Hamka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 77:
 
== Penerimaan dan ibadah haji ==
Meskipun disambut baik saat kepulangannya, Malik dianggap hanya sebagai tukang pidato daripada ahli agama di kampung halamannya. Dalam membacakan ayat atau kalimat bahasa Arab, Malik dinilai tidak fasih karena tidak memahami [[tata bahasa Arab|tata letak bahasa]], ''[[Ilmu nahwu|nahwu]]'', dan ''[[Saraf (linguistik)|sharaf]]''. Kekurangannya dikait-kaitkan karena ia tidak pernah menyelesaikan pendidikannya di Thawalib. Menurut kesaksian Hamka, ia memang kerapkali salah dalam melafalkan bahasa Arab, walaupun ketika menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia hasil terjemahannya jauh lebih bagus daripada teman-temannya. Malik berasa kecil hati dengan dirinya karena tidak ada pendidikan yang diselesaikannya. Ayahnya menasihatkan agar ia mengisi dirinya dengan ilmu pengetahuan karena "pidato-pidato saja adalah percuma". Saat Muhammadiyah membuka sekolah di Padang Panjang, ia bersama banyak teman-temannya yang pulang dari Jawa ikut melamar sebagai guru. Para pelamar diharuskan mengisi formulir yang menerangkan nama, alamat, dan pendidikan disertai lampiran bukti kelulusan seperti diploma atau ijazah. Pada hari pengumuman pelamar yang lolos sebagai guru, Malik tidak lolos karena tidak memiliki diploma. Hal ini menambah kekecewaan Malik sejak kepulangannya.
 
Kepada andungnya, Malik sering menceritakan kesedihan dan perasaannya. Dari andungnya, Malik diceritakan bahwa ayahnya pernah berjanji akan mengirimnya belajar ke Mekkah selama sepuluh tahun. Karena takut kepada ayahnya, Malik merencanakan sendiri kepergiannya ke Mekkah. Ia tak menuturkan ke mana hendak pergi kepada ayahnya, hanya berkata hendak pergi ke tempat yang jauh. Karena keterbatasan ongkos, Malik berjalan kaki dari Maninjau ke Padang. Ketika kapal yang membawanya singgah di pelabuhan Belawan, Malik bertemu temannya, Isa, yang membantu ongkos perjalanannya. Pada permulaan Februari 1927, bertepatan dengan keberangkatan jemaah haji Indonesia pada bulan Rajab, Malik berangkat dari [[Pelabuhan Belawan]] menuju [[Jeddah]]. Selama di kapal, ia amat dihormati lantaran kepandaiannya membaca Al-Quran. Orang-orang memanggilnya dengan sebutan ajengan. Dalam memoarnya, Hamka mengenang dirinya ditawari kawin dengan seorang gadis Bandung yang memang telah menawan hatinya, tetapi ia menolak. Sewaktu itu, kata Hamka, biasa saja orang menikah di atas kapal.{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=91}}