Haji (gelar): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(46 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Haji''' adalah gelar homonim yang memiliki dua etimologi yang berbeda. Dalam budaya Islam [[Nusantara]] di Asia Tenggara, gelar haji umumnya digunakan untuk orang yang sudah melaksanakan haji. Istilah ini berasal dari bahasa Arab (حاج) yang merupakan bentuk isim fail (partisip aktif) dari kata kerja 'hajj' (Arab: حج, 'pergi haji') atau dari kata benda 'hajj' (Arab: حج, 'ibadah haji') yang diberi sufiks nisbah menjadi 'hajjiy' (Arab: حجي).
'''Haji''' adalah sebutan atau [[gelar]] untuk pria [[muslim]] yang telah berhasil menjalankan ibadah [[haji]]. Umum digunakan sebagai tambahan di depan nama dan sering disingkat dengan "H". Dalam hal ini biasanya para Haji membubuhkan gelarnya dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai tauladan maupun contoh di daerah mereka. Bisa dikatakan sebagai [[guru]] atau panutan untuk memberikan contoh sikap secara lahiriah dan batiniah dalam segi [[Islam]] sehari-hari.
 
Arti lainnya adalah berasal dari kebudayaan Nusantara pra-Islam era Hindu-Buddha, yaitu '''Haji''' atau '''Aji''' yang berarti "Raja".
 
== Gelar dalam Islam ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een islamitische pelgrim die naar Mekka is geweest TMnr 3728-729.jpg|jmpl|200px|Sebuah [[lukisan]] yang menggambarkan seseorang yang telah menunaikan ibadah [[haji]] dan mengenakan pakaian [[Arab]], pada masa [[Hindia Belanda]] digambar oleh [[Auguste van Pers]], pada tahun 1854.]]
=== Asal mula ===
'''Haji'''Gelar adalah sebutan atau [[gelar]] untuk pria [[muslim]] yang telah berhasil menjalankan ibadah [[haji]]. Umumumum digunakan sebagai tambahan di depan nama dan sering disingkat dengan "H". Dalam hal ini biasanya para Haji membubuhkan gelarnya dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai tauladanteladan maupun contoh di daerah mereka. Bisa dikatakan sebagai [[guru]] atau panutan untuk memberikan contoh sikap secara lahiriah dan batiniah dalam segi [[Islam]] sehari-hari.
Penggunaan gelar haji yang sering disematkan pada seseorang yang telah pergi haji, awalnya digunakan pemerintah [[Hindia Belanda]] untuk identifikasi para jemaah haji yang mencoba memberontak, sepulangnya dari [[Tanah Suci]]. Mereka dicurigai sebagai anti [[kolonialisme]], dengan pakaian ala penduduk [[Arab]] yang disebut oleh [[VOC]] sebagai “kostum [[Muhammad]] dan sorban”.
 
Gelar yang aslinya bahasa Arab ini telah memiliki versi sesuai bahasa lokal masing-masing negara. Dalam bahasa Farsi dan Pashto ditulis: حاجی, bahasa Yunani: Χατζής, Albania: ''Haxhi'', Bulgaria: Хаджия, Kurdi: ''Hecî'', Serbia/Bosnia/Kroasia: Хаџи atau Hadži, Turki: ''Hacı'', Hausa: ''Alhaji'' dan bahasa Romania: ''hagiu''.
Dalam gelombang propaganda anti VOC pada [[1670]]-an di [[Banten]], banyak orang meninggalkan [[pakaian adat]] [[Jawa]] kemudian menggantinya dengan memakai pakaian Arab.<ref>[[Kees van Dijk]] dalam “Sarung, Jubah, dan Celana: Penampilan sebagai Sarana Pembedaan dan Diskriminasi”, yang termuat dalam ''Outward Appearances'': Trend, Identitas, Kepentingan.</ref>
 
Di beberapa negara, gelar haji dapat diwariskan turun-temurun sehingga menjadi nama keluarga seperti ''Hadžiosmanović'' dalam bahasa Bosnia yang berarti 'Bani Haji Usman' alias 'anak Haji Usman'. Di negara-negara Arab, gelar haji awam digunakan sebagai penghormatan kepada orang yang lebih tua terlepas dari pernah haji atau belum. Gelar haji juga digunakan di negara-negara kristen Balkan yang pernah dijajah Imperium Usmani (Bulgaria, Serbia, Yunani, Montenegro, Makedonia dan Romania) bagi orang kristen yang sudah pernah berziarah ke Yerusalem dan Tanah Suci.<ref>{{Cite web |url=http://www.apologitis.com/gr/ancient/Ierosolyma.htm |title=Salinan arsip |access-date=2014-02-12 |archive-date=2013-02-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20130204045150/http://www.apologitis.com/gr/ancient/Ierosolyma.htm |dead-url=no }}</ref>
Salah satu lawan tangguh [[Belanda]] pada saat itu adalah [[Pangeran Diponegoro]], pemimpin [[Perang Jawa]] (1825-1830). Dalam [[Babad Dipanegara]] disebutkan Pangeran Diponegoro pergi ke medan [[perang]] dengan mengenakan pakaian berupa celana, jubah, dan penutup kepala berwarna putih. Di kesempatan lain, dia mengenakan pakaian hitam dalam gaya Arab dan sorban hitam atau hijau, terlebih setelah dia mengundurkan diri dari kehidupan [[istana]] dan mengembara ke pedesaan. Pada masa itu, seiring kepopuleran [[Wahabi]] di [[Mekah]], kalangan [[ulama]] memang kerap menggunakan busana jubah dan sorban.
 
PenggunaanDalam konteks historis di Hindia Belanda, penggunaan gelar haji yang sering disematkan pada seseorang yang telah pergi haji, awalnyadan sempat digunakan pemerintah [[Hindia Belanda]] untuk identifikasi para jemaah haji yang mencoba memberontak, sepulangnya dari [[Tanah Suci]]. Mereka dicurigai sebagai anti [[kolonialisme]], dengan pakaian ala penduduk [[Arab]] yang disebut oleh [[VOC]] sebagai “kostum [[Muhammad]] dan sorban”serban”.
Di Pulau [[Sumatra]], [[Imam Bonjol]] yang memimpin [[Perang Padri]], dan pasukannya, juga mengenakan pakaian gaya Arab serba putih. Kaum Padri, seperti juga kaum Wahhabi di Arab, menekankan pada pelaksanaan [[syariat Islam]] secara ketat. Dalam hal pakaian, mereka mengharuskan perempuan memakai [[jilbab]] dan laki-laki mengenakan pakaian putih bergaya Arab, dari sinilah muncul istilah “kaum putih”.
 
PemerintahDilatar Hindabelakangi oleh gelombang propaganda anti VOC pada [[1670]]-an di [[Banten]], ketika banyak orang meninggalkan [[pakaian adat]] [[Jawa]] kemudian menggantinya dengan memakai pakaian Arab, serta oleh pemberontakan Pangeran Diponegoro serta Imam Bonjol yang terpengaruh pemikiran Wahabi sepulang haji,<ref>[[Kees van Dijk]] dalam “Sarung, Jubah, dan Celana: Penampilan sebagai Sarana Pembedaan dan Diskriminasi”, yang termuat dalam ''Outward Appearances'': Trend, Identitas, Kepentingan.</ref> pemerintah Hindia Belanda akhirnya menjalankan [[politik]] Islam, yaitu sebuah kebijakan dalam mengelola masalah-masalah [[Islam]] di [[Nusantara]] pada masa itu.<ref>Politik [[Hindia Belanda]] Terhadap Islam (1985, LP3S) karya Prof. Dr. [[Aqib Suminto]].</ref> Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda ''Staatsblad'' tahun 1903. Maka sejak tahun [[1911]], pemerintah Hindia Belanda mengkarantina penduduk [[pribumi]] yang ingin pergi haji maupun setelah pulang haji di [[Pulau Cipir]] dan [[Pulau Onrust]], mereka mencatat dengan detail nama-nama dan maupun asal wilayah jamaah Haji. Begitu terjadi pemberontakan di wilayah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda dengan mudah menemukan warga pribumi, karena di depan nama mereka sudah tercantum gelar haji.
 
=== Kontroversi ===
Dalam penggunaan gelar haji yang sering disematkan oleh mayoritas penduduk [[Asia Tenggara]], sering mendapatkan kritikan dari ulama [[salafysalafiyah]], yang dianggap sebagai perbuatan [[riya]] dan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi [[Muhammad]] dan para ''[[Pemeluk Islam pertama|as-sabiqun al-awwalun]]''.<ref>Fatwa Syaikh Shalih As-Suhaimi hafizhahullah, seorang pengajar di [[Masjid Nabawi]], [[Madinah]].</ref> Ada ulama yang mengatakan bahwa tidak pernah ada riwayat yang menjelaskan adanya gelar yang pernah disandang oleh [[rasulallah]] dan [[sahabat nabi|para sahabatnya]], sebagai contoh H. Muhammad, [[Abu Bakar|H. Abu Bakar]], [[Umar bin Khattab|H. Umar bin Khattab]], [[Ali bin Abu Thalib|H. Ali bin Abu Thalib]] dan seterusnya.<ref>Penjelasan Al-Ustadz Hammad Abu Mu’aawiyah hafizhahullah.</ref>
 
Kemudian ulama tersebut mengatakan bahwa di antara 5 [[rukun Islam]] hanya ibadah haji saja yang digunakan sebagai gelar, dan mengapa ketika orang mengerjakan rukun Islam yang lain seperti mengucap kalimat [[syahadat]], [[salat]], [[zakat]], [[puasa]] tidak diberi gelar seperti halnya ibadah haji.
 
Pada abad ke-21, tentara Amerika mulai menggunakan kata ''Haji'' sebagai sindiran untuk orang Irak, Afghanistan, atau orang Arab.<ref>{{Cite web |url=http://www.mca-marines.org/gazette/article/put-%E2%80%98haji%E2%80%99-rest |title=Archived copy |access-date=2011-04-16 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110216220339/http://www.mca-marines.org/gazette/article/put-%E2%80%98haji%E2%80%99-rest |archive-date=2011-02-16 |url-status=dead }}</ref><ref>"Learning to 'embrace the suck' in Iraq" - https://www.latimes.com/archives/la-xpm-2007-jan-28-op-bay28-story.html {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20221225185333/https://www.latimes.com/archives/la-xpm-2007-jan-28-op-bay28-story.html |date=2022-12-25 }}</ref><ref>Slang from Operation Iraqi Freedom http://www.globalsecurity.org/military/ops/iraq-slang.htm {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130310072058/http://www.globalsecurity.org/military/ops/iraq-slang.htm |date=2013-03-10 }}</ref><ref>{{cite news | url=https://www.nytimes.com/2005/05/02/opinion/02herbert.html | work=The New York Times | first=Bob | last=Herbert | title=From 'Gook' to 'Raghead' | date=May 2, 2005 | access-date=2021-09-26 | archive-date=2015-04-02 | archive-url=https://web.archive.org/web/20150402230724/http://www.nytimes.com/2005/05/02/opinion/02herbert.html | dead-url=no }}</ref>
 
=== Asal mula''Hajjah'' ===
Bentuk feminin dari kata ini, '''''Hajjah''''' (Hj.) adalah [[gelar]] haji yang ditujukan untuk perempuan [[muslim]].
 
== Gelar para raja ==
Dalam sejarah Nusantara pra-Islam, '''Haji''' atau '''Aji''' juga merupakan gelar untuk penguasa. Gelar ini dianggap setara dengan raja, akan tetapi posisinya di bawah [[Maharaja]]. Gelar ini ditemukan dalam [[Bahasa Melayu Kuno]], [[Bahasa Sunda|Sunda]], dan [[Bahasa Kawi|Jawa kuno]], dan ditemukan dalam beberapa prasasti.
 
Sebagai contoh, legenda Jawa [[Aji Saka]] menjelaskan mengenai asal-usul peradaban dan aksara di tanah Jawa. Nama Aji Saka bermakna "Raja Permulaan". Kemudian pada tahun 1482 Raja [[Kerajaan Sunda]] [[Pajajaran]] [[Prabu Siliwangi]], dalam [[Prasasti Batu Tulis]] diberitakan bahwa Prabu Siliwangi saat di nobatkan menjadi penguasa Sunda-Galuh bergelar ''Sri Baduga Maharaja Ratu '''Haji''' di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata''. Pakuan adalah ibu kota Kerajaan Pajajaran.
 
== Lihat pula ==
* [[Haji]]
 
== Referensi ==
Baris 25 ⟶ 37:
 
== Pranala luar ==
* [http://kerinci.kemenag.go.id/2013/05/12/asal-usul-gelar-haji-di-indonesia-menurut-berbagai-versi/ Asal-usul Gelar Haji di Indonesia Menurut Berbagai Versi di Kerinci.kemenag.go.id] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140710014015/http://kerinci.kemenag.go.id/2013/05/12/asal-usul-gelar-haji-di-indonesia-menurut-berbagai-versi/ |date=2014-07-10 }}
* [http://historia.co.id/?d=842 Wabah Jubah di Historia.co.id]{{Pranala mati|date=Januari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* [http://www.hidayatullah.com/read/19831/17/11/2011/%E2%80%9Cbapak-shalat%E2%80%9D-atau-%E2%80%9Cbapak-puasa%E2%80%9D.html “Bapak Shalat” atau “Bapak Puasa” di Hidayatullah.com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111223234536/http://hidayatullah.com/read/19831/17/11/2011/%E2%80%9Cbapak-shalat%E2%80%9D-atau-%E2%80%9Cbapak-puasa%E2%80%9D.html |date=2011-12-23 }}
* [http://filsafat.kompasiana.com/2011/11/04/menggugat-pemberian-gelar-haji-dan-hajjah/ Menggugat Pemberian Gelar Haji dan Hajjah di Filsafat.Kompasiana.com]
* [http://sosbud.kompasiana.com/2012/06/05/gelar-haji-sebaiknya-dilarang-saja/ Gelar Haji Sebaiknya Dilarang Saja]
 
{{Sindiran_agama}}
== Lihat pula ==
* [[Haji]]
* [[Hajjah]]
 
{{Authority control}}
{{gelar-stub}}
 
[[Kategori:Gelar]]
[[Kategori:Haji]]
 
[[bg:Хаджия]]
[[de:Hāddsch]]
[[el:Χατζής]]
[[en:Hajji]]
[[fa:حاجی]]
[[fr:Hadji]]
[[ia:Hadji]]
[[ko:하지 (이슬람교)]]
[[nl:Hadji (titel)]]
[[no:Hajji]]
[[sv:Hajji]]
[[sw:Alhaji]]
[[th:หัจญี]]
[[zh:哈只]]