercroft, sebuah kapel yang terletak di Istana Westminster. Dia tetap bersembunyi semalam suntuk untuk menghindari dirinya ikut serta dalam sensus. Upaya ini adalah bagian dari tindakan pejuang hak suara perempuan yang lebih luas untuk menghindari diri dari pendaftaran oleh negara. Dia ditemukan oleh petugas kebersihan yang melaporkan keberadaannya sehingga dia ditahan kembali, tetapi tidak dituntut. Clerk of Works di Dewan Rakyat mengisi borang sensus untuk measukkan Emily dalam pengembalian. Emily dimasukkan ke dalam sensus sebanyak dua kali karena majikannya juga menganggap Emily ada di dalam penginapan.[49][50][i] Emily terus mengirim tulisan kepada media untuk mengedepankan sikap WSPU tanpa melibatkan kekerasan apapun (dia telah menerbitkan 12 tulisannya di The Manchester Guardian antara 1909 dan 1911) dan dia menggelar kampanye antara 1911 dan 1913 ketika dia mengirim hampir 200 tulisan ke lebih dari 50 surat kabar.[51][52] Beberapa tulisannya kemudian diterbitkan, termasuk sekitar 26 tulisan yang diterbitkan di The Sunday Times antara September 1910 dan 1912.[53]

 
Emily pada 1912 atau 1913

Emily mengembangkan taktik baru pembakaran sengaja kotak surat pada Desember 1911. Dia ditangkap karena pembakaran sengaja kotak surat di luar parlemen secara sengaja dan juga mengaku membakar dua orang lainnya. Dia kemudian dijebloskan ke HM Prison Holloway, tetapi dia malah tidak melakukan mogok makan seperti biasanya. Pihak berwenang meminta dia disuapi secara paksa antara 29 Februari dan 7 Maret 1912 karena mereka menganggap kesehatan dan selera makan Emily menurun. Pada bulan Juni, dia dan tahanan pejuang hak suara perempuan lainnya memblokade diri mereka di jeruji besi mereka dan melancarkan mogok makan sehingga pihak penjara mendobrak pintu penjara dan menyuapi mereka secara paksa.[54] Setelah disuapi secara paksa, Emily memutuskan untuk melakukan sesuatu yang ia deskripsikan sebagai protes yang putus asa yang dilakuan untuk menghentikan penyiksaan yang mengerikan, sembari menyebut itu menjadi taruhan bagi dia dan tahanan lainnya.[j] Dia kemudian terjun dari salah satu balkon interior penjara.[55] Emily kemudian menulis:

Segera setelah saya keluar dari penjara, saya memanjat pagar dan menjatuhkan diriku ke jaring kawat, yang berjarak antara 20 dan 30 kaki. Ide di benak saya adalah "sebuah tragedi besar dapat menyelamatkan banyak orang yang lainnya". Saya menyadari bahwa cara terbaik saya melaksanakan tujuan saya adalah tangga besi. Ketika kesempatan yang bagus tiba, saya berjalan lewat tangga dengan sengaja dan menjatuhkan diriku dari atas tangga besi, sebagaimana yang saya maksud. Jika saya berhasil, tidak diragukan lagi saya pasti tewas, karena terjun dari ketinggian antara 30 dan 40 kaki, tetapi beruntung saya menangkap ujung jaring. Saya kemudian melemparkan diri saya ke depan dengan sekuat tenaga.[k][55]

Sebagai dampak dari upayanya kabur dari penjara, dua tulang punggung Emily retak dan kepalanya mengalami luka yang parah. Tak lama setelah itu, Emily kembali disuapi secara paksa sebelum dibebaskan sepuluh hari lebih awal meskipun masih menderita karena luka-lukanya.[23][56] Dia menulis kepada The Pall Mall Gazette untuk menjelaskan alasan dia mencoba bunuh diri:

Saya sengaja melakukannya dengan segenap kekuatan saya karena saya merasa bahwa hanya dengan pengorbanan hidup manusia, bangsa ini akan dibawa untuk menyadari siksaan mengerikan yang dihadapi wanita-wanita kami!" Jika saya berhasil, saya yakin bahwa penyuapan paksa tidak mungkin dapat dilakukan dengan hari nurani lagi.[l][57]

Sebagai hasil dari tindakannya, Emily menderita ketidaknyamanan selama sisa hidupnya.[21] Tindakannya pembakaran kotak pos secara sengaja tidak diakui oleh pemimpin WSPU. Karena tindakan ini bersama dengan tindakan lainnya, ia tidak disukai oleh organisasi. Sylvia Pankhurst kemudian menulis bahwa pemimpin WSPU ingin mencegah Emily dalam kecenderungan melakukan seperti itu, sembari menyebut Emily dikutuk dan dikucilkan sebagai orang yang berkemauan sendiri yang tetap bertindak atas inisiatifnya sendiri tanpa menunggu arahan resmi.[m][58] Pernyataan yang ditulis Emily tentang pembebasannya dari penjara untuk The Suffragette (surat kabar resmi kedua WSPU) diterbitkan oleh WSPU selepas kematiannya.[1][59]

Pada November 1912, Emily ditangkap untuk terakhir kalinya karena menyerang seorang pendeta Baptis dengan cemeti kuda, Emily salah mengira pria tersebut sebagai Lloyd George. Emily dijatuhi hukuman penjara selama sepuluh hari dan dibebaskan lebih awal selepas mogok makan selama empat hari.[23][60] Mogok makan ini adalah mogok makan ketujuh yang dia lakukan, dan kali ke-49 dia disuapi secara paksa.[61]

Kecelakaan fatal di Derby

Potongan film berita dari Pathé News yang menampilkan Emily ditabrak Anmer antara 5:51 dan 6:15.

Pada 4 Juni 1913, Emily mendapat dua bendera berwarna ungu, putih, dan hijau dari kantor WSPU. Dia kemudian melawat ke Epsom, Surrey, menggunakan kereta api untuk menonton pertandingan Derby.[62] Dia berdiri di Tattenham Corner, tikungan terakhir di depan home straight. Di titik ini dalam perlombaan, dengan beberapa kuda telah melewatinya, dia merunduk di bawah pahar pengaman dan berlari ke lintasan, dan saat itu dia bisa jadi memegang salah satu bendera pejuang hak suara perempuan. Dia meraih tali kekang Anmer (kuda George V yang ditunggangi oleh Herbert Jones), lalu kuda yang melaju dengan kecepatan sekitar 35 mil (56 km) per jam itu menabraknya setelah bergerak dari palang rintang selama empat detik.[63][64][65] Anmer jatuh karena tabrakan itu dan sempat berguling-guling di atas tubuh sang joki, yang kakinya sempat tertahan di sanggurdi.[63][64] Emily terjatuh ke tanah dan langsung tak sadarkan diri. Beberapa sumber menyebut dia ditendang di bagian kepala oleh Anmer, tetapi ahli bedah yang menangani Emily menyebut tidak dapat menemukan jejak tendangan kuda di jasad Emily.[66][n] Peristiwa ini direkam oleh tiga kamera berita.[67][o]

 
The return stub of the ticket Davison used on her journey to Epsom

Pengamat pertandingan bergegas ke lintasan dan berusaha untuk membantu Emily dan Herbert sampai keduanya dilarikan ke rumah sakit terdekat yaitu Rumah Sakit Epsom Cottage. Dia dioperasi dua hari kemudian, tetapi dia tidak pernah sadarkan diri. Saat terbaring di rumah sakit, dia menerima surat kebencian.[69][70][p] Emily menjemput ajal pada 8 Juni karena mengalami patah tulang pada pangkal tengkoraknya.[73] Dari Emily, ditemukan dua bendera pejuang hak suara perempuan, potongan tiket kembali kereta api ke London, kartu pertandingannya, sebuah tiket ke tarian pejuang hak suara perempuan pada hari itu dan sebuah buku harian dengan janji untuk minggu berikutnya.[74][75][q] Sang Raja dan Ratu Mary hadir dalam perlombaan tersebut dan menanyakan kesehatan Herbert dan Emily. Raja kemudian mencatat dalam buku hariannya bahwa itu adalah proses yang paling disesalkan dan memalukan"; dalam jurnalnya, Ratu menggambarkan Emily sebagai wanita yang mengerikan.[77] Herbert menderita gegar otak berikut cedera lainnya dan menghabiskan malam tanggal 4 Juni di London sebelum kembali ke rumahnya pada hari berikutnya.[78] Dia hanya bisa mengingat sedikit peristiwa itu: "Dia sepertinya mencengkeram kudaku, dan aku merasa kudaku menyerangnya."[79] Dia cukup pulih untuk menunggangi ANmer di Ascot Racecourse dua minggu kemudian.[75]

The inquest into Davison's death took place at Epsom on 10 June; Jones was not well enough to attend.[80] Davison's half-brother, Captain Henry Davison, gave evidence about his sister, saying that she was "a woman of very strong reasoning faculties, and passionately devoted to the women's movement".[81] The coroner decided that, in the absence of evidence to the contrary, Davison had not committed suicide.[82] The coroner also decided that, although she had waited until she could see the horses, "from the evidence it was clear that the woman did not make for His Majesty's horse in particular".[82] The verdict of the court was:

that Miss Emily Wilding Davison died of fracture of the base of the skull, caused by being accidentally knocked down by a horse through wilfully rushing on to the racecourse on Epsom Downs during the progress of the race for the Derby; death was due to misadventure.[81]

Halaman depan media yang bersimpati dengan perjuangan akan hak suara perempuan
The Daily Sketch, 9 Juni 1913
The Suffragette, 13 Juni 1913

Davison's purpose in attending the Derby and walking onto the course is unclear. She did not discuss her plans with anyone or leave a note.[83][84] Several theories have been suggested, including that she intended to cross the track, believing that all horses had passed; that she wanted to pull down the King's horse; that she was trying to attach one of the WSPU flags to a horse; or that she intended to throw herself in front of one of the horses.[85] The historian Elizabeth Crawford considers that "subsequent explanations of ... [Davison's] action have created a tangle of fictions, false deductions, hearsay, conjecture, misrepresentation and theory".[86]

In 2013 a Channel 4 documentary used forensic examiners who digitised the original nitrate film from the three cameras present. The film was digitally cleaned and examined. Their examination suggests that Davison intended to throw a suffragette flag around the neck of a horse or attach it to the horse's bridle.[r] A flag was gathered from the course; this was put up for auction and, as at 2017, it hangs in the Houses of Parliament.[85] Michael Tanner, the horse-racing historian and author of a history of the 1913 Derby, doubts the authenticity of the item. Sotheby's, the auction house who sold it, describe it as a sash that was "reputed" to have been worn by Davison. The seller stated that her father, Richard Pittway Burton, was the Clerk of the Course at Epsom; Tanner's search of records shows Burton was listed as a dock labourer two weeks prior to the Derby. The official Clerk of the Course on the day of the Derby was Henry Mayson Dorling.[88] When the police listed Davison's possessions, they itemised the two flags provided by the WSPU, both folded up and pinned to the inside of her jacket. They measured 44.5 by 27 inches (113 x 69 cm); the sash displayed at the Houses of Parliament measures 82 by 12 inches (210 x 30 cm).[89]

Tanner considers that Davison's choice of the King's horse was "pure happenstance", as her position on the corner would have left her with a limited view.[90] Examination of the newsreels by the forensic team employed by the Channel 4 documentary determined that Davison was closer to the start of the bend than had been previously assumed, and would have had a better view of the oncoming horses.[65][85]

The contemporary news media were largely unsympathetic to Davison,[91] and many publications "questioned her sanity and characterised her actions as suicidal".[92] The Pall Mall Gazette said it had "pity for the dementia which led an unfortunate woman to seek a grotesque and meaningless kind of 'martyrdom' ",[93] while The Daily Express described Davison as "A well-known malignant suffragette,  ... [who] has a long record of convictions for complicity in suffragette outrages."[94] The journalist for The Daily Telegraph observed that "Deep in the hearts of every onlooker was a feeling of fierce resentment with the miserable woman";[91] the unnamed writer in The Daily Mirror opined that "It was quite evident that her condition was serious; otherwise many of the crowd would have fulfilled their evident desire to lynch her."[95]

The WSPU were quick to describe her as a martyr, part of a campaign to identify her as such.[96][97] The Suffragette newspaper marked Davison's death by issuing a copy showing a female angel with raised arms standing in front of the guard rail of a racecourse.[98] The paper's editorial stated that "Davison has proved that there are in the twentieth century people who are willing to lay down their lives for an ideal".[99] Religious phraseology was used in the issue to describe her act, including "Greater love hath no man than this, that he lay down his life for his friends", which Gullickson reports as being repeated several times in subsequent discussions of the events.[100] A year after the Derby, The Suffragette included "The Price of Liberty", an essay by Davison. In it, she had written "To lay down life for friends, that is glorious, selfless, inspiring! But to re-enact the tragedy of Calvary for generations yet unborn, that is the last consummate sacrifice of the Militant".[101]

Pemakaman

 
Bagian dari prosesi pemakaman Emily di Morpeth, Northumberland

Pada 14 Juni 1913, jasad Emily diangkut dari Epsom ke London dan di peti matinya tertulis "Berjuanglah. Tuhan akan menganugerahkan kemenangan."[102] Lima ribu wanita yang didukung ratusan pendukung dari kalangan pria membentuk prosesi yang mengantar jasad Emily dari Victoria ke Stasiun Kings Cross; prosesi ini berhenti di St George's, Bloomsbury untuk melakukan layanan singkat.[103] Praa wanita berbaris dalam barisan menggunakan warna pejuang hak suara perempuan yaitu putih dan ungu, yang digambarkan The Manchester Guardian sebagai sesuatu dari kecemerlangan pemakaman militer yang disengaja.[103] 50.000 orang berbaris di sepanjang jalur prosesi, yang digambarkan penulis biografi Emily bernama June Purvis sebagai [96][104] Emmeline Pankhurst direncanakan menjadi bagian dari prosesi, tetapi dia ditangkap pada pagi itu, seolah-olah akan dikembalikan ke penjara di bawah "Undang-undang Kucing dan Tikus" (1913).[81][103][s]

Peti mati dibawa dengan kereta api ke Newcastle upon Tyne yang dijaga seorang pasukan pengamanan dari kalangan pejuang hak suara perempuan dalam perjalanan; kerumunan orang berdiri di samping kereta api di perhentian terjadwal. Peti mati itu tetap berada semalaman di stasiun pusat kota sebelum dibawa ke Morpeth. Sebuah prosesi yang melibatkan ratusan pejuang hak suara perempuan mengawal peti mati tersebut dari stasiun ke Gereja Perawan Maria; prosesi tersebut ditonton ribuan orang. Hanya beberapa pejuang hak suara perempuan yang memasuki halaman gereja karana pelayanan dan pemakamannya tertutup untuk umum.[103][106] Di batu nisannya tertulis slogan WSPU berbunyi "Perbuatan bukan kata-kata".[107]

Analisis

 
Davison towards the end of her life, showing the effects of hunger strikes and force feeding[108]

Davison's death marked a culmination and a turning point of the militant suffragette campaign. The First World War broke out the following year and, on 10 August 1914, the government released all women hunger strikers and declared an amnesty. Emmeline Pankhurst suspended WSPU operations on 13 August.[109][110] Pankhurst subsequently assisted the government in the recruitment of women for war work.[111][112] In 1918 Parliament passed the Representation of the People Act 1918. Among the changes was the granting of the vote to women over the age of 30 who could pass property qualifications.[t] The legislation added 8.5 million women to the electoral roll; they constituted 43% of the electorate.[113][114] In 1928 the Representation of the People (Equal Franchise) Act lowered the voting age for women to 21 to put them on equal terms with male voters.[115][116]

Crawford sees the events at the 1913 Derby as a lens "through which ... [Davison's] whole life has been interpreted",[11] and the uncertainty of her motives and intentions that day has affected how she has been judged by history.[97][117] Carolyn Collette, a literary critic who has studied Davison's writing, identifies the different motives ascribed to Davison, including "uncontrolled impulses" or a search for martyrdom for women's suffrage. Collette also sees a more current trend among historians "to accept what some of her close contemporaries believed: that Davison's actions that day were deliberate" and that she attempted to attach the suffragette colours to the King's horse.[117] Cicely Hale, a suffragette who worked at the WSPU and who knew Davison, described her as "a fanatic" who was prepared to die but did not mean to.[118] Other observers, such as Purvis, and Ann Morley and Liz Stanley—Davison's biographers—agree that Davison did not mean to die.[119][120]

Davison was a staunch feminist and a passionate Christian[121][122] whose outlook "invoked both medieval history and faith in God as part of the armour of her militancy".[123] Her love of English literature, which she had studied at Oxford, was shown in her identification with Geoffrey Chaucer's The Knight's Tale, including being nicknamed "Faire Emelye".[124][125] Much of Davison's writing reflected the doctrine of the Christian faith and referred to martyrs, martyrdom and triumphant suffering; according to Collette, the use of Christian and medieval language and imagery "directly reflects the politics and rhetoric of the militant suffrage movement". Purvis writes that Davison's committed Anglicanism would have stopped her from committing suicide because it would have meant that she could not be buried in consecrated ground.[123][126] Davison wrote in "The Price of Liberty" about the high cost of devotion to the cause:

In the New Testament, the Master reminded His followers that when the merchant had found the Pearl of Great Price, he sold all that he had in order to buy it. That is the parable of Militancy! It is that which the women warriors are doing to-day.
Some are truer warriors than others, but the perfect Amazon is she who will sacrifice all even unto the last, to win the Pearl of Freedom for her sex.[101][127]

Davison held a firm moral conviction that socialism was a moral and political force for good.[128] She attended the annual May Day rallies in Hyde Park and, according to the historian Krista Cowman, "directly linked her militant suffrage activities with socialism".[129] Her London and Morpeth funeral processions contained a heavy socialist presence in appreciation of her support for the cause.[129]

Tinggalan

 
Plaque to Davison at Epsom Downs Racecourse

In 1968 a one-act play written by Joice Worters, Emily, was staged in Northumberland, focusing on the use of violence against the women's campaign.[130] Davison is the subject of an opera, Emily (2013), by the British composer Tim Benjamin, and of "Emily Davison", a song by the American rock singer Greg Kihn.[131] Davison also appears as a supporting character in the 2015 film Suffragette, in which she is portrayed by Natalie Press. Her death and funeral form the climax of the film.[132] In January 2018 the cantata Pearl of Freedom, telling the story of Davison's suffragette struggles, was premiered. The music was by the composer Joanna Marsh; the librettist was David Pountney.[133]

In 1990 the Labour MPs Tony Benn and Jeremy Corbyn placed a commemorative plaque inside the cupboard in which Davison had hidden eighty years earlier.[134][135] In April 2013 a plaque was unveiled at Epsom racecourse to mark the centenary of her death.[136] In January 2017 Royal Holloway, University of London announced that its new library would be named after her.[137] The statue of Millicent Fawcett in Parliament Square, London, unveiled in April 2018, features Davison's name and picture, along with those of 58 other women's suffrage supporters, on the plinth of the statue.[138] The Women's Library, at the London School of Economics, holds several collections related to Davison. They include her personal papers and objects connected to her death.[74]

Catatan dan catatan kaki

Catatan

  1. ^ £20 in 1892 equates to approximately £2.100 in 2024 pounds, according to calculations based on Consumer Price Index measure of inflation.[8]
  2. ^ At the time of Davison's studies, Holloway was not a constituent school of the University of London and could not award degrees, so her studies were for the qualification of the Oxford Honour School.[10]
  3. ^ Sources differ over the subject of her degree. Some state that she studied modern languages,[1][14] others that she graduated in classics and mathematics.[15][16]
  4. ^ Beberapa taktik di antaranya termasuk vandalisme, pembakaran disengaja, dan penanaman bom.[18]
  5. ^ Aslinya: "Through my humble work in this noblest of all causes I have come into a fullness of job and an interest in living which I never before experienced."
  6. ^ Aslinya: "will haunt me with its horror all my life, and is almost indescribable. ... The torture was barbaric."
  7. ^ Walaupun beberapa sumber, termasuk Colmore dan Purvis, menyatakan bawa Emily dipekerjakan di Departemen Informasi WSPU, wartawan Fran Abrams menulis bahwa Emily tidak pernah digaji sebagai anggota staf WSPU, tetapi dia dibayar bagi setiap artikel yang dia tulis untuk Votes for Women.[43]
  8. ^ Meskipun RUU Konsiliasi gagal diberlakukan, WSPU tetap tidak melakukan kegiatan apapun hingga Mei 1911 ketika RUU Konsiliasi kedua yang telah lolos Pembacaan Kedua dibatalkan oleh pemerintah karena alasan politik internal. WSPU melihat ini sebagai pengkhianatan dan kembali melanjutkan tindakan militan mereka.[48]
  9. ^ Davison juga menghabiskan waktu semala di Istana Westminster pada Juni 1911.[23]
  10. ^ Aslinya: "desperate protest... made to put a stop to the hideous torture, which was now our lot"
  11. ^ Aslinya: "...as soon as I got out I climbed on to the railing and threw myself out to the wire-netting, a distance of between 20 and 30 feet. The idea in my mind was "one big tragedy may save many others". I realised that my best means of carrying out my purpose was the iron staircase. When a good moment came, quite deliberately I walked upstairs and threw myself from the top, as I meant, on to the iron staircase. If I had been successful I should undoubtedly have been killed, as it was a clear drop of 30 to 40 feet. But I caught on the edge of the netting. I then threw myself forward on my head with all my might."
  12. ^ Aslinya: "I did it deliberately and with all my power, because I felt that by nothing but the sacrifice of human life would the nation be brought to realise the horrible torture our women face! If I had succeeded I am sure that forcible feeding could not in all conscience have been resorted to again.
  13. ^ Aslinya: "to discourage... [Davison] in such tendencies ... She was condemned and ostracized as a self-willed person who persisted in acting upon her own initiative without waiting for official instructions."
  14. ^ Aslinya: "I could find no trace of her having been kicked by a horse."
  15. ^ Craganour yang difavoritkan para pembuat taruhan terlebih dahulu melewati garis finis, tetapi penyelidikan oleh seorang pelayan membuat Cragonour ditempatkan di urutan terakhir sehingga Aboyeur berhasil menjadi pemenang dalam pertandingan ini.[68]
  16. ^ Sebuah surat yang bertandatangankan "Pria Inggris" bertuliskan: "Saya senang Anda dirawat di rumah sakit. Saya harap Anda menderita karena siksaan sampai Anda mati, idiot. ... sata ingin mendapat kesempatan untuk merasan kelaparan dan memukuli Anda sampai terkulai jatuh."[71][72]
  17. ^ Keberadaan tiket kembali dianggap sebagai bukti bahwa Emily tidak bermaksud melakukan bunuh diri; penelitian oleh Elizabeth menunjukkan bahwa pada hari Derby, hanya tiket pulang yang ada.[76]
  18. ^ Carolyn Collette, a literary critic who has studied Davison's writing, observes that there have long been stories of Davison practising at grabbing bridles of horses, but these are all unconfirmed.[87]
  19. ^ The Cat and Mouse Act—officially the Prisoners (Temporary Discharge for Ill Health) Act 1913—was introduced by the Liberal government to counter the suffragette tactic of hunger strikes. The act allowed the prisoners to be released on licence as soon as the hunger strike affected their health, then to be re-arrested when they had recovered to finish their prison sentences.[105]
  20. ^ To be able to vote women had to be householders or the wives of householders, or pay more than £5 a year in rent, or be a graduate of a British university. Practically all the property qualifications for men were abolished by the act.[109]

Catatan kaki

  1. ^ a b c d e San Vito 2008.
  2. ^ Sleight 1988, hlm. 22–23.
  3. ^ Howes 2013, 410–422.
  4. ^ Sleight 1988, hlm. 22–24.
  5. ^ Tanner 2013, hlm. 156.
  6. ^ Colmore 1988, hlm. 5, 9.
  7. ^ Sleight 1988, hlm. 26–27.
  8. ^ Indeks Harga Eceran di Britania Raya berbasis data dari Clark, Gregory (2017). "The Annual RPI and Average Earnings for Britain, 1209 to Present (New Series)". MeasuringWorth. Diakses tanggal 27 Januari 2019. 
  9. ^ Colmore 1988, hlm. 15.
  10. ^ Abrams 2003, hlm. 161.
  11. ^ a b c Crawford 2003, hlm. 159.
  12. ^ Tanner 2013, hlm. 160.
  13. ^ Sleight 1988, hlm. 28–30.
  14. ^ a b Tanner 2013, hlm. 161.
  15. ^ Gullickson 2008, hlm. 464.
  16. ^ a b Purvis 2013a, hlm. 354.
  17. ^ Naylor 2011, hlm. 18.
  18. ^ Webb 2014, hlm. xiii–xiv, 60.
  19. ^ Sleight 1988, hlm. 32.
  20. ^ Pankhurst 2013, 6363.
  21. ^ a b Naylor 2011, hlm. 19.
  22. ^ a b Crawford 2003, hlm. 160.
  23. ^ a b c d e A. J. R. 1913, hlm. 221.
  24. ^ Tanner 2013, hlm. 167.
  25. ^ Davison, Votes for Women, 1909.
  26. ^ Colmore 1988, hlm. 21–22.
  27. ^ a b Gullickson 2008, hlm. 465.
  28. ^ Colmore 1988, hlm. 24.
  29. ^ Davison, The Manchester Guardian, 1909.
  30. ^ Bearman 2007, hlm. 878.
  31. ^ Colmore 1988, hlm. 24–25.
  32. ^ Stanley 1995, hlm. 236.
  33. ^ Purvis 2013a, hlm. 355.
  34. ^ Collette 2013, hlm. 133.
  35. ^ Gullickson 2008, hlm. 468–469.
  36. ^ Collette 2013, hlm. 133–135.
  37. ^ Hardie, 1909.
  38. ^ Colmore 1988, hlm. 32–33.
  39. ^ Sleight 1988, hlm. 42–43.
  40. ^ "Emily Wilding Davison found hiding in a ventilation shaft".
  41. ^ Colmore 1988, hlm. 36–37.
  42. ^ Purvis 2013a, hlm. 356.
  43. ^ Abrams 2003, hlm. 167.
  44. ^ Foot 2005, hlm. 210–211.
  45. ^ Gullickson 2008, hlm. 470.
  46. ^ Purvis 2002, hlm. 150.
  47. ^ Crawford 2003, hlm. 161.
  48. ^ Foot 2005, hlm. 211–212.
  49. ^ Liddington, Crawford & Maund 2011, hlm. 108, 124.
  50. ^ "A Night in Guy Fawkes Cupboard", Votes For Women, 1911.
  51. ^ Collette 2013, hlm. 173.
  52. ^ Tanner 2013, hlm. 183.
  53. ^ Crawford 2014, hlm. 1006–1007.
  54. ^ Colmore 1988, hlm. 43–44.
  55. ^ a b Davison 1913, hlm. 577.
  56. ^ Cawthorne 2017.
  57. ^ Davison 1912, hlm. 4.
  58. ^ Pankhurst 2013, 9029.
  59. ^ Morley & Stanley 1988, hlm. 74.
  60. ^ Purvis 2013a, hlm. 357.
  61. ^ West 1982, hlm. 179.
  62. ^ Colmore 1988, hlm. 56–57.
  63. ^ a b Purvis 2013b.
  64. ^ a b Tanner 2013, hlm. 214–215.
  65. ^ a b Secrets of a Suffragette, 26 Mei 2013, Peristiwa terjadi pada 35:10–36:06.
  66. ^ Tanner 2013, hlm. 278.
  67. ^ Secrets of a Suffragette, 26 Mei 2013, Peristiwa terjadi pada 2:10–2:15.
  68. ^ Tanner 2013, hlm. 224, 243–244.
  69. ^ Morley & Stanley 1988, hlm. 103.
  70. ^ Tanner 2013, hlm. 284–285.
  71. ^ Tanner 2013, hlm. 285.
  72. ^ Secrets of a Suffragette, 26 Mei 2013, Peristiwa terjadi pada 42:10–42:40.
  73. ^ Morley & Stanley 1988, hlm. 103–104.
  74. ^ a b "Exhibitions: Emily Wilding Davison Centenary".
  75. ^ a b Greer 2013.
  76. ^ Crawford 2014, hlm. 1001–1002.
  77. ^ Tanner 2013, hlm. 281–282.
  78. ^ Tanner 2013, hlm. 276–277.
  79. ^ "Suffragette and the King's Horse", The Manchester Guardian.
  80. ^ Tanner 2013, hlm. 287.
  81. ^ a b c "The Suffragist Outrage at the Derby", The Times.
  82. ^ a b "Miss Davison's Death", The Manchester Guardian.
  83. ^ Gullickson 2008, hlm. 473.
  84. ^ Brown 2013.
  85. ^ a b c Thorpe 2013.
  86. ^ Crawford 2014, hlm. 1000.
  87. ^ Collette 2013, hlm. 21.
  88. ^ Tanner 2013, hlm. 344–345.
  89. ^ Tanner 2013, hlm. 278–279.
  90. ^ Tanner 2013, hlm. 289–290.
  91. ^ a b Tanner 2013, hlm. 282.
  92. ^ Gullickson 2016, hlm. 10.
  93. ^ "The Distracting Derby", The Pall Mall Gazette.
  94. ^ "The Derby of Disasters", Daily Express.
  95. ^ "Woman's Mad Attack on the King's Derby Horse", The Daily Mirror.
  96. ^ a b Purvis 2013a, hlm. 358.
  97. ^ a b Gullickson 2008, hlm. 462.
  98. ^ "In Honour and Loving Memory of Emily Wilding Davison", The Suffragette.
  99. ^ "The Supreme Sacrifice", The Suffragette.
  100. ^ Gullickson 2008, hlm. 474.
  101. ^ a b Davison 1914, hlm. 129.
  102. ^ "The Funeral of Miss Davison", The Times.
  103. ^ a b c d "Miss Davison's Funeral", The Manchester Guardian.
  104. ^ Sleight 1988, hlm. 84.
  105. ^ "1913 Cat and Mouse Act".
  106. ^ "Miss Davison's Funeral", Votes for Women.
  107. ^ Sleight 1988, hlm. 100.
  108. ^ Tanner 2013, facing p. 172.
  109. ^ a b Purvis 1995, hlm. 98.
  110. ^ Collette 2013, hlm. 31.
  111. ^ Pugh 1974, hlm. 360.
  112. ^ "Archives – The Suffragettes".
  113. ^ Purvis 1995, hlm. 98–99.
  114. ^ "Representation of the People Act 1918".
  115. ^ "Equal Franchise Act 1928".
  116. ^ Purvis 1995, hlm. 99.
  117. ^ a b Collette 2008, hlm. 223–224.
  118. ^ Crawford 2003, hlm. 163.
  119. ^ Purvis 2013a, hlm. 359.
  120. ^ Morley & Stanley 1988, hlm. 65.
  121. ^ Gullickson 2016, hlm. 15.
  122. ^ Purvis 2013a, hlm. 360.
  123. ^ a b Collette 2012, hlm. 170.
  124. ^ Colmore 1988, hlm. 11.
  125. ^ Collette 2008, hlm. 226.
  126. ^ Purvis 2013c, hlm. 49.
  127. ^ Collette 2012, hlm. 172.
  128. ^ Morley & Stanley 1988, hlm. 169–170.
  129. ^ a b Cowman 2002, hlm. 142.
  130. ^ Sleight 1988, hlm. 102.
  131. ^ Hall 2015, hlm. 4.
  132. ^ Blair 2016.
  133. ^ Marsh 2018.
  134. ^ Benn 2014, hlm. xiii–xiv.
  135. ^ "Benn's Secret Tribute to Suffragette Martyr", BBC.
  136. ^ Barnett 2013.
  137. ^ "Emblem of women's emancipation", Royal Holloway, University of London.
  138. ^ "Mayor Marks Centenary of Women's Suffrage", Mayor of London.

Daftar pustaka

Pranala luar