Hamka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
penyempurnaan
penyempurnaan
Baris 117:
Hamka mengisi beberapa rubrik dan menulis cerita bersambung. Mengangkat masalah penggolongan dalam masyarakat Minangkabau berdasarkan harta, pangkat, dan keturunan, ia menulis ''[[Di Bawah Lindungan Ka'bah (novel)|Di Bawah Lindungan Ka'bah]]''. Hamid terhalang menikahi Zainab karena perbedaan status antara kedua keluarga. Melihat animo masyarakat yang luas, [[Balai Pustaka]] menerbitkan ''Di Bawah Lindungan Ka'bah'' pada 1938. Setelah ''Di Bawah Lindungan Ka'bah,'' Hamka menulis ''[[Tenggelamnya Kapal Van der Wijck]]'' tentang percintaan antara Zainuddin dan Hayati yang terhalang adat dan berakhir dengan kematian. Sewaktu dimuat sebagai cerita bersambung, Hamka menuturkan ia mendapat banyak surat dari pembaca, sebagian meminta agar Hayati hati "jangan sampai dimatikan", sebagian mengungkapkan kesan mereka "seakan-akan Tuan menceritakan nasibku sendiri". Namun, sejumlah pembaca Muslim menolak ''Van Der Wijck'' karena menurut mereka seorang ulama tak pantas menulis roman percintaan. Ia pernah dijuluki kiai cabul.{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=88}} Hamka membela diri lewat tulisan di ''Pedoman Masyarakat'' pada 1938. Ia menyatakan, tak sedikit roman yang berpengaruh positif terhadap pembacanya. Ia merujuk pada roman 1920-an dan 1930-an yang mengupas adat kolot, pergaulan bebas, kawin paksa, poligami, dan bahaya pembedaan kelas.
 
Dalam majalah yang diasuhnya, Hamka kerap menampilkan ketokohan [[Soekarno|Ir. Soekarno]] dan kalangan nasionalis pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1930-an. Setelah Ir. Soekarno dipindahkan pengasingannya dari Endeh ke [[Bengkulu]]. [[Soekarno|Ir. Soekarno]] mulai mengenal tulisan-tulisan Hamka saat dalam pengasingan di [[Bengkulu]]. Bahkan, ia pernah menemui [[Soekarno|Bung Karno]] di [[Bengkulu]] untuk bertukar pikiran tentang soal kebangsaan.
 
== Pendudukan Jepang dan pasca-kemerdekaan ==