Hadis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.7
k #1Lib1Ref #1Lib1RefID
 
(21 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{refimprove}}
{{Ensiklopedia Islam|Sumber hukum dan ajaran}}{{Hadis}}{{Ushul fiqih|sumber}}
'''Hadis''' ({{lang-ar|الحديث|lit=berbicara, perkataan, percakapan|translit=hadistḥadīṡ}}, [[KBBI|ejaan KBBI]]: '''hadis''', {{audio|Hadith Nabawi Arabic pronunciation.ogg|dengarkan}}, ejaan tidak baku: '''''hadits''''' atau '''''hadist'''''), disebut juga '''sunnah''', adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari [[Nabi Muhammad]] yang dijadikan landasan [[syariat Islam]].<ref>{{Cite web|last=Anwar|first=Syamsul|title=HADIS SEBAGAI PEDOMAN HIDUP DAN PENGEMBANGAN KEILMUAN•|url=https://lpksdm.umy.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Hadis-Sebagai-Pedoman-01-02-18-tpk-Prof.-Syamsul-Anwar.pdf|access-date=2024-02-03}}</ref> Hadis dijadikan sumber hukum Islam selain [[al-Qur'an]], dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an. Dan keduanya tidak dapat dipisahkan; karena juga termasuk wahyu dari Tuhan ([[Allah]]).
{{Ushul fiqih|sumber}}
'''Hadis''' ({{lang-ar|الحديث|lit=berbicara, perkataan, percakapan|translit=hadist}}, [[KBBI|ejaan KBBI]]: '''hadis''', {{audio|Hadith Nabawi Arabic pronunciation.ogg|dengarkan}}), disebut juga '''sunnah''', adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari [[Nabi Muhammad]] yang dijadikan landasan [[syariat Islam]]. Hadis dijadikan sumber hukum Islam selain [[al-Qur'an]], dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an.
 
== Etimologi ==
Hadis secara [[harfiah]] berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan". Dalam [[terminologi]] [[Islam]] istilah hadis berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari [[Nabi Muhammad]].
Menurut istilah [[ulama]] ahli hadis,{{who}} hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari [[Nabi]], baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya ({{lang-ar|تقرير|translit=taqrīr}}), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi ({{lang-ar|بعثة|tranlit=bi'tsah}}) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadis di sini semakna dengan [[sunnah]].
 
Kata hadis yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan [[Sunnah]], maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari [[Muhammad|Nabi Muhammad]] {{saw}} yang dijadikan ketetapan ataupun [[Hukum Islam|hukum]].<ref name="H-EoI">"Hadith," ''Encyclopedia of Islam.''</ref> Kata hadis itu sendiri adalah bukan kata infinitif,<ref>Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition.</ref> maka kata tersebut adalah kata benda.<ref>''al-Kuliyat'' by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This last phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar al-Nafais.</ref>
Baris 57 ⟶ 56:
Berdasarkan klasifikasi ini hadis dibagi menjadi 3 golongan yakni ''’[[Marfu]]'' (terangkat), ''mauquf'' (terhenti) dan ''maqthu’''(terputus):
* ''Hadis Marfu’'' adalah hadis yang sanadnya berujung langsung pada Nabi [[Muhammad]] {{saw}} (contoh: hadis di atas)
* ''Hadis Mauquf'' adalah hadis yang sanadnya terhenti pada para [[sahabat nabi]] tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: [[Imam Bukhari|Al Bukhari]] dalam kitab ''Al-Fara'id'' (hukum waris) menyampaikan bahwa [[Abu Bakar]], Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Pernyataan dalam contoh itu tidak jelas, apakah berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para sahabat. Namun, jika ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadis tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
* ''Hadis Maqthu’'' adalah hadis yang sanadnya berujung pada para [[tabi'in]] (penerus) atau sebawahnya. Contoh hadis ini adalah: [[Imam Muslim]] meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa [[Ibnu Sirin]] mengatakan: "Pengetahuan ini (hadis) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimanadari mana kamu mengambil agamamu".
Keaslian hadis yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah {{saw}} dari ucapan para sahabat maupun tabi'in di mana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, ''Science of Hadis'').
 
Baris 80 ⟶ 79:
 
=== Berdasarkan tingkat keaslian hadis ===
Kategorisasi tingkat keaslian hadis adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadis tersebut. Tingkatan hadis pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, dla'if dan maudlumaudhu'.
* ''[[Hadis Shahih|Hadis Sahih]]'', yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadis. Hadis shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
*# Sanadnya bersambung (lihat Hadis Musnad di atas);
Baris 88 ⟶ 87:
* ''[[Hadis Hasan]]'', bila hadis yang tersebut sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz atau cacat.
* ''[[Hadis Dhaif]]'' (lemah), ialah hadis yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa hadis mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
* ''[[Hadis Maudlu’Maudhu’]]'', bila hadis dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
 
=== Jenis-jenis lain ===
Baris 100 ⟶ 99:
* ''Hadis Mudraj'', yaitu hadis yang mengalami penambahan isi oleh rawi, misalnya penjelasan-penjelasan yang bukan berasal dari Nabi {{saw}}
* ''Hadis Syadz'', hadis yang jarang yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya namun bertentangan dengan hadis lain yang diriwayatkan dari rawi-rawi yang lain. Hadis syadz bisa jadi berderajat shahih, akan tetapi berlawanan isi dengan hadis shahih yang lebih kuat sanadnya. Hadis yang lebih kuat sanadnya ini dinamakan ''Hadis Mahfuzh''.
 
== Sejarah Perkembangan Hadis ==
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi ﷺ. meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Adapun para ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.<ref name=":0">{{Cite book|last=Agus Solahudin, Suyadi|first=M., Agus|date=2008|title=Ulumul Hadis|location=Bandung|publisher=Pustaka Setia|isbn=978-979-730-938-1|url-status=live}}</ref>
 
M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi ﷺ hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.
 
=== Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah ﷺ. ===
Periode ini disebut 'Ashr Al-IWahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu) dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis Iahir berupa sabda (aqteal), af'al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam. Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi ﷺ. memberi ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi. Pada masa Nabi ﷺ, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk menghapal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.<ref name=":0" />
 
Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa Nabi bukan berarti tidak ada sahabat yang menulis hadis. Dalam sejaah pcnulisan hadis terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadis, di antaranya:
 
# 'Abdullah Ibn Amr Ibn 'Ash, shahifah-nya disebut AshShadiqah.
# Ali Ibn Abi Thalib, penulis hadis tentang hukum diyat, hukum keluarga, dan lain-lain.
# Anas Ibn Malik.
 
Di samping itu, ketika Nabi ﷺ menyelenggarakan dakwah dan pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat seruan pemberitahuan, antara lain kepada para pejabat di daerah dan surat tentang seruan dakwah İslamiyah kepada para raja dan kabilah, baik di timur, utara, dan barat. Surat-surat tersebut merupakan koleksi hadis juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada masa Nabi ﷺ telah dilakukan penulisan hadis di kalangan sahabat.
 
=== Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' ArRasyidin (11 H - 40 H) ===
Periode ini disebut 'Ashr-At-Tatsabbut wa Al-lqlal min AlRizvaya/ı (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi ﷺ wafat pada tahun 1 1 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunnah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Quran.<ref name=":0" />
 
Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis, yakni:
 
# Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi ﷺ yang mereka hapal benar lafazh dari Nabi.
# Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh asli dari Nabi ﷺ.
# Pada masa ini, Khalifah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan hadis, namun maksud tersebut diurungkan setelah beliau melakukan shalat istikharah.<ref name=":0" />
 
=== Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi'in ===
Periode ini disebut 'Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syatn, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerahdaerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.
 
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi ﷺ diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosokpelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.<ref name=":0" />
 
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri. Di antara bendaharawan hadis yang banyak menerima, menghapal, dan mengembangkan atau meriwayatkan hadis adalah:
 
# Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5.374hadis, sedangkan menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan 5.364 hadis.
# 'Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 2.630 hadis.
# 'Aisyah, istri Rasul ﷺ meriwayatkan 2.276 hadis.
# 'Abdullah Ibn 'Abbas meriwayatkan 1.660 hadis.
# Jabir Ibn 'Abdullah meriwayatkan 1.540 hadis.
# Abu Sa'id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadis.<ref name=":0" />
 
Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan, dan pengembangan hadis terdapat di:<ref name=":0" />
 
# Madinah, dengan tokoh-tokohnya: Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Hurairah, 'Aisyah, Ibn Umar, Sa'id Al-Khudri, Zaid Ibn Tsabit (dari kalangan sahabat), 'Urwah, Sa'id Az-Zuhri, 'Abdullah Ibn Umar, Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakar, Nafi', Abu Bakar Ibn Abd Ar-Rahman Ibn Hisyam, dan Abu Zinad (dari kalangan tabiin).
# Mekah, dengan tokoh-tokohnya: Ali, 'Abdullah Ibn Mas'ud, Sa'ad Ibn Abi Waqas, Sa'id Ibn Zaid, Khabbah Ibn Al-Arat, Salman Al-Farisi, Abu Juhaifah (sahabat), Masruq, Ubaididah, Al-Aswad, Syuraih, Ibrahim, Sa'id Ibn Jubair, Amir Ibn Syurahil, Asy-Sya'bi (tabiin).
# Bashrah, dengan tokoh-tokohnya: Anas Ibn Malik, 'Utbah, Imran Ibn Husain, Abu Barzah, Ma'qil Ibn Yasar, Abu Bakrah, Abd Ar-Rahman Ibn Sumirah, 'Abdullah Ibn Syikhkhir, Jariyah Ibn Qudamah (sahabat), Abu al-Aliyah, Rafi' Ibn Mihram Al-Riyahi, Al-Hasan Al-Bishri, Muhammad Ibn Sirin, Abu Sya'tsa, Jabir Ibn Zaid, Qatadah, Mutharraf Ibn 'Abdullah Ibn Syikhkhir, Abu Bardah Raja' Ibn Abi Musa (tabiin).
# Syam, dengan tokoh-tokohnya: Mu'adz Ibn Jabbal, Ubaidah Ibn Tsamit, Abu Darda (sahabat), Abu Idris al-Khaulani, Qasibah Ibn Dzuaib, Makhul, Raja' Ibn Haiwah (tabiin).
# Mesir, dengan tokoh-tokohnya: 'Abdullah Ibn Amr, Uqbah Ibn Amir, Kharijah Ibn Hudzaifah, 'Abdullah Ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Saad al-Khair, Martsad al-Yaziri, Yazid Ibn Abi Habib (tabi'in).<ref name=":0" />
 
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali radhiyallahu ‘anhu. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan 'Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang 'Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga, golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu). Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah ﷺ untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.<ref name=":0" />
 
=== Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah ===
Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah tva Al- Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad Il H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi ﷺ. Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad ke-2 H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H. Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukan dan mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan lenyap dari permukaan burni bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam barzakh.<ref name=":0" />
 
Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar Al-Laits, AlAuza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn 'Ades, seorang ahli fiqh, murid 'Aisyah r.a. (20 H/642 M - 98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.<ref name=":0" />
 
Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab AzZuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh dan hadis. 16 Beliau adalah guru Malik, Al-Auza'i, Ma'mar, Al-Laits, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin. Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan hadis atas anjuran Khalifah.<ref name=":0" />
 
Kitab hadis yang ditulis oleh Ibnu Hazm, yang merupakan kitab hadis pertama yang ditulis atas perintah kepala negara, tidak sampai kepada kita, dan kitab itu tidak membukukan seluruh hadis yang ada di Madinah. Pembukuan seluruh hadis yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadis pada masanya. Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukukan hadis atas anjuran Abu 'Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah 'Abbasiyah. Akan tetapi, tak dapat diketahui lagi siapakah ulama yang mula-mula membukukan hadis sesudah AzZuhri karena ulama-ulama yang datang sesudah Az-Zuhri seluruhnya hidup pada satu zaman.<ref name=":0" />
 
Sekalipun demikian, yang dapat ditegaskan sejarah sebagai pengumpul hadis adalah:<ref name=":0" />
 
# Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80 - 150 H)
# Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
# Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibn Shabih (w. 160 H)
# Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)
# Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)
# Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104 - 188 H)
# Pengumpul pertama di Yaman, Ma'mar al-Azdy (9 - 153 H)
# Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110 - 188 H)
# Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 - 181 H)
# Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).
 
Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.
 
Kitab Az-Zuhri dan Ibnu Juraij itu tidak diketahui rimbanya sekarang. Adapun kitab yang paling tua yang ada di tangan umat Islam dewasa ini adalah Al-Muwaththa' susunan Imam Malik. Kitab ini disusun atas permintaan Khalifah Al-Mansur ketika ia menunaikan ibadah haji pada tahun 144 H (141 H). Kemudian, Ibnu Ishaq menyusun kitab Al-Maghazi wa As-Siyar (Hadis-hadis mengenai sirah Rasul ﷺ ). Kitab Al-Maghazi ini adalah dasar pokok bagi kitab-kitab sirah Nabi. Para ulama abad kedua membukukan hadis tanpa menyaringnya, yakni mereka tidak hanya membukukan hadis-hadis saja, tetapi fatwafatwa sahabat pun dimasukkan ke dalam bukunya. Oleh karena itu, dalam kitab-kitab itu terdapat hadis-hadis marfu', hadis-hadis mauquf, dan hadis-hadis pnaqthu'. Kitab hadis seperti itu dan mudah kita dapatkan qdalah Al-Muwaththa, susunan Imam Malik.<ref name=":0" />
 
Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang masyhur di kalangan ahli hadis adalah:
 
# Al-Muwaththa', susunan Imam Malik (95 H - 179 H)
# Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
# Al-Jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)
# Al-Mushannaf, susunan Sy'bah Ibn Hajjaj (160 H)
# Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)
# Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)
# Al-Mushannaf, susunan Al-Auza'i (150 H)
# Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
# Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid AlAslamy.
# Al-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
# Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
# Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syaffi (204 H).
# MukhtalifAl-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.
 
Keadaan seperti ini menyebabkan sebagian ulama mempelajari keadaan rawi-rawi hadis dan dalam masa ini telah banyak rawi-rawi yang lemah. Pada periode ini muncul tokoh-tokoh Jarh wa Ta'dil, di antaranya adalah Syu'bah Ibn Al-Hajjaj (160 H), Ma'mar, Hisyam Ad-Dastaway (154 H), Al-Auza'i (156 H), Sufyan Ats-Tsauri (161 H), dan masih banyak tokoh lainnya. Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik, Yahya ibn Sa'id Al-Qaththan, Waki Ibn AI-Jarrah, Sufyan AtsTsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.<ref name=":0" />
 
== Hadis Qudsi ==
Baris 249 ⟶ 341:
== Lihat juga ==
* [[Al-Qur'an dan As-Sunnah]]
* [[Muhadis]]
 
== Bacaan lanjutan ==
Baris 269 ⟶ 362:
* [[Fred Donner|Fred M. Donner]], ''Narratives of Islamic Origins'' (1998)
* Warner, Bill. ''The Political Traditions of Mohammed: The Hadith for the Unbelievers'', CSPI (2006). ISBN 0-9785528-7-3
* 'Al-Qaththan, Syaikh Manna'. ''[https://play.google.com/store/books/details/Pengantar_Studi_Ilmu_Hadits?id=9JQxDQAAQBAJ Pengantar Studi Ilmu Hadits] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230812204026/https://play.google.com/store/books/details/Pengantar_Studi_Ilmu_Hadits?id=9JQxDQAAQBAJ |date=2023-08-12 }}.'' Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2013. ISBN 9795923188
 
== Pranala luar ==
Baris 275 ⟶ 368:
{{Wikiquote}}
{{commons category}}
* {{id}} [http://lidwa.com/app Sunnah 9 Kitab Imam Hadis dalam bahasa Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230812204033/https://store.lidwa.com/get/ |date=2023-08-12 }}
* {{id}} [http://media.isnet.org/v01/index.html Kumpulan hadis shahih, dha'if (lemah) & maudhu' (palsu)] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230812204035/http://media.isnet.org/kmi/v01/index.html |date=2023-08-12 }}
* {{id}} [http://www.hadiths.eu Hadis-hadis] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120412055302/http://www.hadiths.eu/ |date=2012-04-12 }}
* {{id}} [http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02893.html Musthohalul hadis, Istilah-istilah hadis. Milis Assunnah] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230812204032/https://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02893.html |date=2023-08-12 }}
* {{id}} [http://pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=791 Hadis Ahad, Ust. Ahmad Syarwat, Lc.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070929001040/http://pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=791 |date=2007-09-29 }}
* {{id}} [http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=category&sectionid=1&id=4&Itemid=12 Belajar Hadis di Media Muslim INFO] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070305161950/http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=category&sectionid=1&id=4&Itemid=12 |date=2007-03-05 }}