Hamka: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Membalikkan revisi 21065734 oleh Billboardmusicayudhiadr (bicara) revert, vandalisme suntingan tanpa referensi Tag: Pengembalian manual |
||
Baris 3:
|imagesize = 250px
|alt =
|caption =
|honorific_prefix =
|name = Abdul Malik Karim Amrullah
Baris 30:
}}
[[Profesor|Prof.]] [[Honoris Causa|Dr.]] [[Haji (gelar)|
Dibayangi nama besar ayahnya [[Abdul Karim Amrullah]], Hamka remaja sering melakukan perjalanan jauh sendirian. Ia meninggalkan pendidikannya di [[Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek|Thawalib]], menempuh perjalanan ke Jawa pada tahun 1924. Setelah setahun melewatkan perantauannya, Hamka kembali ke [[Kota Padang Panjang|Padang Panjang]] membesarkan Muhammadiyah. Pengalamannya ditolak sebagai guru di sekolah milik Muhammadiyah karena tak memiliki diploma dan kritik atas kemampuannya berbahasa Arab melecut keinginan Hamka pergi ke [[Mekkah]]. Dengan bahasa Arab yang dipelajarinya
Selama [[Revolusi Nasional Indonesia|revolusi fisik Indonesia]], Hamka bergerilya di Sumatra Barat bersama [[Barisan Pengawal Nagari dan Kota]] (BPNK) untuk menggalang persatuan menentang kembalinya Belanda. Pada 1950, Hamka membawa keluarga kecilnya ke Jakarta. Semula ia mendapat pekerjaan di [[Departemen Agama]], tapi ia mengundurkan diri karena terjun di jalur politik. Dalam [[Pemilihan Umum 1955|pemilihan umum 1955]], Hamka terpilih duduk di [[Konstituante]] mewakili Masyumi. Ia terlibat dalam perumusan kembali dasar negara. Sikap politik Masyumi menentang komunisme dan anti-[[Demokrasi Terpimpin]] memengaruhi hubungan Hamka dengan [[Soekarno|Presiden Soekarno]]. Usai Masyumi dibubarkan sesuai [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]], Hamka menerbitkan majalah ''[[Panji Masyarakat]]'' yang berumur pendek, karena dibredel oleh Soekarno setelah menurunkan tulisan [[Mohammad Hatta|Hatta]]—yang telah mengundurkan diri sebagai wakil presiden—berjudul "[[Demokrasi Kita]]". Seiring meluasnya komunisme di Indonesia, Hamka diserang oleh organisasi kebudayaan [[Lembaga Kebudajaan Rakjat|Lekra]]. Tuduhan melakukan gerakan subversif membuat Hamka diciduk dari rumahnya ke tahanan Sukabumi pada 1964. Dalam keadaan sakit sebagai tahanan, ia merampungkan ''[[Tafsir Al-Azhar]].''
|