Filsafat Jawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi '''Filsafat Jawa'' adalalah ilmu yang mempelajari tentang filsafat yang bertumpu pada pemikiran-pemikiran yang berakar pada budaya Jawa. == Referensi == [...'
 
Pinerineks (bicara | kontrib)
 
(20 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Filsafat Jawa''' adalalahadalah [[ilmu]] yang mempelajari tentang [[filsafat]] yang bertumpu pada pemikiran-pemikiran yang berakar pada [[budaya Jawa]]. Filsafat Jawa sebenarnya juga tergolong pada [[filsafat Timur]], yang umumnya berdasarkan pada pemikiran para [[filsuf]] di [[India]] dan [[Tiongkok]], meskipun saat ini filsafat Jawa belum diakui sebagai bagian dari filsafat Timur tetapi pada dasarnya [[filsafat]] [[Jawa]] memiliki kesamaan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam [[filsafat India]].<ref name=":0">Sutrisna Wibawa, ''Filsafat Jawa,'' (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2013) hal. 1-2</ref>
 
Filsafat Jawa seperti halnya [[filsafat]] lainnya, pada dasarnya bersifat [[universal]]. Jadi filsafat Jawa meskipun dilahirkan dari hasil [[kebudayaan Jawa]] tetapi sebenarnya bisa berguna bagi orang-orang di luar [[Jawa]] juga.<ref>Mohammad Safii, ''Filosofi Jawa,'' (Surabaya: Universitas Airlangga, 2011) hal. 1</ref> Meski bersifat [[universal]], filsafat Jawa atau [[filsafat Timur]] pada umumnya memiliki perbedaan dengan [[filsafat Barat]]. Dalam [[filsafat Timur]], termasuk juga filsafat Jawa tujuannya adalah untuk mencapai [[Sempurna|kesempurnaan]], sementara [[filsafat Barat]] tujuannya adalah [[Bijaksana|kebijaksanaan]].<ref>Sutrisna Wibawa, ''Filsafat Jawa,'' hal. 54</ref>
 
== Asal-Usul ==
[[Berkas:Hanacaraka-jawa.svg|jmpl|[[Hanacaraka]], asal usul dari kebangkitan filsafat Jawa.]]
Kemunculan filsafat Jawa juga tidak dapat dilepaskan dari adanya pengaruh ajaran [[Hindu]] dan [[Buddha]], oleh karenanya filsafat Jawa tidak dapat dipisahkan dari [[filsafat India]].<ref>Fatkur Rohman Nur Awalin, "Dunia Batin Jawa: Aksara Jawa Sebagai Filosofi dalam Memahami Konsep Ketuhanan"'', Jurnal Kontemplasi IAIN Tulungagung, Volume 05 Nomor 02'' (Desember 2017) hal. 290</ref> Filsafat Jawa tumbuh seiring dengan kemunculan [[Aksara Jawa]] atau yang juga dikenal sebagai [[Hanacaraka]]. Kemunculan Hanacaraka membuat [[Sastra|kesusastraaan]] [[Suku Jawa|Jawa]] juga semakin berkembang. Pada masa-masa itu muncul berbagai [[Pujangga|pujangga-pujangga]] hebat seperti [[Empu Kanwa]] yang menulis ''[[Kakawin Arjunawiwāha]]'', [[Empu Prapañca]] yang menulis ''[[Kakawin Nagarakretagama]]'', [[Empu Tantular]] yang menulis tentang ''[[Kakawin Sutasoma]]'', dan masih banyak lagi.<ref name=":0" />
 
Sejarah [[Hanacaraka]] muncul dan terkait dengan kisah [[Aji Saka]] dan kedatangannya dari [[Hindustan]]. Oleh karena itu maka tidak mengherankan bila ditemukan adanya nama-nama tempan atau nama [[orang Jawa]] yang mirip dengan nama-nama tempat atau nama [[orang India]]. Kisah [[Aji Saka]] ini sampai sekarang masih dipegang teguh oleh [[Suku Jawa]] dan menjadi inspirasi bagi kehidupan [[batin]] dan [[rohani]] [[orang Jawa]].<ref>Fatkur Rohman Nur Awalin, "Dunia Batin Jawa: Aksara Jawa Sebagai Filosofi dalam Memahami Konsep Ketuhanan" hal. 293</ref>
 
== Dimensi ==
Seperti halnya [[filsafat]] pada umumnya, filsafat Jawa juga memiliki dimensi-dimensi yang meliputinya, antara lain dimensi [[metafisika]], dimensi [[ontologi]], dimensi [[epistemologi]], dan dimensi [[aksiologi]]. Penggolongan dari setiap dimensi filsafat tersebut disesuaikan dengan cabang-cabang dalam [[Filsafat|ilmu filsafat]], yakni tentang [[ilmu pengetahuan]], tentang 'ada dan sebab pertama', tentang [[materi]], dan tentang [[Norma|norma-norma]].<ref>Sutrisna Wibawa, ''Filsafat Jawa,'' hal. 15-16</ref>
 
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa filsafat Jawa mengutamakan pada aspek kesempurnaan hidup lebih tepatnya kesempurnaan batin.<ref>Fatkur Rohman Nur Awalin, "Dunia Batin Jawa: Aksara Jawa Sebagai Filosofi dalam Memahami Konsep Ketuhanan" hal. 290-291</ref> Dalam filsafat Jawa, kesempurnaan itu bisa didapatkan [[manusia]] dengan cara berpikir dan merenungkan kaitan dirinya dengan [[Tuhan]]. Karena dalam filsafat Jawa yang menjadi tujuan adalah kesempurnaan hidup, maka setiap bidang dan dimensi yang ada dalam filsafat harus menyatu, tidak dapat dipisahkan satu sama lain.<ref>Sutrisna Wibawa, ''Filsafat Jawa,'' hal. 56-57</ref>
 
== Nilai-nilai ==
Dikarenakan filsafat Jawa bertujuan pada [[Sempurna|kesempurnaan]] [[Kehidupan|hidup]], maka ia memiliki [[Nilai|nilai-nilai]] yang terkandung didalamnya. [[Nilai|Nilai-nilai]] yang ada dalam filsafat Jawa tidak hanya sebagai [[ilmu pengetahuan]] semata, tetapi juga menjadi [[filosofi]] dan [[falsafah]] dalam menjalani [[kehidupan]]. Berikut ini adalah beberapa nilai yang terkandung dalam filsafat Jawa.<ref name=":0" />
 
* ''Aja rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa,'' maknanya jangan sombong, harus berempati dan memahami orang lain.
* ''Migunani tumraping liyan,'' maknanya berbuat baik kepada orang lain, nanti orang lain akan berbuat baik kepadamu.
* ''Eling sangkan paraning dumadi,'' maknanya selalu ingat asal-usul dan cita-cita dalam hidup.
* ''Urip iku urup,'' maknanya hendaknya memberi manfaat pada lingkungan sekitar kita.
* ''Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti,'' maknanya setiap keburukan pasti akan kalah dengan kebaikan.
* ''Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha,'' maknanya jangan besar kepala jika sedang beruntung atau menang.
* ''Datan serik lamun ketaman, datan susah lamun kelangan,'' maknanya jangan mudah tersinggung.
* ''Aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman,'' maknanya jangan terkejut, tetap tenang.
 
== Referensi ==
<references />
{{Filsafat Jawa}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Filsafat]]