Hamka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Taylorbot (bicara | kontrib)
satu cukup (creator/artist/age) | t=677 su=58 in=101 at=58 -- only 249 edits left of totally 308 possible edits | edr=000-0011(!!!) ovr=010-1111 aft=000-0011
(8 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox PenulisOfficeholder
|image = Buya hamka.jpg
|imagesize =
|alt =
|caption = Potret Hamka
|office =[[Majelis Ulama Indonesia|Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia]]
|president = [[Soeharto]]
|order =
|term_start = 26 Juli 1975
|term_end = 19 Juli 1981
|predecessor = [[Haji Abdul Malik Karim Amrullah|''jabatan dibentuk'']]
|successor = [[Syukri Ghozali]]
|honorific_prefix =
|name = Abdul Malik Karim Amrullah
|pseudonym = Hamka
|birth_date = {{birth date|1908|02|17}}
|birth_place = [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang]], [[SumateraKabupaten BaratAgam|Agam]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Death date and age|1981|7|24|1908|2|17}}
|death_place = [[Jakarta]], Indonesia
Baris 17 ⟶ 24:
|notableworks = ''Tafsir Al-Azhar'' {{br}} ''[[Tenggelamnya Kapal Van der Wijck]]'' {{br}} ''[[Di Bawah Lindungan Ka'bah (novel)|Di Bawah Lindungan Ka'bah]]''
|subject = Tafsir Al-Qur'an, fikih (hukum Islam), tarikh (sejarah Islam), tasawuf, dan sastra
|movement = [[Muhammadiyah]], [[Majelis Ulama Indonesia]]
|children = [[Rusydi Hamka|Rusydi]], [[Irfan Hamka|Irfan]], [[Aliyah Hamka|Aliyah]], [[Afif Hamka|Afif]], Hisyam, Husna, [[Fathiyah Hamka-Vickri|Fathiyah]], [[HelmiHilmi Hamka|HelmiHilmi]], [[Syakib Arsalan Hamka|Syakib]], [[Azizah Hamka|Azizah]], [[Fachry Hamka|Fachry]], [[Zaki Hamka|Zaki]]
|parents = {{unbulleted list|[[Abdul Karim Amrullah]] (ayah)|[[Sitti Shafiah]] (ibu)}}
|relatives = [[Ahmad Rasyid Sutan Mansur]] (kakak ipar)
Baris 31 ⟶ 38:
}}
 
[[Profesor|Prof.]] [[Honoris Causa|Dr.]] [[Haji (gelar)|H.]] '''Abdul Malik Karim Amrullah''' Datuk Indomo, populer dengan [[nama pena]]nya, '''Hamka''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Agam|Agam]]|17|2|1908|[[Jakarta]]|24|7|1981}}), adalah seorang ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia. Ia berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia sempat berkecimpung di politik melalui [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]] sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat [[Majelis Ulama Indonesia|Ketua Majelis Ulama Indonesia]] (MUI) pertama, dan aktif dalam [[Muhammadiyah]] hingga akhir hayatnya. [[Universitas al-Azhar]] dan [[Universitas Nasional Malaysia]] menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara [[Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)|Universitas Moestopo]] mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk [[Universitas Hamka]] milik Muhammadiyah dan masuk dalam [[daftar Pahlawan Nasional Indonesia]].
 
Dibayangi nama besar ayahnya [[Abdul Karim Amrullah]], Hamka remaja sering melakukan perjalanan jauh sendirian. Alih-alih menyelesaikan pendidikannya di [[Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek|Thawalib]], ia merantau ke [[Jawa]] pada umur 16 tahun. Selang setahun, ia pulang membesarkan [[Muhammadiyah]] di [[Kota Padang Panjang|Padang Panjang]]. Pengalaman ditolak sebagai guru di sekolah milik Muhammadiyah karena tak memiliki ijazah dan kemampuan berbahasa Arabnya yang terbatas mendorong Hamka muda pergi ke [[Makkah]]. Lewat bahasa Arab yang dipelajarinya, Hamka mendalami [[sejarah Islam]] dan sastra secara otodidak. Kembali ke Tanah Air, Hamka bekerja sebagai wartawan sambil menjadi guru agama di [[Kabupaten Deli Serdang|Deli]]. Setelah menikah, ia kembali ke [[Medan]] dan memimpin ''[[Pedoman Masyarakat]]''. Lewat karyanya ''[[Di Bawah Lindungan Ka'bah (novel)|Di Bawah Lindungan Ka'bah]]'' dan ''[[Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck]]'', nama Hamka melambung sebagai sastrawan.
Baris 105 ⟶ 112:
Ketika diadakannya Kongres Muhammadiyah ke-18 di Solo pada awal 1929, Malik datang sebagai peserta. Sejak itu, ia tidak pernah absen menghadiri Kongres Muhammadiyah berikutnya. Dalam kunjungannya di Solo, ia bertemu dengan tokoh pimpinan Muhammadiyah, [[K.H. Fakhruddin|Fakhruddin]]. Hamka menyebut Fakhruddin sebagai salah seorang yang mempengaruhi jalan pikirannya dalam agama. "Keberanian dan ketegasannya menjadi pendorong bagi saya untuk berani dan tegas pula." Dalam perjalanannya di Bandung, Hamka bertemu [[Ahmad Hassan|A. Hassan]] dan [[Mohammad Natsir]].
 
Ketika Muhammadiyah mengadakan kongres di Bukittinggi pada 1930, Malik berpidato tentang "Agama Islam dalam Adat Minangkabau". Dalam kongres yang bersifat nasional, baru Hamka sebagai pembicara yang mencoba mempertautkan adat dengan agama. Pada kongres Muhammadiyah ke-20 tahun berikutnya di Yogyakarta, Malikia menyampaikan pidato mengenai perkembangan Muhammadiyah di Sumatera. Ia mampu memukau sebagian besar peserta kongres yang hadir. Pidatonya membuat banyak orang menitikkan air mata. Pada 1931tahun 1930, usaiHamka membukadiutus cabangoleh pengurus pusat Muhammadiyah untuk membuka cabang di [[Bengkalis, Bengkalis|Bengkalis]], [[Riau]], setelah pendirian sekolah di Masjid Raya Parit Bangkong oleh [[Tuan Guru Haji Ahmad]], pada tahun 1927.<ref name=":0">{{Cite book|last=Pahlefi|first=Riza|date=2022-08-11|url=https://books.google.com/books?id=_TCJEAAAQBAJ&q=Zakaria+&pg=PA158|title=BENGKALIS: NEGERI JELAPANG PADI|publisher=CV. DOTPLUS Publisher|isbn=978-623-6428-59-7|language=id}}</ref> Ia kemudian melantik Muhammad Rasami sebagai sekretaris pengurus cabang Muhammadiyah Bengkalis.<ref name=":0" /> Pada 1931, usai membuka cabang Muhammadiyah di Bengkalis, ia dipercayakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mempersiapkan Kongres Muhammadiyah ke-21 di [[Kota Makassar|Makassar]].{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=22-23}}{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=26}}
 
Selama di Makassar, Hamka sempat mengeluarkan majalah Islam ''Tentera'' sebanyak empat edisi dan majalah ''Al-Mahdi'' sebanyak sembilan edisi. Keberadaan Malik di Makassar dimanfaatkan oleh pimpinan Muhammadiyah setempat.{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=28-31}} Malik mendirikan Tabligh School yang serupa di Padang Panjang. Menggantikan sistem pendidikan tradisional, Tabligh School menawarkan pola pendidikan baru secara modern dan sistematis dengan mengambil model pendidikan barat, tanpa melepaskan diri dari nilai-nilai agama. Sepeninggal Hamka pada 1934, Tabligh School di Makassar diteruskan menjadi Muallimin Muhammadiyah di bawah asuhan Muhammadiyah. Dari pergaulannya selama di Makassar, ia mendapat inspirasi menulis novelnya kelak, ''[[Tenggelamnya Kapal Van der Wijck]].''
Baris 167 ⟶ 174:
Pada 30 November 1967, Pemerintah Indonesia menggagas diadakannya Musyawarah Antar Agama. Dalam musyawarah yang dihadiri pemuka [[Agama di Indonesia|agama yang diakui secara resmi di Indonesia]], pemerintah mengusulkan pembentukan Badan Konsultasi Antar Agama dan pernyataan bersama dalam piagam yang isinya antara lain, ”Menerima anjuran Presiden agar tidak menjadikan umat yang sudah beragama sebagai sasaran penyebaran agama lain.” Badan Konsultasi Antar Agama berhasil dibentuk, tetapi musyawarah gagal menyepakati penandatangangan piagam yang diusulkan pemerintah. Perwakilan Kristen merasa berkeberatan sebab piagam tersebut dianggap bertentangan dengan kebebasan penyebaran Injil. Dalam pidatonya, [[Albert Mangaratua Tambunan]] menyampaikan pendirian umat Kristiani bahwa menyebarkan [[Pekabaran Injil]] kepada orang yang belum Kristen adalah "Titah Ilahi yang wajib dijunjung tinggi". Meskipun Musyawarah Antar Agama dianggap gagal oleh banyak pihak, Hamka menganggap musyawarah itu berhasil karena telah mengungkap "apa-apa yang selama ini belum terungkapkan secara gamblang".
 
Setelah bebas dari penjara, Hamka menjadi perwakilan Indonesia dalam beberapa pertemuan internasional. Pada 1967, ia berkunjung ke [[Malaysia]] atas undangan Perdana Menteri [[Tengku Abdul Rahman]]. Pada 1968, ia menghadiri Peringatan Masjid Annabah di [[Aljazair]]. Dari Aljazair, ia mengunjungi beberapa negara seperti [[Spanyol]], Roma, [[Turki]], London, [[Arab Saudi]], [[India]], dan TahilandThailand. Pada 1969, bersama [[Muhammad Ilyas (menteri)|KH Muhammad Ilyas]] dan Anggota [[Dewan Pertimbangan Agung]] (DPA) [[Anwar Tjokroaminoto]], Hamka mewakili Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam membahas konflik [[Palestina]]-[[Israel]] di [[Rabat]], [[Maroko]].
 
Dalam musyawarah alim ulama se-Indonesia di Jakarta pada 30 September–4 Oktober 1970, Pusat Dakwah Islam Indonesia, organisasi bentukan pemerintah, mengapungkan gagasan pembentukan Majelis Ulama. Meskipun mendapatkan dukungan Menteri Agama [[Muhammad Dahlan|KH Muhammad Dahlan]], sejumlah ulama dan tokoh Islam, seperti [[Mohammad Natsir]] dan [[Kasman Singodimedjo]] melihat bahwa lembaga itu hanya akan menguntungkan pemerintah ketimbang umat Islam. Namun, Hamka memandang penting pembentukan Majelis Ulama perlu sebagai jembatan pemerintah dan umat Islam. Menurutnya, Majelis Ulama dapat mengurangi rasa curiga antara pemerintah dan umat Islam. "Mereka berani mengkritik perbuatan pemerintah yang salah menurut keyakinannya, walaupun karena ketegasan pendiriannya itu, ia akan dibenci oleh penguasa. Sebaliknya ia pun berani membela satu langkah pemerintah yang dianggapnya menempuh jalan yang benar, walaupun karena itu ia pun akan dibenci oleh rakyat," tulis Hamka dalam ''Panji Masyarakat'' pada 1 Juli 1974.
Baris 297 ⟶ 304:
 
[[Kategori:Hamka| ]]
[[Kategori:SastrawanProfesor Indonesia|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:TokohUlama Minangkabau|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Tokoh dari Agam|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Tokoh Islam Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Indonesia|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Ketua Majelis Ulama Indonesia|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Cerdik Pandai Minangkabau|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Tokoh IslamWartawan Indonesia]]
[[Kategori:UlamaJurnalis IndonesiaMinangkabau|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Sastrawan Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh Muhammadiyah|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Ahli tafsir (Al Qur'an) Indonesia|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Sejarawan Islam Indonesia|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:PolitikusNovelis Indonesia]]
[[Kategori:Penulis skenario Indonesia]]
[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:Penulis Muslim]]
[[Kategori:Penulis politik]]
[[Kategori:Politikus Partai Masyumi]]
[[Kategori:AnggotaTahanan Konstituante Republikpolitik Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh daripolitik AgamMinangkabau|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Tokoh birokrat Minangkabau|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Tokoh Kementerian Agama Republik Indonesia|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Anggota Konstituante Republik Indonesia|Abdul Malik Karim Amrullah]]
[[Kategori:Tokoh Agam|Abdul Malik Karim Amrullah]]<!--dilarang memakai kategori "Tokoh dari Agam"-->
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Tanjung Raya]]