Hubungan Romawi dengan Tiongkok

Hubungan bilateral

Hubungan Romawi dengan Tiongkok mengacu kepada kontak yang utamanya tak langsung antara Kekaisaran Romawi dan Dinasti Han dan kemudian antara Kekaisaran Romawi Timur dengan berbagai dinasti dalam sejarah Tiongkok. Hubungan yang berlangsung dapat berupa pertukaran barang dagang serta informasi dan terkadang juga mencakup kedatangan pengelana dan pengiriman utusan. Dalam sejarahnya, Romawi terus memperluas wilayahnya di kawasan Timur Dekat, sementara pasukan Han merambah hingga ke kawasan Asia Tengah, sehingga kedua negara ini semakin mendekat secara perlahan. Namun, kedua negara ini kurang menyadari keberadaan satu sama lain, dan hanya sedikit upaya kontak langsung yang tercatat dalam sejarah. Selain itu, kekaisaran-kekaisaran besar yang berada di antara kedua negara ini (seperti Partia dan Kushan) berupaya mengendalikan Jalur Sutra, alhasil kontak langsung di antara kedua negara besar tersebut pun terhalang. Pada tahun 97 Masehi, jenderal Tiongkok Ban Chao berupaya mengirim Gan Ying ke Roma. Gan berhasil mencapai Partia, tetapi ia kemudian berhasil diyakinkan untuk tidak melanjutkan perjalanannya. Sementara itu, kedatangan beberapa orang yang diduga merupakan utusan Romawi di Tiongkok pernah dicatat oleh para sejarawan Tiongkok. Salah satu utusan pertama yang tercatat (mungkin diutus oleh Kaisar Antoninus Pius atau putra angkatnya Markus Aurelius) tiba pada 166 Masehi. Yang lainnya tercatat pada 226 dan 284 Masehi, dan kemudian tidak ada lagi kedatangan yang tercatat hingga utusan Romawi Timur tiba pada 643 Masehi.

Peta Eurasia pada tahun 1 Masehi, dengan Kekaisaran Romawi (merah), Kekaisaran Partia (cokelat), dan Kekaisaran Han Tiongkok (kuning)
Kekaisaran Romawi dan Han menduduki dua sisi benua Eurasia pada tahun 200 Masehi, dengan Kekaisaran Partia dan Kushan berada di antaranya.
Hubungan dagang antara Romawi dan dunia Timur, termasuk Tiongkok, menurut panduan navigasi abad ke-1 SM, Perjalanan Laut Eritrea

Pertukaran barang secara tak langsung terjadi melalui Jalur Sutra di darat serta jalur laut. Barang-barang yang saling diperdagangkan meliputi sutra dari Tiongkok, barang kaca Romawi, dan pakaian bermutu tinggi. Koin-koin Romawi yang dicetak pada abad ke-1 Masehi telah ditemukan di Tiongkok. Sebuah koin Maximianus dan medali-medali dari masa pemerintahan Antoninus Pius dan Markus Aurelius juga telah ditemukan di Jiaozhi, yaitu sebuah daerah di Vietnam modern yang diklaim oleh sumber sejarah Tiongkok sebagai tempat kedatangan utusan Romawi yang pertama. Sementara itu, barang kaca dan perak Romawi telah ditemukan di situs arkeologi Tiongkok yang berasal dari zaman Dinasti Han.

Dalam sumber klasik Romawi, upaya untuk menemukenali penyebutan Tiongkok kuno dipersulit oleh ketidakjelasan dari istilah Latin "Seres", karena maknanya bisa mengacu kepada beberapa suku bangsa Asia dari India dan Asia Tengah hingga Tiongkok. Dalam catatan sejarah Tiongkok, Kekaisaran Romawi dikenal dengan nama "Daqin" atau secara harfiah berarti "Qin Besar". Daqin secara langsung berkaitan dengan kata "Fulin" (拂菻) dalam sumber-sumber Tiongkok, yang diidentifikasi sebagai Kekaisaran Romawi Timur oleh para cendekiawan seperti Friedrich Hirth. Sumber-sumber Tiongkok juga menyebutkan beberapa utusan Fulin yang tiba di Tiongkok pada masa Dinasti Tang serta pengepungan Konstantinopel oleh pasukan Muawiyah I pada 674–678 Masehi.

Para ahli geografi di Kekaisaran Romawi seperti Ptolemaeus membuat peta Samudra Hindia timur, yang meliputi Semenanjung Malaya serta Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan. "Cattigara" dalam peta Ptolemaeus kemungkinan besar adalah Óc Eo di Vietnam, dan di tempat ini barang-barang Romawi dari zaman Antoninus telah ditemukan. Sementara itu, para ahli geografi Tiongkok kuno telah menuliskan keterangan mengenai kawasan Asia Barat dan provinsi-provinsi timur Romawi. Kemudian, pada abad ke-7 Masehi, sejarawan Romawi Timur Theophylaktos Simokates pernah mencatat peristiwa penyatuan kembali Tiongkok utara dan selatan, yang ia anggap sebagai dua negara terpisah yang baru saja berperang. Peristiwa ini mengacu kepada penaklukan dinasti Chen oleh Kaisar Wen dari Sui (memerintah 581–604 Masehi).

Catatan geografi dan kartografi

Sudut pandang Romawi

 
Peta proyeksi pertama karya Ptolemaeus yang direkonstruksi pada zaman Renaisans. Di dalam peta ini disebutkan Tanah Sutra (Serica) di ujung Jalur Sutra di Asia timur laut serta negeri Qin (Sinae) di ujung rute maritim di tenggara. Rekonstruksi ini berasal dari tahun 1450–1475 Masehi oleh Francesco del Chierico dan diterjemahkan dari bahasa Yunani ke bahasa Latin oleh Emmanuel Chrysoloras dan Jacobus Angelus.[1]
 
Peta wilayah Asia menurut Ptolemaeus, dengan Teluk Gangga di kiri, Semenanjung Emas (Malaysia) di tengah, dan Teluk Besar (Teluk Thailand) di sebelah kanan. Negeri "Sinae" berada di pesisir utara dan timur. Peta ini merupakan hasil rekonstruksi dari zaman Renaisans.

Sedari Vergilius, Horatius, dan Strabo pada abad ke-1 SM, catatan sejarah Romawi agak kurang jelas dalam meriwayatkan Tiongkok dan suku Seres penghasil sutra di Timur Jauh, yang mungkin adalah orang Tiongkok Kuno.[2][3] Ahli geografi abad ke-1 M Pomponius Mela menyatakan bahwa negeri Seres merupakan pusat pesisir samudra timur yang berbatasan dengan India dan negeri orang Skithia.[2] Sementara itu, sejarawan Romawi dari abad ke-2 M, Florus, tampaknya melakukan kesalahan dengan menyamakan Seres dengan orang-orang India, atau paling tidak mengatakan bahwa warna kulit mereka membuktikan mereka semua tinggal "di bawah langit yang lain".[2] Para penulis Romawi umumnya tampak tidak selalu senada dalam menentukan apakah Seres berada di Asia Tengah atau Timur.[4]

Meskipun keberadaan Tiongkok sudah diketahui oleh para ahli kartografi Romawi, tidak banyak keterangan yang mereka miliki mengenai negeri tersebut. Sejarawan Ammianus Marcellinus (sekitar 330 – 400 M) menulis bahwa negeri Seres dan Sungai Bautis (diyakini mengacu kepada Sungai Kuning) dikelilingi oleh "tembok tinggi" yang "membentuk lingkaran".[2] Geografi karya Ptolemaeus yang dibuat pada abad ke-2 Masehi memisahkan Tanah Sutra (Serica) di ujung Jalur Sutra dari negeri Qin (Sinae) yang dapat dicapai lewat laut.[5] Sinae ditempatkan di pesisir utara Teluk Besar (Magnus Sinus) di sebelah timur Semenanjung Emas (Aurea Chersonesus, Semenanjung Malaya). Pelabuhan utama mereka, Cattigara, tampak berada di Delta Mekong.[6] Teluk Besar merupakan perpaduan Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan; akibat keyakinan Marinus dari Tirus dan Ptolemaeus bahwa Samudra Hindia adalah sebuah laut pedalaman, mereka membengkokkan pesisir Kamboja ke arah selatan hingga melewati khatulistiwa sebelum akhirnya berbelok ke barat dan bersatu dengan daratan Libya selatan (Afrika).[7][8] Kebanyakan dari daratan tersebut dianggap sebagai daratan yang tak dikenal, tetapi wilayah timur lautnya dinyatakan sebagai wilayah Sinae.[9]

Para ahli geografi klasik seperti Strabo dan Plinius yang Tua termasuk lamban dalam memutakhirkan karya-karya mereka. Akibat kedudukan mereka sebagai cendekiawan terkemuka, mereka memandang sinis para pedagang kelas rendah dan keterangan topografi yang mereka kumpulkan. Karya Ptolemaeus berbeda dalam hal ini, karena ia mau mempertimbangkan keterangan semacam itu dan ia tidak akan mampu memetakan Teluk Benggala dengan tingkat ketepatan yang tinggi apabila bukan karena masukan dari pedagang.[10]

Pada abad ke-1 Masehi, seorang pedagang sekaligus penulis anonim asal Mesir Romawi penutur bahasa Yunani membuat sebuah karya berjudul Perjalanan Laut Eritrea yang memberikan catatan yang begitu jelas mengenai kota-kota dagang di timur, dan kemungkinan besar ia pernah mengunjungi kota-kota tersebut. Catatan sejarah ini menyebutkan kota-kota di Arab, Pakistan, dan India. Di dalamnya juga dijelaskan waktu yang perlu ditempuh untuk menjangkaunya, tempat untuk menurunkan jangkar, letak istana kerajaan, gaya hidup masyarakat setempat, barang-barang yang dijual di pasar, serta waktu yang tepat untuk berlayar dari Mesir ke tempat-tempat tersebut dengan memanfaatkan angin muson.[11] Perjalanan Laut Eritrea juga menyebutkan keberadaan sebuah kota besar, Thinae (atau Sinae), di sebuah negara yang disebut This yang diyakini terbentang hingga ke Kaspia.[12][13] Teks tersebut menyatakan bahwa sutra yang dihasilkan di sana dibawa ke negeri tetangganya India melalui Sungai Gangga dan juga ke Baktria melalui jalur darat.[12]

Sementara itu, Marinus dan Ptolemaeus menggunakan pernyataan dari seorang pelaut Yunani bernama Aleksandros (yang tampaknya juga seorang pedagang) tentang bagaimana cara untuk mencapai Cattigara.[6][14] Aleksandros menyebutkan bahwa tempat pemberhentian utama bagi para pedagang Romawi adalah sebuah kota Burma yang disebut Tamala di barat laut Semenanjung Malaya. Dari kota tersebut, para pedagang India berangkat melewati Tanah Genting Kra untuk mencapai Teluk Perimulik (diyakini Teluk Thailand). Aleksandros mengklaim dibutuhkan waktu dua puluh hari untuk berlayar dari Thailand ke sebuah pelabuhan yang disebut "Zabia" (atau Zaba) di Vietnam selatan. Dari situ, perjalanan dapat dilanjutkan di sepanjang pesisir Vietnam selatan hingga mencapai kota pelabuhan Cattigara. Diperlukan waktu berhari-hari untuk mencapai kota tersebut (dan "beberapa" diartikan sebagai "banyak" oleh Marinus).[15][16]

Kosmas Indikopleustes, seorang biarawan Romawi Timur dari Aleksandria pada abad ke-6 Masehi dan mantan pedagang dengan pengalaman berdagang di Samudra Hindia, merupakan orang Romawi pertama yang menulis dengan jelas mengenai Tiongkok dalam Topografi Kristen (sekitar tahun 550 Masehi).[17] Ia menyebutnya negara Tzinista (dapat dibandingkan dengan Chinasthana dalam bahasa Sanskerta dan Sinistan dalam bahasa Suryani) yang terletak di kawasan paling timur Asia.[18][19] Ia menjelaskan jalur laut menuju tempat tersebut (mula-mula berlayar ke timur dan kemudian ke arah utara dari pesisir selatan benua Asia). Ia juga menerangkan bahwa cengkih datang dari jalur tersebut menuju Sri Lanka untuk dijual.[18] Pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus I (memerintah 527–565 Masehi), bangsa Romawi Timur mendapatkan sutra Tiongkok melalui perantara di Sogdia. Namun, mereka juga menyelundupkan ulat sutra dari Tiongkok dengan bantuan para biarawan Nestorian, yang mengklaim bahwa tanah Serindia terletak di utara India dan menghasilkan sutra terbaik.[20] Dengan menyelundupkan ulat sutra dan menghasilkan sutra mereka sendiri, bangsa Romawi Timur tidak lagi memerlukan jalur perdagangan sutra yang dikuasai oleh musuh bebuyutan mereka, Kekaisaran Sasaniyah.[21]

Bangsa Romawi Timur menyerap istilah lain untuk Tiongkok dari suku bangsa Turk di Asia Tengah pada zaman Wei Utara (386–535 Masehi), yaitu Taugast (Turk Kuno: Tabghach).[20] Theophylaktos Simokates, seorang sejarawan pada masa pemerintahan Heraklius (berkuasa 610–641 Masehi), menulis bahwa Taugast (atau Taugas) adalah sebuah negeri besar yang dijajah oleh bangsa Turk, dengan ibu kota yang berjarak 2.400 km di sebelah timur laut India. Ibu kota tersebut bernama Khubdan (dari kata Turk Khumdan yang digunakan untuk ibu kota Sui dan Tang, Chang'an). Menurutnya, di kota tersebut, rakyatnya menyembah berhala, tetapi bijak dan taat hukum.[22] Ia menerangkan bahwa Tiongkok terpisah oleh sebuah sungai besar (diyakini Yangzi) yang menjadi perbatasan antara dua negara yang saling berperang. Pada masa pemerintahan Kaisar Mairikius di Romawi Timur (582–602 Masehi), orang-orang di Taugast utara yang mengenakan "mantel hitam" menaklukkan orang-orang yang memakai "mantel merah" di selatan. Peristiwa yang dijabarkan dalam catatan sejarah ini mungkin mengacu kepada penaklukan Dinasti Chen oleh Kaisar Wen dari Sui (memerintah 581–604 Masehi) yang berhasil menyatukan kembali Tiongkok.[23] Simokates menyebut penguasa mereka Taisson. Menurutnya, istilah ini berarti Putra Tuhan, yang berkaitan dengan kata Tianzi (artinya Putra Surgawi) dalam bahasa Mandarin atau mungkin juga mengacu kepada nama dari penguasa pada zaman ketika ia menulis, Kaisar Taizong dari Tang (memerintah 626 – 649 Masehi).[24] Orang-orang Eropa di Tiongkok pada akhir Abad Pertengahan belakangan menyebut keberadaan dua negara yang terpisah, yaitu Cathay di utara dan Mangi di selatan, pada zaman ketika Dinasti Yuan yang dipimpin oleh penguasa Mongol Kubilai Khan (memerintah 1260–1294 Masehi) menaklukkan Dinasti Song Selatan.[25][26][27]

Sudut pandang Tiongkok

 
Sebuah peta sutra dari Dinasti Han Barat yang ditemukan di makam 3 di situs Han Mawangdui. Peta ini menggambarkan Kerajaan Changsha dan Nanyue (Vietnam) di Tiongkok Selatan (catatan: selatan ada di atas), abad ke-2 SM
 
Daqinguo (大秦國) muncul di ujung Barat peta dunia Dinasti Ming, Sihai Huayi Zongtu, yang diterbitkan pada 1532 Masehi.

Keterangan geografi mengenai Kekaisaran Romawi (atau paling tidak wilayah paling timurnya) dapat ditemui dalam historiografi Tiongkok tradisional. Shiji karya Sima Qian (sekitar 145–86 SM) mendeskripsikan negara-negara di Asia Tengah dan Barat. Catatan tersebut menjadi lebih rinci dalam Kitab Han yang ditulis oleh Ban Gu dan saudarinya Ban Zhao (keduanya adalah saudara jenderal Ban Chao).[28] Keterangan dalam Kitab Han Akhir (yang disusun oleh Fan Ye, 398–445 Masehi) mengenai wilayah Asia paling Barat menjadi dasar bagi seluruh catatan sejarah mengenai Daqin pada masa selanjutnya.[28][note 1] Keterangan tersebut tampaknya hanya menjabarkan wilayah Syam.[28] Pakar linguistik sejarah Edwin G. Pulleyblank menjelaskan bahwa para sejarawan Tiongkok menganggap Daqin sebagai "imbangan dari Tiongkok" yang terletak di ujung dunia.[29][30] Menurut Pulleyblank, "gambaran Tiongkok mengenai Dà Qín sedari awal telah dicampuradukkan dengan gagasan mitologis kuno mengenai ujung barat."[31][30] Para sejarawan Tiongkok secara gamblang menganggap Daqin dan Lijian (juga disebut "Li-kan" atau Suriah) sebagai bagian dari negara yang sama. Di sisi lain, menurut Henry Yule, D. D. Leslie, dan K. H. G. Gardiner, deskripsi pertama mengenai Lijian dalam Shiji menunjukkan bahwa wilayah tersebut merupakan sebuah negara tersendiri, yaitu Kekaisaran Seleukia pada zaman Helenistik.[32][33][34] Pulleyblank mengajukan argumen berlandaskan analisis linguistik untuk membantah pernyataan tersebut. Menurutnya, Tiaozhi (条支) dalam Shiji kemungkinan besar adalah Kekaisaran Seleukia, sementara Lijian dapat diidentifikasi sebagai Hirkania di Iran atau bahkan Aleksandria di Mesir (walaupun ia mengakui bahwa cakupan sebenarnya dari Lijian sendiri masih belum jelas).[35][note 2]

Weilüe karya Yu Huan (sekitar 239–265 Masehi), yang tersimpan dalam Catatan Sejarah Tiga Negara yang diterbitkan pada 429 Masehi oleh Pei Songzhi, juga memberi penjelasan tentang wilayah paling timur Romawi, termasuk Laut Tengah.[28] Untuk wilayah Mesir Romawi, buku tersebut menjelaskan letak Aleksandria, jarak antar tempat di sepanjang Sungai Nil, serta pembagian Mesir menjadi tiga, yaitu Delta Nil, Heptanomis, dan Tebais.[28][36] Keberadaan Mercusuar Aleksandria kuno juga dijelaskan dalam Zhu Fan Zhi karya pengawas bea cukai Quanzhou zaman Dinasti Song, Zhao Rugua (1170–1228 Masehi).[37] Kitab Han Akhir dan Weilüe sama-sama menyebutkan jembatan ponton "terbang" (飛橋) di atas Sungai Efrat di Zeugma, Commagene, Anatolia Romawi.[28][38] Weilüe juga menyebutkan negara-negara vasal paling penting di Kekaisaran Romawi, memberikan arahan perjalanan, dan memperkirakan jarak antar tempat (dengan satuan li).[28][36] Friedrich Hirth (1885) mengidentifikasi beberapa tempat dan negara vasal Romawi yang disebut dalam Weilüe, tetapi hal ini telah menuai kritik dari pakar yang lain seperti John E. Hill (2004).[note 3] Hirth mengidentifikasikan Si-fu (Tionghoa: 汜復) sebagai Emesa,[28] sedangkan Hill memaparkan bukti situasional dan linguistik untuk menunjukkan bahwa Si-fu mengacu kepada Petra di Kerajaan Nabatea yang diambil alih Romawi pada 106 Masehi pada masa pemerintahan Trajanus.[38]

Kitab Tang Lama dan Kitab Tang Baru mencatat bahwa bangsa Arab (Da shi 大食) mengirim panglima mereka "Mo Yi" (摩拽伐之, Pinyin: Mó zhuāi fá zhī, diyakini Muawiyah I, Gubernur Suriah sebelum menjadi Khalifah Umayyah yang memerintah pada 661–680 Masehi) untuk mengepung ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel, dan memaksa mereka untuk membayar upeti.[28] Kedua kitab ini juga mendeskripsikan Konstantinopel secara rinci, seperti keterangan bahwa kota tersebut memiliki tembok granit besar dan jam air dengan patung pria emas di atasnya.[28][39][40] Henry Yule mengamati bahwa nama perunding dari Romawi Timur, "Yenyo" (yakni bangsawan Ioannes Pitzigaudes), disebut dalam sumber-sumber Tiongkok.[41] Sementara itu, Kitab Tang Baru dan Wenxian Tongkao mendeskripsikan wilayah Nubia (Kerajaan Kush atau Aksum) sebagai kawasan gurun di sebelah barat daya Romawi Timur. Menurut kedua catatan ini, wilayah tersebut dijangkiti malaria, dan para penduduk aslinya memiliki kulit hitam dan memakan kurma Persia.[28] Ketika membahas tiga agama besar di Nubia, Wenxian Tongkao menyebut agama "Daqin" serta hari istirahat yang berlangsung seminggu sekali bagi mereka yang menganut kepercayaan Da shi (Arab Muslim).[28] Catatan tersebut juga mengulang klaim dari Kitab Tang Baru tentang praktik bedah Romawi Timur untuk mengeluarkan parasit dari otak.[28]

Utusan dan perjalanan

 
Dewangga Sampul dari Kabupaten Lop, Xinjiang, Tiongkok, yang menggambarkan seorang prajurit Yunani dari kerajaan Yunani-Baktria (250–125 SM), dengan mata biru, memegang tombak, dan mengenakan ikat kepala diadem; yang digambar di atasnya adalah seekor kentauros dari mitologi Yunani, sebuah motif umum dalam seni rupa Helenistik.[42] Dewangga ini kini disimpan di Museum Wilayah Xinjiang.

Peradaban Yunani Helenistik dan Dinasti Qin mungkin sudah pernah menjalin hubungan pada akhir abad ke-3 SM seusai perang penaklukan Aleksander Agung di Asia Tengah dan pendirian kerajaan-kerajaan Helenistik di wilayah yang relatif dekat dengan Tiongkok, seperti Kerajaan Yunani-Baktria. Penggalian di makam Kaisar Tiongkok pertama, Qin Shi Huang (memerintah pada 221–210 SM), menunjukkan pengaruh gaya dan teknologi Yunani terhadap karya seni yang ditemukan di sana, termasuk pada beberapa patung pasukan terakota yang terkenal itu.[43][44] Meskipun pertukaran budaya pada masa seawal itu hanya dianggap sebagai dugaan saja oleh para akademisi, penggalian makam abad ke-4 SM di wilayah provinsi Gansu yang temasuk ke dalam negara Qin menemukan barang-barang Barat seperti manik-manik kaca dan bejana berkaca biru (kemungkinan tembikar glasir bening) dari kawasan Laut Tengah.[45]

Satu-satunya penjelajah Romawi terkenal yang pernah mengunjungi wilayah paling timur di Asia Tengah adalah Maes Titianus,[note 4] tokoh yang sezaman dengan Trajanus pada akhir abad ke-1 atau awal abad ke-2 Masehi.[note 5] Ia mengunjungi "Menara Batu" yang diidentifikasikan oleh para sejarawan sebagai Tashkurgan di Pegunungan Pamir, Tiongkok[note 6] atau monumen serupa di Lembah Alay yang berada di sebelah barat Kashgar, Xinjiang, Tiongkok.[46][47][48]

Utusan ke istana Kaisar Augustus

Sejarawan Romawi abad ke-2 Masehi, Florus, menjelaskan kunjungan sejumlah utusan ke istana Kaisar Romawi yang pertama, Augustus (memerintah 27 SM – 14 M). Termasuk di antaranya adalah utusan dari "Seres" (kemungkinan Tiongkok):

Bahkan seluruh bangsa di dunia yang tidak tunduk kepada kekuasaan kekaisaran juga menyadari keagungannya, dan menghormati bangsa Romawi, penakluk agung bangsa-bangsa. Maka orang Skithia dan Sarmatia mengirim utusan untuk menjalin persahabatan dengan Roma. Bahkan orang Seres juga datang, dan orang India yang tinggal di bawah matahari yang tegak lurus, membawa persembahan berupa batu-batu berharga dan mutiara dan gajah, tetapi pikirkan paling tidak jauhnya perjalanan yang harus mereka tempuh, yang membutuhkan empat tahun menurut mereka. Nyatanya hanya perlu melihat warna kulit mereka saja untuk melihat bahwa mereka adalah suku bangsa dari dunia yang lain.[49]

Henry Yule telah mengkaji seluruh sastra dan historiografi Romawi, tetapi ia tidak berhasil menemukan keterangan lain yang menyebutkan kontak langsung antara bangsa Romawi dengan Seres.[note 7] Ia menduga bahwa orang-orang tersebut hanya pedagang dan bukan diplomat, karena catatan sejarah Tiongkok menyebutkan bahwa Gan Ying merupakan orang Tiongkok pertama yang berkelana hingga sejauh Tiaozhi (条支; Mesopotamia) pada 97 Masehi.[note 7] Yule juga menyatakan bahwa menurut Perjalanan Laut Eritrea dari abad ke-1, orang-orang dari Thinae (Sinae) jarang terlihat karena sulit untuk menjangkau negara tersebut.[12][50] Catatan sejarah tersebut juga menjelaskan bahwa Thinae terletak di bawah rasi bintang Ursa Minor dan berbatasan dengan ujung Laut Kaspia. Selain itu, Thinae disebut sebagai tempat asal sutra dan pakaian yang terbuat darinya yang diperdagangkan dari Baktria ke Barigaza dan juga melalui Sungai Gangga.[12]

Perutusan Gan Ying

 
Gambar orang Daqin dari ensiklopedia Dinasti Ming, Sancai Tuhui, 1609

Jenderal Han Timur Ban Chao (32–102 Masehi) berhasil menguasai kembali Kawasan Barat (Cekungan Tarim di Xinjiang) dan mengalahkan Da Yuezhi pada tahun 90 Masehi dan Xiongnu Utara pada tahun 91 Masehi. Ia juga berhasil menundukkan berbagai negara-kota orang Tocharia di Kucha dan Turfan, negara-kota orang Saka di Khotan dan Kashgar,[51], serta Karasahr pada 94 Masehi.[52][53] Sementara itu, utusan dari Kekaisaran Partia dari Persia dan Mesopotamia sebelumnya sudah pernah datang menghadap pemerintah Han pada tahun 89 Masehi. Ketika Ban menempatkan tentaranya di Khotan, utusan Partia lainnya datang pada 101 Masehi, kali ini membawa hadiah-hadiah eksotis seperti burung unta.[54]

Pada 97 Masehi, Ban Chao mengirim seorang utusan bernama Gan Ying untuk menjelajahi wilayah Barat Jauh. Gan berkelana dari Cekungan Tarim sampai Partia hingga mencapai Teluk Persia.[55] Gan meninggalkan sebuah catatan yang rinci mengenai negara-negara yang ia kunjungi di barat; ia tampaknya hanya sampai Mesopotamia, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Partia. Ia hendak berlayar ke Kekaisaran Romawi, tetapi ia membatalkan niatnya setelah ia mendapatkan nasihat bahwa perjalanan tersebut berbahaya dan dapat memakan waktu dua tahun.[56][57] Ia kemudian kembali ke Tiongkok dan membawa keterangan baru tentang negara-negara di sebelah barat wilayah Tiongkok[58] hingga Laut Tengah.[59]

Gan Ying diduga telah menulis keterangan mengenai Kekaisaran Romawi (Daqin dalam bahasa Mandarin) yang diperoleh dari sumber-sumber sekunder (seperti para pelaut di pelabuhan-pelabuhan yang ia kunjungi). Kitab Han Akhir menyebutkan bahwa negeri tersebut terletak di Haixi ("di sebelah barat dari laut", atau Mesir Romawi;[28][60] laut yang dimaksud adalah laut yang disebut Laut Eritrea oleh bangsa Yunani dan Romawi, dan laut ini meliputi Teluk Persia, Laut Arab, dan Laut Merah):[61]

Wilayahnya terbentang ribuan li [satu li pada zaman Dinasti Han setara 415.8 meter].[62] Mereka telah mendirikan kantor-kantor pos secara berkala, dan semuanya diplaster dan diwarnai putih. Terdapat pohon pinus serta sanobar, serta pohon dan tumbuhan dari segala jenis. Terdapat lebih dari empat ratus kota bertembok. Terdapat puluhan kerajaan-kerajaan kecil yang tunduk. Tembok kotanya terbuat dari batu.[63]

Kitab Han Akhir memandang pemerintahan Romawi secara positif, walaupun keterangannya tidak akurat:

Raja mereka bukanlah penguasa tetap, tetapi mereka mengangkat seseorang berdasarkan kecakapan. Saat musibah besar menimpa negara tersebut, atau hujan badai pada saat yang tidak tepat, sang raja dilengserkan dan digantikan oleh orang lain. Ia yang dibebastugaskan menerima kehinaan tanpa bersungut-sungut. Para penduduk negara tersebut tinggi dan memiliki bentuk badan yang proporsional, agak seperti orang Han, maka dari itulah mereka disebut [Daqin].[64]

Yule menyatakan bahwa meskipun deskripsi produk dan tata negara Romawi dalam Kitab Han Akhir berisi keterangan yang tidak tepat, catatan sejarah tersebut mampu menggambarkan pengambilan karang di Laut Tengah dengan akurat.[65] Karang merupakan barang mewah bernilai tinggi di Dinasti Han. Barang tersebut diimpor dari India bersama dengan barang-barang lainnya (kebanyakan lewat daratan dan beberapa mungkin lewat laut). Bangsa Romawi sendiri menjual karang ke India dan sebagai gantinya memperoleh mutiara.[66]

Daftar produk Romawi yang mulanya disebutkan dalam Kitab Han Akhir (seperti sutra laut, kaca, ambar, sinabar, dan kain asbestos) ditambahkan lagi dalam Weilüe.[36][67] Weilüe juga mengklaim bahwa pada tahun 134, penguasa Kerajaan Shule (Kashgar) yang disandera di Kekaisaran Kushan menawarkan batu permata berwarna biru (atau hijau) yang berasal dari Haixi sebagai hadiah kepada Han Timur.[36] Fan Ye, penyunting Kitab Han Akhir, mengklaim bahwa generasi-generasi Tiongkok sebelumnya tak pernah menjangkau wilayah-wilayah paling barat tersebut, dan laporan Gan Ying berjasa dalam memberikan keterangan mengenai wilayah tersebut beserta adat istiadat dan produk mereka.[68] Kitab Han Akhir juga secara khusus menyebutkan bahwa bangsa Partia (Mandarin: 安息; Anxi) ingin "mengendalikan perdagangan sutra beraneka warna Tiongkok", sehingga mereka dengan sengaja menghentikan orang-orang Romawi yang ingin mendatangi Tiongkok.[60]

Kemungkinan adanya orang Yunani Romawi di Burma dan Tiongkok

 
Bejana keramik dari Han Barat dengan patung pemain akrobat sedang menyeimbangkan diri dengan tangan; Shiji dan Kitab Han menyatakan bahwa Mithridates II dari Kekaisaran Partia mengirim berbagai hadiah ke istana Kaisar Wu dari Han, termasuk para penambul dari Suriah,[28] sementara Kitab Han Akhir mengklaim bahwa seorang raja dari Burma mengirim para pemain akrobat dari Daqin ke istana Kaisar An dari Han pada 120 Masehi.[note 8]

Terdapat kemungkinan bahwa sekelompok pemain akrobat Yunani (yang menyatakan bahwa mereka berasal dari "sebelah barat dari laut" atau Mesir Romawi) dipersembahkan oleh seorang raja dari Burma kepada Kaisar An dari Han pada 120 Masehi.[note 8][69][70] Di Partia dan Kushan setelah masa Helenistik, orang Yunani memang dipekerjakan sebagai musisi dan atlet.[71][72] Kitab Han Akhir menyatakan bahwa Kaisar An memindahkan para penghibur tersebut dari kediamannya ke ibu kota di Luoyang. Di situ mereka bertugas menghibur di istana dan sebagai imbalannya mendapatkan emas, perak, dan berbagai hadiah lainnya.[73] Terkait dengan asal mula para penghibur ini, Raoul McLaughlin menduga bahwa bangsa Romawi menjual budak ke Burma dan hal inilah yang membuat para penghibur sudah ada di Burma sebelum mereka dihadiahkan oleh penguasa Burma kepada Kaisar An di Tiongkok.[74][note 9]

Utusan Romawi pertama

 
Sebuah lukisan dinding yang menggambarkan para wanita yang memakai jubah sutra Hanfu. Lukisan ini dapat ditemui di Makam Dahuting (Tionghoa: 打虎亭汉墓, Pinyin: Dahuting Han mu) dari akhir Dinasti Han Timur (25–220 Masehi), yang terletak di Zhengzhou, provinsi Henan, Tiongkok

Kitab Han Akhir mencatat bahwa kelompok pertama yang menyatakan diri sebagai utusan bangsa Romawi ke Tiongkok tiba pada 166 Masehi. Utusan tersebut menghadap Kaisar Huan, dan mereka dikirim oleh "Andun" (Hanzi: 安敦), "Raja Daqin" (Roma).[75][76] Namun, Kaisar Antoninus Pius meninggal pada 161 Masehi dan digantikan oleh putra angkatnya, Markus Aurelius Antoninus. Sang utusan tiba pada 166 Masehi, sehingga masih belum jelas siapa yang mengirim utusan tersebut mengingat kedua kaisar ini sama-sama bernama "Antoninus".[31][77] Para utusan datang dari selatan (sehingga kemungkinan lewat jalur laut) dan masuk ke Tiongkok lewat perbatasan Rinan atau Tonkin (sekarang Vietnam). Mereka mempersembahkan cula badak, gading, dan tempurung kura-kura (kemungkinan dari Asia Selatan).[78] Kitab Han Akhir mengatakan bahwa kedatangan utusan ini merupakan kontak langsung pertama di antara Tiongkok dan Daqin.[77] Yule menduga bahwa para utusan Romawi ini kemungkinan sudah kehilangan barang-barang yang awalnya mereka bawa akibat perampokan atau kapal karam. Menurut Yule, hadiah-hadiah yang dibawa Romawi membuat sumber-sumber Tiongkok curiga bahwa mereka sengaja tidak memberikan barang lebih berharga yang mereka miliki, dan Yule turut menambahkan bahwa kritik yang sama pernah dialamatkan terhadap misionaris Yohanes dari Montecorvino saat ia datang ke Tiongkok pada akhir abad ke-13.[79] Sementara itu, sejarawan Rafe de Crespigny, Peter Fibiger Bang, dan Warwick Ball meyakini bahwa para "utusan" ini kemungkinan besar adalah sekelompok pedagang Romawi dan bukan diplomat resmi yang dikirim oleh Markus Aurelius.[80][75][81] De Crespigny menegaskan bahwa keberadaan utusan Romawi dan utusan-utusan lainnya dari Tianzhu (di India utara) dan Buyeo (di Manchuria) memberikan wibawa yang sangat dibutuhkan oleh Kaisar Huan untuk menghadapi kisruh politik dan dampak dari bunuh dirinya politikus Liang Ji.[note 10][82] Yule sendiri menegaskan bahwa utusan Romawi ini konon datang lewat Jiaozhi di Vietnam utara, dan ini adalah jalur yang sama yang diklaim oleh sumber-sumber Tiongkok sebagai jalur yang dilalui para utusan Tianzhu yang tiba pada tahun 159 dan 161 Masehi.[83]

Utusan Romawi lainnya

 
Mangkok kaca Romawi berwarna hijau yang digali dari sebuah makam Dinasti Han Timur (25–220 Masehi) di Guangxi (sekarang berada di perbatasan Vietnam dengan Tiongkok Selatan).
 
Ilustrasi utusan-utusan Romawi Timur yang menghadap Kaisar Tang Taizong pada tahun 643.

Weilüe dan Kitab Liang mencatat kedatangan seorang pedagang bernama Qin Lun (秦論) dari Kekaisaran Romawi (Daqin) di Jiaozhi pada tahun 226 Masehi.[6][36][80] Kepala Daerah Jiaozhi, Wu Miao, mengirimnya ke istana Sun Quan (penguasa Wu Timur pada zaman Tiga Kerajaan) di Nanjing.[6][80] Sun kemudian meminta agar ia menceritakan kepadanya mengenai negara asalnya dan rakyatnya.[28][36] Setelah itu dilancarkan ekspedisi untuk memulangkan pedagang tersebut bersama dengan sepuluh laki-laki dan sepuluh wanita "kerdil berwarna kehitaman" yang diminta olehnya karena perawakannya yang tidak biasa, serta seorang pejabat Tiongkok, Liu Xian dari Huiji (di Zhejiang), yang meninggal di tengah perjalanan.[28][36][84] Menurut Weilüe dan Kitab Liang, para pedagang Romawi memang aktif di Kamboja dan Vietnam, dan klaim ini dibuktikan oleh penemuan barang-barang dari kawasan Laut Tengah di negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.[6][28][36]

Yule menyebutkan bahwa pada abad ke-3 Masehi, seorang penguasa Daqin mengirim seorang utusan yang membawa hadiah ke istana Cao Wei (220–265 Masehi) di Tiongkok utara; barang-barang yang dibawakan meliputi barang kaca dengan berbagai warna.[85] Beberapa tahun sesudahnya, seorang pengrajin Daqin disebut-sebut telah menunjukkan kepada orang Tiongkok cara untuk mengubah "batu api menjadi kristal dengan menggunakan api", yang merupakan suatu hal baru bagi orang Tiongkok pada masa itu.[86]

Utusan lainnya dari Daqin tercatat membawa hadiah-hadiah upeti kepada Dinasti Jin (265–420 Masehi).[80] Hal ini berlangsung pada tahun 284 Masehi pada masa pemerintahan Kaisar Wu dari Jin (berkuasa 266–290 Masehi), dan tercatat dalam Kitab Jin, serta kemudian dalam Wenxian Tongkao.[28][80] Utusan tersebut kemungkinan dikirim oleh Kaisar Carus (memerintah 282–283 Masehi), yang berkuasa sebelum meletusnya perang melawan Sasaniyah di Persia.[87]

Fulin: utusan-utusan Romawi Timur

 
Kaisar Tang Taizong (memerintah 626–649 Masehi) menyambut Gar Tongtsen Yülsung, utusan Kekaisaran Tibet; lukisan ini dibuat pada 641 oleh seniman istana Tang, Yan Liben (600–673 Masehi)

Catatan sejarah dari masa Dinasti Tang di Tiongkok (618–907 Masehi) menunjukkan adanya kontak dengan para pedagang dari "Fulin" (拂菻, nama baru yang digunakan untuk menyebut Kekaisaran Romawi Timur).[28][88] Kontak diplomatik pertama yang tercatat dalam sejarah terjadi pada 643 Masehi pada masa pemerintahan Konstans II (641–668 Masehi) dan Kaisar Tang Taizong (memerintah 626–649 Masehi).[28] Kitab Tang Lama dan Kitab Tang Baru sama-sama menggunakan nama "Po-to-li" (Mandarin: 波多力; Pinyin: Bō duō lì) untuk menyebut Konstans II, dan kedua kitab ini juga memberikannya gelar raja (王 wáng). Hirth menduga bahwa kata "Po-to-li" merupakan transliterasi dari Kōnstantinos Pogonatos atau "Konstantinus yang Berjanggut".[28] Namun, Yule[89] dan S. A. M. Adshead memiliki pandangan yang lain. Menurut mereka, istilah tersebut adalah transliterasi dari kata "patriark" atau "patricius", yang mungkin mengacu kepada salah seorang wali untuk kaisar Romawi Timur yang masih berumur 13 tahun itu.[90] Catatan sejarah Tang menunjukkan bahwa Konstans II mengirim utusan pada tahun ke-17 era Zhenguan (643 Masehi), dan para utusan tersebut membawa hadiah berupa kaca merah dan batu permata hijau.[28] Terkait dengan maksud dari kunjungan ini, Yule menyatakan bahwa penguasa Kekaisaran Sasaniyah terakhir, Yazdegerd III (memerintah 632–651 Masehi), mengirim diplomat ke Tiongkok untuk mendapatkan bantuan dari Kaisar Taizong (yang dianggap berdaulat atas wilayah Ferghana di Asia Tengah) setelah Kekhalifahan Rasyidin merebut wilayah utama Persia. Terdapat kemungkinan bahwa Romawi Timur memiliki niatan yang sama mengingat wilayah Syam milik Romawi Timur baru saja ditaklukkan oleh Muslim pada masa itu. [91]

Yule menyatakan bahwa utusan Fulin lainnya tiba di Dinasti Tang pada tahun 711 dan 719 Masehi, sementara utusan yang datang pada tahun 742 Masehi mungkin adalah para biarawan Nestorian.[92] Sementara itu, Adshead hanya menemukan empat kontak diplomatik dengan Fulin dalam Kitab Tang Lama, yaitu pada tahun 643, 667, 701, dan 719 Masehi.[93] Menurut dugaannya, fakta bahwa misi-misi tersebut tidak disebutkan dalam catatan sejarah Barat mungkin menjelaskan soal bagaimana Romawi Timur biasanya memandang hubungan politik dengan negara-negara Timur atau dengan kemungkinan bahwa mereka misi-misi ini dilancarkan atas nama pejabat di perbatasan dan bukan pemerintah pusat.[94]

Yule dan Adshead sama-sama meyakini bahwa misi diplomatik Fulin pernah dikirim pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus II (berkuasa 685–695 Masehi; 705–711 Masehi). Namun, mereka memiliki pandangan yang berbeda mengenai rinciannya. Yule mengklaim bahwa misi tersebut dilaksanakan pada tahun kematian sang kaisar, yaitu 711 Masehi.[95] Sementara itu, Adshead menegaskan bahwa misi tersebut berlangsung pada tahun 701 Masehi pada masa ketika Leontios merampas kekuasaan dan sang kaisar menjalani pengasingan di Krimea. Menurutnya, hal ini dapat menjelaskan mengapa misi tersebut tidak pernah tercatat dalam catatan sejarah Romawi Timur dan juga mengapa sumber-sumber Tiongkok tidak senada dalam menentukan siapa yang mengirim utusan tersebut. Yustinianus II sendiri berhasil kembali ke tampuk kekuasaan dengan bantuan Bulgaria dan persekutuan dengan bangsa Khazar yang dibentuk lewat pernikahan. Berdasarkan hal ini, Adshead meyakini bahwa pengiriman utusan ke Dinasti Tang sesuai dengan perilaku Yustinianus II, terutama jika ia tahu soal izin yang diberikan oleh Maharani Wu Zetian kepada Narsieh, putra Peroz III, untuk berperang melawan bangsa Arab di Asia Tengah pada akhir abad ke-7.[96]

Utusan Fulin ke istana Kaisar Xuanzong dari Tang (memerintah 712–756 Masehi) pada tahun 719 Masehi konon dikirim oleh Leo III orang Isauria (berkuasa 717–741 Masehi) pada masa ketika Kaisar Romawi Timur kembali mendekatkan diri dengan negara-negara timur (seperti persekutuan dengan bangsa Khazar yang lagi-lagi dibentuk lewat pernikahan). Tahun perutusan ini bertepatan dengan penolakan Xuanzong untuk memberikan bantuan kepada bangsa Sogdia di Bukhara dan Samarkand dalam menghadapi serangan pasukan Arab.[97] Selain itu, utusan dari Kekhalifahan Umayyah diterima oleh Tang pada tahun 732 Masehi, dan kemenangan bangsa Arab dalam Pertempuran Talas pada tahun 751 Masehi dan meletusnya Pemberontakan An Lushan menghalangi upaya campur tangan Tang di Asia Tengah.[98]

Kontak diplomatik terakhir dengan Fulin tercatat pada abad ke-11 Masehi. Dalam Wenxian Tongkao (yang ditulis oleh sejarawan Ma Duanlin yang hidup pada 1245–1322 Masehi) dan Sejarah Song, Kaisar Romawi Timur Mikael VII Parapinakēs Caesar (Mie li sha ling kai sa 滅力沙靈改撒) dari Fulin mengirim utusan ke Dinasti Song yang tiba pada 1081 Masehi pada masa pemerintahan Kaisar Shenzong dari Song (berkuasa 1067–1085 Masehi).[28][99] Sejarah Song menjelaskan hadiah-hadiah upeti yang diberikan oleh utusan Romawi Timur serta barang-barang yang dibuat di negeri tersebut. Catatan sejarah ini juga menjelaskan bentuk-bentuk hukuman dalam sistem hukum Romawi Timur, seperti hukuman mati berupa dimasukkan ke dalam "tas bulu" dan ditenggelamkan di laut[28] (kemungkinan mengacu kepada kepada praktik poena cullei atau 'hukuman tenggelam').[100] Utusan terakhir yang tercatat dalam sejarah tiba pada tahun 1091 Masehi pada masa pemerintahan Alexios I Komnenos (berkuasa 1081–1118), meskipun peristiwa ini hanya disebutkan sekilas.[101]

Sejarah Yuan menjelaskan sebuah biografi dari seorang pria Romawi Timur bernama Ai-sie (transliterasi dari Yosua atau Yusuf), yang awalnya mengabdi untuk Güyük Khan tetapi kemudian menjadi kepala astronom dan dokter untuk Kubilai Khan (pendiri Dinasti Yuan Mongol, berdiri 1271–1368 Masehi) di Khanbaliq (sekarang Beijing). Ia kemudian mendapatkan gelar Pangeran Fulin (Tionghoa: 拂菻王; Fú lǐn wáng) dan anak-anaknya disebutkan dengan nama-nama Tiongkok mereka, yang tampaknya merupakan transilterasi dari nama-nama Kristen, yaitu Elias, Lukas, dan Antonius.[102] Kubilai Khan juga pernah mengirim para biarawan Nestorian (termasuk Rabban Bar Sauma) ke istana Kaisar Romawi Timur Andronikos II Palaiologos (memerintah 1282–1328). Saudari-saudari tiri Andronikos sendiri dinikahkan dengan cicit-cicit Genghis Khan, sehingga sang kaisar menjadi ipar sang penguasa Mongol di Beijing.[103]

Kiri: Tekstil sutra dari Mawangdui, Changsha, Provinsi Hunan, Tiongkok. Tekstik ini berasal dari Han Barat abad ke-2 SM
Kanan: Sebuah mangkok kaca berwarna biru dari Han Barat (202 SM – 9 M); Tiongkok telah membuat manik-manik kaca dengan memanfaatkan barang-barang impor dari Asia Barat semenjak zaman Musim Dingin dan Musim Gugur (722–481 SM), dan barang kaca Tiongkok pertama kali muncul pada zaman Han Barat.[104]

Di Kekaisaran Mongol (yang pada akhirnya berhasil menaklukkan seluruh Tiongkok), terdapat orang-orang Barat yang berkunjung ke sana, sampai-sampai pada 1340 Masehi, Francesco Balducci Pegolotti menyusun sebuah buku panduan bagi para pedagang tentang bagaimana menukar perak dengan uang kertas untuk membeli sutra di Khanbaliq .[105] Pada saat itu, masa kejayaan Kekaisaran Romawi Timur sudah sirna. Negeri tersebut sempat dibubarkan dan digantikan oleh Kekaisaran Latin, dan wilayah yang tersisa hanyalah sebagian wilayah Yunani dan Anatolia.[106][107] Ma Duanlin (penulis Wenxian Tongkao) menyebutkan soal perubahan batas wilayah Romawi Timur, meskipun pemaparannya didasarkan pada keterangan yang tidak akurat.[28] Ia menulis bahwa sejarawan Dinasti Tang menganggap "Daqin" dan "Fulin" sebagai negara yang sama, tetapi ia tidak setuju dengan hal ini akibat perbedaan dalam catatan geografis dan permasalahan-permasalahan lainnya:

Pada tahun keenam Yuan-yu [1091 Masehi] mereka mengirim dua utusan, dan raja mereka dipersembahkan, atas perintah kekaisaran, dengan 200 helai kain, sepasang jambangan perak, dan baju dengan emas yang diikat dengan sebuah ikat pinggang. Menurut para sejarawan Dinasti [Tang], negara Fulin sama dengan [Daqin] kuno. Namun, harus disadari bahwa meskipun [Daqin] sedari zaman Dinasti Han Akhir saat komunikasi pertama dengan Zhongguo, hingga zaman Dinasti [Jin] dan [Tang], telah menawarkan upeti tanpa terputus, para sejarawan dari "empat masa kekuasaan" Dinasti [Song], dalam catatan mereka mengenai Fulin, menyatakan bahwa negara tersebut belum mengirim upeti pada masa Yuan-feng [1078–1086 Masehi] saat mereka mengirim utusan pertama mereka yang menawarkan barang lokal. Jika kita sekarang menganggap kedua catatan mengenai Fulin sebagai catatan yang diturunkan oleh dua sejarawan yang berbeda, kita mendapati bahwa, dalam catatan Dinasti [Tang], negara ini dikatakan "berbatasan dengan laut besar di barat"; sedangkan catatan [Song] mengatakan bahwa "di barat masih perlu ditempuh perjalanan selama tiga puluh hari menuju ke laut;" dan batas yang tersisa juga tidak cocok dalam dua catatan tersebut; begitu pula dengan barang-barang dan adat istiadat masyarakatnya. Saya menduga bahwa yang kita hadapi saat ini hanyalah kesamaan nama yang kebetulan saja, dan negara ini tidak sama dengan [Daqin]. Saya telah, atas dasar ini, menambahkan catatan Fulin menurut Dinasti [Tang] dalam bab saya mengenai [Daqin], dan menggambarkan Fulin menurut Dinasti [Song] sebagai negara yang terpisah.[108]

Sejarah Ming menjelaskan bagaimana Kaisar Hongwu, pendiri Dinasti Ming (1368–1644 Masehi), mengirim seorang pedagang Fulin bernama "Nieh-ku-lun" (捏古倫) kembali ke negara asalnya dengan sepucuk surat yang mengumumkan pendirian Dinasti Ming.[28][109][110] Diduga pedagang tersebut adalah mantan Uskup Agung Khanbaliq yang bernama Nicolaus de Bentra (yang merupakan pengganti Yohanes dari Montecorvino).[28][111] Sejarah Ming menjelaskan bahwa kontak Tiongkok dengan Fulin terhenti setelah itu dan seorang utusan dari laut barat yang besar (Laut Tengah) baru muncul lagi di Tiongkok pada abad ke-16 Masehi, yaitu ketika misionaris Yesuit Matteo Ricci tiba di Makau yang dikendalikan Portugal pada 1582 Masehi.[28][note 11]

Hubungan dagang

Ekspor Romawi ke Tiongkok

 
Kaca Romawi dari abad ke-2 Masehi
 
Fresko Romawi dari Pompeii menggambarkan Maenad berbusana sutra, Museum Arkeologi Nasional Napoli
 
Sebuah lukisan berjudul Dipisahkan oleh Tirai Hijau, Seniman Tiongkok dan Romawi Bertanding melawan Satu Sama Lain, karya Nizami Ganjavi (1141–1209), salinan dari Persia zaman Timuriyah tahun 1481

Hubungan dagang langsung antara kawasan Laut Tengah dan dan India pertama kali dijalin pada akhir abad ke-2 SM oleh Kerajaan Ptolemaik di Mesir.[112] Para navigator Yunani memanfaatkan pola angin muson untuk berlayar di Samudra Hindia. Menggeliatnya perdagangan dengan India pada masa Romawi dibuktikan melalui penemuan koin-koin Romawi di pesisir India. Pelabuhan-pelabuhan dagang yang terhubung dengan Romawi juga telah diidentifikasi di India dan Sri Lanka di sepanjang jalur yang digunakan oleh pedagang Romawi.[113] Namun, bukti arkeologi yang ditemukan di pelabuhan-pelabuhan Laut Merah di Mesir Romawi dan di India menunjukkan bahwa kegiatan perdagangan Romawi di Samudra Hindia dan Asia Tenggara menurun drastis akibat Wabah Antoninus pada tahun 166 Masehi; pada tahun yang sama, utusan Romawi yang pertama tiba di Dinasti Han, dan di negeri Han sendiri wabah serupa telah merebak dari tahun 151 Masehi.[114][115]

Kaca bermutu tinggi yang diproduksi Romawi di Aleksandria dan Suriah diekspor ke berbagai belahan Asia, termasuk Dinasti Han.[116] Barang kaca Romawi pertama yang ditemukan di Tiongkok adalah mangkuk kaca berwarna biru dari awal abad ke-1 SM yang digali dari sebuah makam Han Barat di kota pelabuhan Guangzhou di selatan; mangkuk ini mungkin bisa sampai ke kota tersebut lewat jalur Samudra Hindia dan Laut Tiongkok Selatan.[117] Barang-barang kaca Romawi lainnya meliputi mangkuk kaca mosaik yang ditemukan di sebuah makam pangeran dekat Nanjing dari tahun 67 Masehi dan sebuah botol kaca dengan goresan putih yang ditemukan di sebuah makam Han Timur di Luoyang.[118]

Menurut sumber-sumber Tiongkok, barang-barang mewah Romawi sangat dihargai di Tiongkok. Barang-barang tersebut meliputi permadani bersulam emas dan kain berwarna emas, ambar, kain asbestos, dan sutra laut (kain yang terbuat dari rambut-rambut mirip sutra dari spesies kerang di Laut Tengah, Pinna nobilis).[28][119][120][121] Selain itu, terdapat piring perak dari abad ke-2 dan ke-3 M yang ditemukan di Kabupaten Jingyuan, Gansu, dengan relief di bagian tengahnya yang menggambarkan dewa Yunani-Romawi Dionisos sedang berbaring di atas seekor binatang.[122]

Jalur laut juga dibuka dengan kota pelabuhan yang dikendalikan Tiongkok di Jiaozhi (Vietnam) pada abad ke-2 (atau mungkin lebih awal).[123][124] Menurut Ferdinand von Richthofen pada 1877, Jiaozhi adalah pelabuhan yang dikenal ahli geografi Yunani-Romawi Ptolemaeus dengan sebutan Cattigara, dan menurutnya pelabuhan ini berada di lokasi Hanoi saat ini.[125] Penafsiran ini diterima oleh kebanyakan ahli hingga temuan arkeologi di Óc Eo (dekat Ho Chi Minh City), Delta Mekong, pada pertengahan abad ke-20 menunjukkan bahwa tempat tersebut merupakan lokasi Cattigara yang sesungguhnya.[note 12] Di tempat tersebut telah ditemukan koin-koin Romawi,[126] medali-medali emas Romawi dari masa pemerintahan Antoninus Pius dan penggantinya Markus Aurelius,[6][127], manik-manik kaca dari Romawi,[127] serta perhiasan buatan setempat yang meniru koin-koin Antoninus.[128][note 13]

Jalur dagang dari Cattigara terbentang melalui pelabuhan di pesisir India dan Sri Lanka hingga menjangkau pelabuhan Romawi di Mesir serta wilayah Nabath di pesisir timur laut Laut Merah.[129] Namun, arkeolog Warwick Ball berpendapat bahwa penemuan barang-barang Romawi di Óc Eo tidak membuktikan bahwa orang Romawi pernah mengunjungi wilayah tersebut dan mungkin saja barang-barang ini dibawa oleh para pedagang India.[130] Walaupun Romawi tampaknya tahu soal adanya pelabuhan dagang di Asia Tenggara, Dougald O'Reilly berpendapat bahwa tidak banyak bukti yang menunjukkan bahwa Cattigara adalah Óc Eo. Menurutnya, barang-barang Romawi yang ditemukan hanya menunjukkan bahwa jaringan dagang Samudra Hindia terbentang hingga menjangkau Kerajaan Funan kuno.[127]

Sutra Asia di Kekaisaran Romawi

 
Kaca Romawi dari tahun 52–125 Masehi yang ditemukan di Begram, Afganistan. Begram adalah kota Kekaisaran Kushan. Menurut Warwick Ball, benda tersebut kemungkinan sedang di bawa ke Tiongkok melalui Jalur Sutra bersama dengan barang-barang kaca lainnya.[131]
 
Sebuah lukisan dinding di makam Han Timur (25–220 Masehi) yang menggambarkan suasana di sebuah pesta kenduri dengan para pria dan wanita mengenakan jubah sutra Hanfu. Gambar berasal dari Makam Dahuting (Tionghoa: 打虎亭汉墓) di tepi selatan Sungai Suihe, Zhengzhou, Provinsi Henan, Tiongkok.

Perdagangan Tiongkok dengan Kekaisaran Romawi dimulai pada abad ke-1 SM dan salah satunya didorong oleh permintaan terhadap sutra di Romawi. Meskipun bangsa Romawi tahu bahwa ada sutra liar di Kos (coa vestis), mereka pada mulanya tidak dapat melihat keterkaitan antara sutra tersebut dengan sutra yang dihasilkan oleh ulat sutra yang telah didomestikasi di Kerajaan Sarikol, Pegunungan Pamir.[132] Sementara itu, hubungan dagang langsung antara Romawi dengan Han sangat jarang, karena Partia dan Kushan sama-sama berupaya mempertahankan peranan mereka sebagai perantara.[133][134]

Pada abad ke-1 SM, sutra masih menjadi komoditas langka di wilayah Romawi. Kemudian, pada abad ke-1 Masehi, barang tersebut menjadi lebih tersedia.[135] Dalam Naturalis Historia (77–79 Masehi), Plinius yang Tua menyesalkan kebocoran keuangan yang terjadi dalam ekonomi Romawi akibat upaya untuk memperoleh barang mewah ini. Ia menyatakan bahwa wanita Romawi dan pembelian barang mewah dari India, Arabia, dan Seres memakan biaya sekitar 100 juta sesterces setiap tahunnya. Ia juga mengklaim bahwa orang-orang melakukan perjalanan ke Seres untuk mendapatkan kain sutra.[121][136] Walaupun begitu, Warwick Ball menegaskan bahwa impor barang lainnya di Kekaisaran Romawi (khususnya rempah-rempah dari India) jauh lebih berdampak terhadap ekonomi Romawi.[137] Pada tahun 14 Masehi, Senat Romawi mengeluarkan sebuah maklumat yang melarang pemakaian sutra oleh pria, tetapi sutra tetap saja terus masuk ke wilayah Romawi.[135] Selain menimbulkan kekhawatiran mengenai kerugian ekonomi, pakaian sutra juga dianggap tak bermoral oleh Seneca yang Tua:

Saya dapat melihat pakaian sutra, jika bahan yang tidak menutupi tubuh, atau bahkan kesopanan seseorang, bisa disebut pakaian ... Sekumpulan pembantu yang malang bekerja agar para pezina dapat terlihat dengan gaun tipisnya, sehingga suaminya tidak lebih akrab dengan tubuh sang istri dibandingkan dengan orang lain.

— Seneca yang Tua, sekitar 3 SM – 65 M, Excerpta Controversiae 2.7[138]

Barang-barang dagang seperti rempah-rempah dan sutra dibayar dengan koin emas Romawi. Walaupun di pasar Tiongkok juga terdapat permintaan akan kaca Romawi, orang Tiongkok juga memproduksi kaca di tempat-tempat tertentu.[139][135] Barang-barang kaca buatan Tiongkok dapat ditilik kembali ke zaman Han Barat (202 SM – 9 M).[140] Sementara itu, terkait dengan negara-negara lain seperti Partia, Tiongkok pada masa Han lebih memilih untuk mengalahkan musuh utama mereka (suku Xiongnu yang nomaden) secara diplomatis daripada menjalin hubungan dagang, karena kegiatan perdagangan dianggap rendah oleh kaum terpelajar yang mendominasi pemerintahan Han.[141]

Penyelundupan telur ulat sutra ke Kekaisaran Romawi Timur

Dua biarawan yang tidak diketahui identitasnya (diyakini anggota Gereja Nestorian[142][143]) yang telah berkhotbah kepada umat Kristen di India (Gereja dari Timur di India), melakukan perjalanan menuju Tiongkok pada tahun 551 Masehi.[144] Setibanya di Tiongkok, mereka mengamati metode membesarkan ulat sutra dan menghasilkan sutra.[144] Sebelumnya, bangsa Romawi Timur mengira sutra dibuat di India.[145] Pada 552 Masehi, dua biarawan tersebut mencoba bertemu dengan Yustinianus I.[143] Sebagai balas budi kepada kaisar, para biarawan tersebut bersedia membawa ulat sutra dari Tiongkok.[146] Mereka diyakini berkelana melalui jalur utara di pesisir Laut Hitam yang membawa mereka ke kawasan Transkaukasus dan Laut Kaspia hingga akhirnya tiba di Tiongkok tanpa melewati Persia.[147]

Ulat sutra dewasa membutuhkan suhu yang ideal agar tetap dapat bertahan hidup,[148] sehingga para biarawan ini memutuskan untuk mendapatkan bantuan dari kenalan mereka di Sogdiana untuk menyelundupkan telur atau larva ulat sutra yang disembunyikan di dalam batang bambu.[147][143] Semak-semak murbei yang menjadi pakan ulat sutra diberikan kepada para biarawan tersebut atau sebelumnya sudah diimpor ke Romawi Timur.[147] Secara keseluruhan, ekspedisi tersebut memakan waktu sekitar dua tahun.[149] Setelah peristiwa ini, produksi sutra pun dapat dilakukan di kota-kota Romawi Timur,[143] sehingga kekaisaran tersebut dapat memonopoli sutra di Eropa dan menghentikan monopoli sutra Tiongkok dan perantara Persia.[147]

Koin Romawi yang ditemukan di Tiongkok

 
Koin perunggu Konstantius II (337–361 Masehi), yang ditemukan di Karghalik, Tiongkok

Valerie Hansen pada tahun 2012 menulis bahwa tak ada koin dari zaman Republik Romawi (507–27 SM) atau Principatus (27 SM – 284 M) yang telah ditemukan di Tiongkok.[150] Namun, Warwick Ball (2016) menyoroti temuan di Xi'an, Tiongkok (bekas ibu kota Han, Chang'an) berupa enam belas koin Romawi dari masa pemerintahan Tiberius (14–37 Masehi) sampai Aurelian (270–275 Masehi).[137] Sementara itu, koin-koin Romawi telah ditemukan di Óc Eo, Vietnam,[6][127] dan sebuah koin Maximianus (memerintah 286–305 Masehi) juga telah didapati di Tonkin.[130]

Tak lama setelah para biarawan Kristen Nestorian menyelundupkan telur ulat sutra dari Tiongkok ke Romawi Timur, sejarawan Romawi Timur dari abad ke-6 Masehi, Menandros Protektor, mencatat bangsa Sogdia berupaya menjalin hubungan dagang langsung yang memasok sutra Tiongkok ke Romawi Timur. Setelah Istämi sang penguasa Göktürk dari Kekhaganan Turk membentuk persekutuan dengan penguasa Sasaniyah Khosrow I untuk mengalahkan Hun Putih, ia didekati oleh para pedagang Sogdia yang meminta izin agar diperbolehkan menghadap Kaisar Sasaniyah untuk memperoleh hak perjalanan melewati wilayah Persia dalam rangka berdagang dengan bangsa Romawi Timur. Istämi menolak permintaan yang pertama. Ia kemudian menyetujui permintaan yang kedua dan mengutus orang Sogdia untuk menghadap Kaisar Sasaniyah, tetapi para utusan tersebut mati diracun atas perintah sang kaisar.[151] Maniakh, seorang diplomat Sogdia, berhasil meyakinkan Istämi untuk mengirim utusan secara langsung ke ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel. Utusan tersebut tiba pada 568 Masehi dan tak hanya menawarkan sutra sebagai hadiah kepada Kaisar Yustinus II, tetapi juga mengajak bersekutu melawan Sasaniyah. Yustinus II setuju dan mengirim utusan di bawah kepemimpinan Zemarkos ke Kekhaganan Turk dan memastikan perdagangan sutra secara langsung seperti yang diinginkan oleh orang Sogdia.[151][152] Akan tetapi, tidak banyak koin Romawi dan Romawi Timur dari masa ini yang ditemukan di situs-situs arkeologi di Asia Tengah dan Tiongkok, sehingga terdapat kemungkinan bahwa perdagangan langsung dengan Sogdia juga terbatas. Padahal, bangsa Romawi Kuno mengimpor sutra Tiongkok Han.[153]. Temuan-temuan di makam pada zaman itu juga menunjukkan bahwa Dinasti Han mengimpor barang kaca dari Romawi.[154]

Tekstil sutra Romawi Timur, dari kiri ke kanan: seorang pemanah berkuda dan seekor singa, abad ke-8 Masehi; sutra Romawi Timur atau Spanyol, abad ke 9-10 Masehi; gambar makhluk griffin di sebuah jubah sutra, abad ke-11 Masehi

Koin-koin solidus emas Romawi Timur terawal yang telah ditemukan di Tiongkok berasal dari masa pemerintahan Kaisar Theodosius II (berkuasa pada 408–450 Masehi). Secara keseluruhan hanya terdapat empat puluh delapan koin emas yang didapati di Xinjiang dan wilayah Tiongkok lainnya, sementara terdapat seribu tiga ratus koin perak yang telah ditemukan. Koin perak masih digunakan di Turfan setelah kampanye militer Tang terhadap Karakhoja pada tahun 640 Masehi, sedangkan koin perunggu Tiongkok secara bertahap mulai digunakan pada abad ke-7 Masehi.[150] Hansen menyatakan bahwa koin-koin Romawi Timur tersebut hampir selalu ditemukan bersamaan dengan koin-koin perak Sasaniyah, walaupun jumlah koin Romawi Timur jauh lebih sedikit. Menurutnya, koin-koin emas Romawi Timur lebih sering digunakan untuk keperluan upacara selayaknya jimat alih-alih alat tukar, sehingga yang lebih berpengaruh di kawasan Asia Tengah adalah Persia.[155] Walter Scheidel juga menyatakan bahwa Tiongkok menganggap koin-koin Romawi Timur sebagai perhiasan eksotis, dan mereka lebih suka menggunakan koin perunggu pada masa Tang dan Song dan juga uang kertas pada masa Song dan Ming, bahkan pada masa ketika batang perak berlimpah jumlahnya.[156] Sementara itu, Ball mengamati bahwa koin Romawi dan Romawi Timur terbilang langka di Tiongkok. Koin semacam itu jumlahnya jauh lebih banyak di India, dan hal ini menyiratkan bahwa Romawi membeli sebagian besar sutra Tiongkok dari India lewat laut.[137]

Meskipun Romawi Timur mulai membuat sutranya sendiri pada abad ke-6 M, sutra dari Tiongkok masih dianggap lebih bermutu. Teori ini diperkuat dengan penemuan sebuah koin solidus Romawi Timur yang dicetak pada masa pemerintahan Yustinus II yang ditemukan di sebuah makam Dinasti Sui di Provinsi Shanxi pada 1953, ditambah dengan koin-koin Romawi Timur lainnya di berbagai situs.[21] Catatan sejarah Tiongkok juga mendeskripsikan koin-koin Romawi dan Romawi Timur. Weilüe, Kitab Han Akhir, Kitab Jin, dan kemudian Wenxian Tongkao menyatakan bahwa sepuluh koin perak Romawi setara dengan satu koin emas Romawi.[28][36][157][158] Aureus emas Romawi bernilai dua puluh lima denarii perak.[159] Pada masa akhir Kekaisaran Romawi Timur, dua belas miliaresion perak setara dengan satu nomisma emas.[160] Sejarah Song juga menjelaskan bahwa bangsa Romawi Timur membuat koin dari perak atau emas tanpa ada lubang di tengahnya dan dengan tulisan nama rajanya.[28] Catatan sejarah ini juga menyatakan bahwa Romawi Timur melarang pembuatan koin palsu.[28]

Jenazah manusia

Pada tahun 2010, DNA mitokondria digunakan untuk mengidentifikasi tulang belulang yang ditemukan di sebuah makam Romawi dari abad ke-1 atau ke-2 Masehi di Vagnari, Italia. Hasilnya membuktikan keberadaan darah Asia Timur dari pihak ibu.[161]

Analisis terhadap temuan-temuan arkeologi dari Southwark, London (tempat berdirinya kota Romawi Kuno, Londinium) pada tahun 2016 menunjukkan bahwa dua atau tiga kerangka (dari sampel sebanyak dua puluh dua kerangka yang berasal dari abad ke-2 hingga ke-4 Masehi) menunjukkan adanya darah Asia dan mungkin darah Tiongkok. Hal ini didasarkan pada hasil forensik dan analisis terhadap fitur wajah di tengkoraknya. Temuan ini dipresentasikan oleh Dr Rebecca Redfern, kurator osteologi manusia di Museum London.[162][163] Analisis DNA terhadap sampel ini masih belum dilaksanakan. Sampel tengkorak dan gigi yang tersedia hanya memberikan bukti yang sepotong, dan sampel yang dipakai sendiri dibandingkan dengan morfologi populasi modern, bukan populasi kuno.[164]

Dugaan kontak militer

 
Tentara Romawi yang ditawan dalam Pertempuran Carrhae dibawa ke Margiana oleh Raja Orodes. Nasib mereka selanjutnya tidak diketahui.

Sejarawan Homer H. Dubs berspekulasi pada 1941 bahwa para tahanan perang Romawi yang dibawa ke perbatasan timur Kekaisaran Partia mungkin pernah bertarung melawan pasukan Han di tempat tersebut.[165]

Setelah mengalami kekalahan dalam Pertempuran Carrhae pada 54 SM, sekitar 10.000 tawanan Romawi dibawa oleh bangsa Partia ke Margiana untuk menjaga daerah perbatasan. Kemudian, kepala suku Xiongnu, Zhizhi, mendirikan sebuah negara di Lembah Talas, tidak jauh dari kota Taraz saat ini. Dubs mengacu kepada sebuah catatan sejarah Tiongkok yang disusun Ban Gu mengenai "seratus pria" di bawah kepemimpinan Zhizhi yang bertarung dengan "formasi sisik ikan" untuk mempertahankan benteng pagar kayu Zhizhi dari serangan pasukan Han pada tahun 36 SM. Ia mengklaim bahwa formasi tersebut mungkin adalah formasi testudo Romawi. Ia juga menambahkan bahwa orang-orang tersebut kemudian ditawan oleh Tiongkok dan mendirikan desa Liqian (Li-chien, kemungkinan dari kata "legio") di Kabupaten Yongchang.[166][167]

Terdapat upaya untuk memanfaatkan keterangan ini guna mengembangkan pariwisata. Namun, upaya Dubs dalam menggabungkan sumber sejarah Romawi dan Tiongkok tidak diterima oleh para sejarawan karena terlalu spekulatif dan berisi terlalu banyak dalil tanpa bukti yang cukup.[168] Meskipun uji DNA yang dilakukan pada 2005 memastikan bahwa beberapa penduduk Liqian pada masa modern memiliki darah Indo-Eropa, hal ini juga dapat dijelaskan dengan pernikahan antar-etnis dengan orang Indo-Eropa yang tinggal di Gansu pada zaman kuno,[169][170] seperti Yuezhi dan Wusun. Analisis DNA yang lebih menyeluruh terhadap lebih dari dua ribu laki-laki di Liqian pada tahun 2007 menunjukkan hubungan genetik yang lebih dekat dengan orang Han daripada orang Eurasia Barat.[171] Para peneliti dalam riset tersebut menyimpulkan bahwa warga Liqian kemungkinan berdarah Han.[171]

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Untuk pernyataan bahwa penyebutan Daqin oleh Tiongkok untuk pertama kalinya ada dalam Kitab Han Akhir, lihat: Wilkinson 2000, hlm. 730.
  2. ^ Pengidentifikasian Lijian sebagai Hirkania diajukan oleh Marie-Félicité Brosset (1828) dan diterima oleh Markwart, De Groot, dan Herrmann (1941). Paul Pelliot mengajukan teori bahwa Lijian merupakan transliterasi Aleksandria di Mesir Romawi.
  3. ^ Hirth (2000) [1885], "From the Wei-lio (written before 429 C.E.), for 220–264 C.E." (menggunakan Wade-Giles) mengidentifikasikan negara-negara vasal tersebut sebagai Aleksandria-Efrat atau Charax Spasinu ("Ala-san"), Nikeforium ("Lu-fen"), Palmira ("Ch'ieh-lan"), Damaskus ("Hsien-tu"), Emesa ("Si-fu"), dan Hira ("Ho-lat"). Di sebelah selatan Palmyra dan Emesa terdapat sebuah "Tanah Berbatu" yang Hirth identifikasikan sebagai Arabia Petraea karena teks tersebut menyebutkan bagaimana wilayah tersebut berbatasan dengan sebuah laut (Laut Merah) tempat diambilnya karang dan mutiara. Teks tersebut juga menjelaskan letak wilayah perbatasan yang dikuasai oleh Partia, seperti Seleukia ("Si-lo").
    Di sisi lain, Hill (September 2004), Section 14 – Roman Dependencies", mengidentifikasikan negara-negara vasal tersebut sebagai Azania (Hanzi: 澤散; Pinyin: Zesan; Wade–Giles: Tse-san), Al Wajh (Hanzi: 驢分; Pinyin: Lüfen; Wade–Giles: Lü-fen), Wadi Sirhan (Hanzi: 且蘭; Pinyin: Qielan; Wade–Giles: Ch'ieh-lan), Leukos Limên, situs kuno yang meliputi mengendalikan pintu masuk ke Teluk Aqaba di dekat Aynūnah (Hanzi: 賢督; Pinyin: Xiandu; Wade–Giles: Hsien-tu), Petra (Hanzi: 汜復; Pinyin: Sifu; Wade–Giles: Szu-fu), al-Karak (Hanzi: 于羅; Pinyin: Yuluo; Wade–Giles: Yü-lo), dan Sura (Hanzi: 斯羅; Pinyin: Siluo; Wade–Giles: Szu-lo).
  4. ^ Latar belakang "Makedonia"-nya hanya berupa ikatan budaya saja, dan nama Maës berasal dari bahasa Semitik. Lihat Cary 1956, hlm. 130
  5. ^ Ini adalah pendapat sebagian besar sejarawan, seperti yang dikemukakan oleh Cary 1956, hlm. 130, catatan #7 dan berdasarkan pada penanggalan Marinus dari Tirus. Hal ini diketahui dari cara Maes Titianus menggunakan nama-nama yang berkaitan dengan Trajanus, dan tidak ada satu pun yang dapat dikenali sebagai nama dari masa Hadrianus.
  6. ^ Berabad-abad kemudian, Tashkurgan ("Menara Batu") menjadi ibu kota Kerajaan Sarikol di Pegunungan Pamir.
  7. ^ a b Yule 1915, hlm. 18; untuk pembahasan Tiaozhi (条支) dan etimologinya yang mungkin berasal dari suku Tajik dan orang-orang Iran yang berada di bawah kekuasan Tiongkok kuno, lihat catatan kaki #2 di hlm. 42.
  8. ^ a b Fan Ye, ed. (1965) [445]. "86: 南蠻西南夷列傳 (Nanman, Xinanyi liezhuan: Traditions of the Southern Savages and South-Western Tribes)". 後漢書 [Book of the Later Han]. Beijing: Zhonghua Publishing. hlm. 2851.  "永寧元年,撣國王雍由調復遣使者詣闕朝賀,獻樂及幻人,能變化吐火,自支解,易牛馬頭。又善跳丸, 數乃至千。自言我海西人。海西即大秦也,撣國西南通大秦。明年元會,安帝作樂於庭,封雍由調爲漢大都尉,賜印綬、金銀、綵繒各有差也。"
    Christopoulos (Agustus 2012), halaman 40–41, menerjemahkan bagian yang menjelaskan bagaimana para pemain atletik Yunani memiliki peran penting Kekaisaran Partia dan Kushan di Asia (dalam bahasa Inggris)
    "The first year of Yongning (120 AD), the southwestern barbarian king of the kingdom of Chan (Burma), Yongyou, proposed illusionists (jugglers) who could metamorphose themselves and spit out fire; they could dismember themselves and change an ox head into a horse head. They were very skilful in acrobatics and they could do a thousand other things. They said that they were from the "west of the seas" (Haixi–Egypt). The west of the seas is the Daqin (Rome). The Daqin is situated to the south-west of the Chan country. During the following year, Andi organized festivities in his country residence and the acrobats were transferred to the Han capital where they gave a performance to the court, and created a great sensation. They received the honours of the Emperor, with gold and silver, and every one of them received a different gift."
  9. ^ Bangsa Romawi sendiri mengenal Burma sebagai India Trans Gangem (India di Luar Gangga), dan Ptolemaeus juga pernah menuliskan nama kota-kota di Burma. Lihat McLaughlin 2010, hlm. 58
  10. ^ Liang Ji sebelumnya mendominasi pemerintahan Han hingga kematian saudarinya, Maharani Liang Na. Setelah itu, Kaisar Huan bangkit melawan keluarga Liang.
  11. ^ Untuk keterangan tentang Matteo Ricci dan bagaimana bangsa Portugis menjalin kembali kontak Barat dengan Tiongkok pada Zaman Penjelajahan Bangsa Eropa, lihat: Fontana 2011, hlm. 18–35, 116–118.
  12. ^ Untuk melihat rangkuman perdebatan para ahli pada akhir abad ke-20 tentang letak Cattigara, lihat Suárez 1999, hlm. 92. Lokasi yang diusulkan meliputi Guangzhou, Hanoi, dan Delta Sungai Mekong.
  13. ^ Mawer juga menyebut Kauthara (di Provinsi Khánh Hòa, Vietnam) dan Kutaradja (Banda Aceh, Indonesia) sebagai tempat yang mungkin menjadi lokasi Cattigara. Mawer 2013, hlm. 38

Referensi

Kutipan

  1. ^ British Library. "Detailed record for Harley 7182". www.bl.uk. Diakses 21 Februari 2017.
  2. ^ a b c d Ostrovsky 2007, hlm. 44.
  3. ^ Lewis 2007, hlm. 143.
  4. ^ Schoff 1915, hlm. 237.
  5. ^ Yule 1915, hlm. 1–2, 11.
  6. ^ a b c d e f g Young 2001, hlm. 29.
  7. ^ McLaughlin 2010, hlm. 58-59.
  8. ^ Suárez 1999, hlm. 92.
  9. ^ Wilford 2000, hlm. 38.
  10. ^ Parker 2008, hlm. 118.
  11. ^ Schoff (2004) [1912], Introdution section. Diakses 19 September 2016.
  12. ^ a b c d Schoff (2004) [1912], paragraph #64. Retrieved 19 September 2016.
  13. ^ Yule & 1915 43, catatan kaki #2.
  14. ^ Mawer 2013, hlm. 38.
  15. ^ McLaughlin 2014, hlm. 205.
  16. ^ Suárez 1999, hlm. 90.
  17. ^ Yule 1915, hlm. 25.
  18. ^ a b Yule 1915, hlm. 28.
  19. ^ Lieu 2009, hlm. 227.
  20. ^ a b Luttwak 2008, hlm. 168.
  21. ^ a b Luttwak 2008, hlm. 168-169.
  22. ^ Yule 1915, hlm. 29–31; catatan kaki #3 hlm. 31.
  23. ^ Yule 1915, hlm. 30 dan catatan kaki #2.
  24. ^ Yule 1915, hlm. 29 dan catatan kaki #4.
  25. ^ Haw 2006, hlm. 170–171.
  26. ^ Wittfogel & Feng 1946, hlm. 2.
  27. ^ Yule 1915, hlm. 1.
  28. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag Friedrich Hirth (2000) [1885]. Jerome S. Arkenberg, ed. "East Asian History Sourcebook: Chinese Accounts of Rome, Byzantium and the Middle East, c. 91 B.C.E. – 1643 C.E." Universitas Fordham. Diakses tanggal 10 September 2016. 
  29. ^ Pulleyblank 1999, hlm. 71.
  30. ^ a b Lihat juga Lewis 2007, hlm. 143
  31. ^ a b Pulleyblank 1999, hlm. 78.
  32. ^ Yule 1915, hlm. 41; catatan kaki #4.
  33. ^ Untuk melihat peninjauan The Roman Empire as Known to Han China: The Roman Empire in Chinese Sources karya D. D. Leslie; K. H. J. Gardiner, lihat Pulleyblank (1999), hlm. 71-79; untuk melihat klaim khusus tentang "Li-Kan" atau Lijian, lihat Pulleyblank (1999), hlm. 73.
  34. ^ Fan, Ye (September 2003). Hill, John E., ed. "The Western Regions according to the Hou Hanshu: The Xiyu juan, "Chapter on the Western Regions", from Hou Hanshu 88, Second Edition (Extensively revised with additional notes and appendices): Section 11 – The Kingdom of Daqin 大秦 (the Roman Empire)". Diterjemahkan oleh John E. Hill. Universitas Washington. Diakses tanggal 26 September 2016. 
  35. ^ Pulleyblank 1999, hlm. 73-77.
  36. ^ a b c d e f g h i Yu, Huan (September 2004). John E. Hill, ed. "The Peoples of the West from the Weilue 魏略 by Yu Huan 魚豢: A Third Century Chinese Account Composed between 239 and 265, Quoted in zhuan 30 of the Sanguozhi, Published in 429 CE". Diterjemahkan oleh John E. Hill. Universitas Washington. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-03-15. Diakses tanggal 17 September 2016. 
  37. ^ Needham 1971, hlm. 662.
  38. ^ a b Yu, Huan (September 2004). John E. Hill, ed. "The Peoples of the West from the Weilue 魏略 by Yu Huan 魚豢: A Third Century Chinese Account Composed between 239 and 265, Quoted in zhuan 30 of the Sanguozhi, Published in 429 CE: Section 11 – Da Qin (Roman territory/Rome)". Diterjemahkan oleh John E. Hill. Universitas Washington. Diakses tanggal 17 September 2016. 
  39. ^ Yule 1915, hlm. 46–48.
  40. ^ Ball 2016, hlm. 152-153; lihat juga catatan akhir #114.
  41. ^ Yule 1915, hlm. 48-49.
  42. ^ Christopoulos 2012, hlm. 15–16.
  43. ^ BBC News (12 Oktober 2016). "BBC Western contact with China began long before Marco Polo, experts say." British Broadcasting Corporation. Diakses 12 Oktober 2016.
  44. ^ Stephanie Montgomery dan Marcus Cammack (12 Oktober 2016). "The Mausoleum of China's First Emperor Partners with the BBC and National Geographic Channel to Reveal Groundbreaking Evidence That China Was in Contact with the West During the Reign of the First Emperor." Business Wire. Diakses 12 Oktober 2016.
  45. ^ Sun 2009, hlm. 7.
  46. ^ Hill 2009, hlm. xiii, 396.
  47. ^ Stein 1907, hlm. 44–45.
  48. ^ Stein 1933, hlm. 47, 292–295.
  49. ^ Yule 1915, hlm. 18, catatan kaki #1.
  50. ^ Yule 1915, hlm. 43 catatan kaki #2.
  51. ^ Tremblay 2007, hlm. 77.
  52. ^ De Crespigny 2007, hlm. 590.
  53. ^ Yule 1915, hlm. 40.
  54. ^ De Crespigny 2007, hlm. 590–591.
  55. ^ De Crespigny 2007, hlm. 239–240.
  56. ^ Hill 2009, hlm. 5.
  57. ^ Pulleyblank 1999, hlm. 77f.
  58. ^ Hill 2009, hlm. 5, 481–483.
  59. ^ De Crespigny 2007, hlm. 239-240.
  60. ^ a b Fan, Ye (September 2003). Hill, John E., ed. "The Western Regions according to the Hou Hanshu: The Xiyu juan, "Chapter on the Western Regions", from Hou Hanshu 88, Second Edition (Extensively revised with additional notes and appendices)". Diterjemahkan oleh John E. Hill. Universitas Washington. Diakses tanggal 26 September 2016. 
  61. ^ Hill 2009, hlm. 23, 25.
  62. ^ Hill 2009, hlm. xx.
  63. ^ Kitab Han Akhir, seperti yang dikutip dalam Hill 2009, hlm. 23, 25
  64. ^ Kitab Han Akhir, seperti yang dikutip dalam Hirth (2000) [1885], sumber daring, diakses 10 September 2016.
  65. ^ Yule 1915, hlm. 43–44.
  66. ^ Kumar 2005, hlm. 61-62.
  67. ^ Hill 2009, hlm. 25.
  68. ^ Hill, John E. (2012) Through the Jade Gate: China to Rome edisi kedua, hlm. 55.
  69. ^ McLaughlin 2014, hlm. 204–205.
  70. ^ Yule 1915, hlm. 52–53.
  71. ^ Christopoulos 2012, hlm. 40–41.
  72. ^ Cumont 1933, hlm. 264–68.
  73. ^ Christopoulos 2012, hlm. 41.
  74. ^ McLaughlin 2010, hlm. 58.
  75. ^ a b De Crespigny 2007, hlm. 600.
  76. ^ Yü 1986, hlm. 460–461.
  77. ^ a b Hill 2009, hlm. 27.
  78. ^ Hill 2009, hlm. 27 dan nn. 12.18 dan 12.20.
  79. ^ Yule 1915, hlm. 51-52.
  80. ^ a b c d e Ball 2016, hlm. 152.
  81. ^ Bang 2009, hlm. 120.
  82. ^ De Crespigny 2007, hlm. 597–600.
  83. ^ Yule 1915, hlm. 52.
  84. ^ Hirth 1885, hlm. 47–48.
  85. ^ Yule 1915, hlm. 53.
  86. ^ Yule 1915, hlm. 53, lihat catatan kaki #4–5.
  87. ^ Yule 1915, hlm. 53-54.
  88. ^ Wilkinson 2000, hlm. 730, catatan kaki #14.
  89. ^ Yule & 1915 54-55 catatan kaki #2.
  90. ^ Adshead 1995, hlm. 105.
  91. ^ Yule 1915, hlm. 54–55.
  92. ^ Yule 1915, hlm. 55–56.
  93. ^ Adshead 1995, hlm. 104–106.
  94. ^ Adshead 1995, hlm. 104.
  95. ^ Yule 1915, hlm. 55.
  96. ^ Adshead 1995, hlm. 105–106.
  97. ^ Adshead 1995, hlm. 106.
  98. ^ Adshead 1995, hlm. 106-107.
  99. ^ Sezgin 1996, hlm. 25.
  100. ^ Bauman 2005, hlm. 23.
  101. ^ Yule 1915, hlm. 56–57.
  102. ^ Bretschneider 1888, hlm. 144.
  103. ^ Luttwak 2009, hlm. 169.
  104. ^ An 2002, hlm. 79, 82–83.
  105. ^ Spielvogel 2011, hlm. 183.
  106. ^ Jacobi 1999, hlm. 525–542.
  107. ^ Reinert 2002, hlm. 257–261.
  108. ^ Wenxian Tongkao, seperti yang dikutip dalam Hirth (2000) [1885], sumber daring, diakses pada 10 September 2016.
  109. ^ Grant 2005, hlm. 99.
  110. ^ Hirth 1885, hlm. 66.
  111. ^ Luttwak 2009, hlm. 170.
  112. ^ McLaughlin 2010, hlm. 25.
  113. ^ McLaughlin 2010, hlm. 34–57.
  114. ^ De Crespigny 2007, hlm. 514, 600.
  115. ^ McLaughlin 2010, hlm. 58–60.
  116. ^ An 2002, hlm. 82.
  117. ^ An 2002, hlm. 83.
  118. ^ An 2002, hlm. 83–84.
  119. ^ Thorley 1971, hlm. 71–80.
  120. ^ Hill 2009, hlm. 466–476.
  121. ^ a b Lewis 2007, hlm. 115.
  122. ^ Harper 2002, hlm. 99–100, 106–107.
  123. ^ Osborne 2006, hlm. 24-25.
  124. ^ Hill 2009, hlm. 291.
  125. ^ Ferdinand von Richthofen, China, Berlin, 1877, Vol.I, hlm. 504–510; dikutip dalam Richard Hennig,Terrae incognitae: eine Zusammenstellung und kritische Bewertung der wichtigsten vorcolumbischen Entdeckungsreisen an Hand der daruber vorliegenden Originalberichte, Band I, Altertum bis Ptolemäus, Leiden, Brill, 1944, hlm. 387, 410–411; dikutip dalam Zürcher (2002), hlm. 30–31.
  126. ^ Osborne 2006, hlm. 24–25.
  127. ^ a b c d O'Reilly 2007, hlm. 97.
  128. ^ Mawer & 203, hlm. 38.
  129. ^ Young 2001, hlm. 29–30.
  130. ^ a b Ball 2016, hlm. 153.
  131. ^ Ball 2016, hlm. 153-154.
  132. ^ Schoff 1915, hlm. 229.
  133. ^ Thorley 1979, hlm. 181–190 (187f.).
  134. ^ Thorley 1971, hlm. 71-80 (76).
  135. ^ a b c Whitfield 1999, hlm. 21.
  136. ^ Natural History (Pliny), dikutip dalam Whitfield 1999, hlm. 21
  137. ^ a b c Ball 2016, hlm. 154.
  138. ^ Seneca 1974, hlm. 375.
  139. ^ Ball 2016, hlm. 153–154.
  140. ^ An 2002, hlm. 82–83.
  141. ^ Ball 2016, hlm. 155.
  142. ^ "Silk". University of Washington. Diakses tanggal 20 April 2013. 
  143. ^ a b c d Norwich 1988, hlm. 266.
  144. ^ a b Clare 1906, hlm. 1589.
  145. ^ Clare 1906, hlm. 1587.
  146. ^ Clare 1906, hlm. 1590.
  147. ^ a b c d Hunt, Patrick. "Late Roman Silk: Smuggling and Espionage in the 6th Century CE". Stanford University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-26. Diakses tanggal 20 April 2013. 
  148. ^ Range, Peter Ross (Juli 2008). "Spin Cycle". The Smithsonian. Diakses tanggal 12 September 2019. 
  149. ^ Issa, Mona Sader (September 2008). "The Origins of Silk and its Introduction to the Middle East". Silk Museum of Lebanon. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-30. Diakses tanggal 12 September 2019. 
  150. ^ a b Hansen 2012, hlm. 97.
  151. ^ a b Howard 2012, hlm. 133.
  152. ^ Dresden 1981, hlm. 9.
  153. ^ Brosius 2006, hlm. 122-123.
  154. ^ An 2002, hlm. 79-94.
  155. ^ Hansen 2012, hlm. 97-98.
  156. ^ Scheidel 2009, hlm. 186.
  157. ^ Yule 1915, hlm. 43-44.
  158. ^ Scheidel 2009, hlm. 186 catatan kaki #239.
  159. ^ Encyclopædia Britannica 1998.
  160. ^ Yule 1915, hlm. 44 catatan kaki #1.
  161. ^ Jarus, Owen (26 Januari 2010). "Ambassador or slave? East Asian skeleton discovered in Vagnari Roman Cemetery". The Independent. Diakses tanggal 20 April 2017. 
  162. ^ BBC (23 September 2016). "Skeleton find could rewrite Roman history.". Diakses 24 September 2016.
  163. ^ Rebecca C. Redfern et. al. "Going south of the river: A multidisciplinary analysis of ancestry, mobility and diet in a population from Roman Southwark, London." Journal of Archaeological Science, Volume 74, Oktober 2016, hlm. 11–22. Diakses 24 September 2016.
  164. ^ Kristina Killgrove. (23 September 2016). "Chinese Skeletons In Roman Britain? Not So Fast." Forbes. Diakses 25 September 2016.
  165. ^ Dubs 1941, hlm. 322–330.
  166. ^ Hoh, Erling (Mei–Juni 1999). "Romans in China?". Archaeological Institute of America. Diakses tanggal 10 September 2016. 
  167. ^ China Daily (24 Agustus 2005). "Romans in China stir up controversy". Xinhua News Agency. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 Juni 2006. Diakses tanggal 10 September 2016. 
  168. ^ "They came, saw and settled". The Economist. 16 December 2004. Diakses tanggal 18 April 2017. 
  169. ^ China Daily: Hunt for Roman Legion Reaches China, 20 November 2010, diakses 4 Juni 2012
  170. ^ The Daily Telegraph: Chinese Villagers 'Descended from Roman Soldiers', 23 November 2010, diakses 4 Juni 2012
  171. ^ a b R. Zhou et al.: Testing the Hypothesis of an Ancient Roman Soldier Origin of the Liqian People in Northwest China: a Y-Chromosome Perspective, in: Journal of Human Genetics, Vol. 52, No. 7 (2007), hlm. 584–91

Sumber

  • Adshead, S. A. M. (1995), China in World History, 2nd edition, New York: Palgrave MacMillan & St. Martin's Press. ISBN 978-0-333-62132-5 
  • An, Jiayao (2002), When Glass Was Treasured in China," dalam Annette L. Juliano dan Judith A. Lerner (eds), Silk Road Studies VII: Nomads, Traders, and Holy Men Along China's Silk Road, 79–94, Turnhout: Brepols Publishers, ISBN 2-503-52178-9 
  • Bagchi, Prabodh Chandra (2011), Bangwei Wang dan Tansen Sen (eds), India and China: Interactions Through Buddhism and Diplomacy: a Collection of Essays by Professor Prabodh Chandra Bagchi., London, New York, Delhi: Anthem Press, ISBN 93-80601-17-4 
  • Ball, Warwick (2016), Rome in the East: Transformation of an Empire, 2nd edition. London & New York: Routledge, ISBN 978-0-415-72078-6 
  • Bang, Peter F. (2009), Commanding and Consuming the World: Empire, Tribute, and Trade in Roman and Chinese History," dalam Walter Scheidel (ed), Rome and China: Comparative Perspectives on Ancient World Empires, 100–120, Oxford & New York: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-975835-7 
  • Bauman, Richard A (2005), Crime and Punishment in Ancient Rome, London & New York: Routledge, reprint of 1996 edition, ISBN 0-203-42858-7 
  • Braun, Joachim (2002), Music in Ancient Israel/Palestine: Archaeological, Written, and Comparative Sources, diterjemahkan oleh Douglas W. Scott, Cambridge & Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, ISBN 0-8028-4477-4 
  • Bretschneider, Emil (1888), Medieval Researches from Eastern Asiatic Sources: Fragments Towards the Knowledge of the Geography and History of Central and Western Asia from the 13th to the 17th Century, Vol. 1, Abingdon: Routledge 
  • Christopoulos, Lucas (Agustus 2012), "Hellenes and Romans in Ancient China (240 BC – 1398 AD)," dalam Victor H. Mair (ed), Sino-Platonic Papers, No. 230, Chinese Academy of Social Sciences, University of Pennsylvania Department of East Asian Languages and Civilizations, ISSN 2157-9687 
  • Clare, Israel (1906), Library of Universal History: Mediaeval History, R.S. Peale, J.A. Hill, ISBN 978-1117394312 
  • Brosius, Maria (2006), The Persians: An Introduction, London & New York: Routledge, ISBN 0-415-32089-5 
  • De Crespigny, Rafe (2007), A Biographical Dictionary of Later Han to the Three Kingdoms (23–220 AD), Leiden: Koninklijke Brill, ISBN 978-90-04-15605-0 
  • Cumont, Franz (1933), The Excavations of Dura-Europos: Preliminary Reports of the Seventh and Eighth Seasons of Work, New Haven: Crai 
  • Dresden, Mark J. (1981), "Introductory Note," in Guitty Azarpay (ed.), Sogdian Painting: the Pictorial Epic in Oriental Art, Berkeley, Los Angeles, London: University of California Press, ISBN 0-520-03765-0 
  • Dubs, Homer H. (1941), "An Ancient Military Contact between Romans and Chinese," dalam The American Journal of Philology, Vol. 62, No. 3 
  • Fan, Ye (September 2003). Hill, John E., ed. "The Western Regions according to the Hou Hanshu: The Xiyu juan, "Chapter on the Western Regions", from Hou Hanshu 88, Second Edition (Extensively revised with additional notes and appendices)". Diterjemahkan oleh John E. Hill. Universitas Washington. Diakses tanggal 26 September 2016. 
  • Fontana, Michela (2011), Matteo Ricci: a Jesuit in the Ming Court, Lanham: Rowman & Littlefield Publishers, ISBN 978-1-4422-0586-4 
  • Grant, R.G. (2005), Battle: A Visual Journey Through 5,000 Years of Combat, DK Pub., ISBN 978-0-7566-1360-0 
  • Hansen, Valerie (2012), The Silk Road: A New History, Oxford: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-993921-3 
  • Harper, P.O. (2002), "Iranian Luxury Vessels in China From the Late First Millennium B.C.E. to the Second Half of the First Millennium C.E.," dalam Annette L. Juliano dan Judith A. Lerner (eds), Silk Road Studies VII: Nomads, Traders, and Holy Men Along China's Silk Road, 95–113, Turnhout: Brepols Publishers, ISBN 2-503-52178-9 
  • Haw, Stephen G. (2006), Marco Polo's China: a Venetian in the Realm of Kublai Khan, London & New York: Routledge, ISBN 0-415-34850-1 
  • Hill, John E. (2009). Through the Jade Gate to Rome: A Study of the Silk Routes during the Later Han Dynasty, First to Second Centuries CE. BookSurge. ISBN 978-1-4392-2134-1. 
  • Hirth, Friedrich (2000). Jerome S. Arkenberg, ed. "East Asian History Sourcebook: Chinese Accounts of Rome, Byzantium and the Middle East, c. 91 B.C.E. – 1643 C.E." Fordham University. Diakses tanggal 10 September 2016. 
  • Hirth, Friedrich (1975), China and the Roman Orient, Shanghai dan Hong Kong: Ares Publishers 
  • Hoh, Erling (Mei–Juni 1999). "Romans in China?". Archaeological Institute of America. Diakses tanggal 10 September 2016. 
  • Howard, Michael C. (2012), Transnationalism in Ancient and Medieval Societies: the Role of Cross Border Trade and Travel, McFarland & Company 
  • Jacobi, David (1999), "The Latin empire of Constantinople and the Frankish states in Greece", dalam David Abulafia (ed), The New Cambridge Medieval History, Volume V: c. 1198–c. 1300, Cambridge: Cambridge University Press, ISBN 0-521-36289-X 
  • Kumar, Yukteshwar (2005), A History of Sino-Indian Relations, 1st Century A.D. to 7th Century A.D.: Movement of Peoples and Ideas between India and China from Kasyapa Matanga to Yi Jing, New Delhi: APH Publishing, ISBN 81-7648-798-8 
  • Lieu, Samuel N.C. (2009), "Epigraphica Nestoriana Serica" in Werner Sundermann, Almut Hintze, and Francois de Blois (eds), Exegisti monumenta Festschrift in Honour of Nicholas Sims-Williams, Weisbaden: Harrassowitz Verlag, ISBN 978-3-447-05937-4 
  • Xinru, Liu (2001), The Silk Road: Overland Trade and Cultural Interactions in Eurasia", dalam Michael Adas (ed.), Agricultural and Pastoral Societies in Ancient and Classical History, Philadelphia: Temple University Press, American Historical Association 
  • Luttwak, Edward N. (2009), The Grand Strategy of the Byzantine Empire, Cambridge dan London: The Belknap Press of Harvard University Press, ISBN 978-0-674-03519-5 
  • Mawer, Granville Allen (2013), "The Riddle of Cattigara" dalam Robert Nichols dan Martin Woods (eds), Mapping Our World: Terra Incognita to Australia, 38–39, Canberra: National Library of Australia, ISBN 978-0-642-27809-8 
  • McLaughlin, Raoul (2010), Rome and the Distant East: Trade Routes to the Ancient Lands of Arabia, India, and China, London & New York: Continuum, ISBN 978-1-84725-235-7 
  • McLaughlin, Raoul (2014), The Roman Empire and the Indian Ocean: the Ancient World Economy and the Kingdoms of Africa, Arabia, and India, Barnsley: Pen & Sword Military, ISBN 978-1-78346-381-7 
  • Needham, Joseph (1971), Science and Civilization in China: Volume 4, Physics and Physical Technology, Part 3: Civil Engineering and Nautics, Cambridge: Cambridge University Press 
  • Norwich, John (1988), Byzantium: The Early Centuries, Viking, ISBN 0-670-80251-4 
  • Olschki, Leonardo (1960), Marco Polo's Asia: An Introduction to His "Description of the World" Called "Il Milione." Berkley, Los Angeles, London: University of California Press dan Cambridge University Press 
  • O'Reilly, Dougald J.W. (2007), Early Civilizations of Southeast Asia. Lanham, New York, Toronto, Plymouth: AltaMira Press, Division of Rowman and Littlefield Publishers. ISBN 0-7591-0279-1 
  • Osborne, Milton (2006), The Mekong: Turbulent Past, Uncertain Future, Crows Nest: Allen & Unwin, ISBN 1-74114-893-6 
  • Ostrovsky, Max (2007), Y = Arctg X: the Hyperbola of the World Order, Lanham, Boulder, New York, Toronto, Plymouth: University Press of America, ISBN 0-7618-3499-0 
  • Parker, Grant (2008), The Making of Roman India, Cambridge dan New York: Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-85834-2 
  • Pike, John, Roman Money, Global Security 
  • Pulleyblank, Edwin G. (1999), "The Roman Empire as Known to Han China", Journal of the American Oriental Society, Vol. 119, No. 1 
  • Redfern, Rebecca C.; et al. (Oktober 2016), Going south of the river: A multidisciplinary analysis of ancestry, mobility and diet in a population from Roman Southwark, London, Journal of Archaeological Science, Volume 74 
  • Reinert, Stephen W. (2002), "Fragmentation (1204–1453)," dalam Cyril Mango (ed), The Oxford History of Byzantium, Oxford: Oxford University Press, ISBN 0-19-814098-3 
  • von Richthofen, Ferdinand (1877), China. Vol.I, Berlin ; dikutip dalam Hennig, Richard (1944), Terrae incognitae: eine Zusammenstellung und kritische Bewertung der wichtigsten vorcolumbischen Entdeckungsreisen an Hand der daruber vorliegenden Originalberichte, Band I, Altertum bis Ptolemäus, Leiden: Brill 
  • Schafer, Edward H. (1985 [1963]), The Golden Peaches of Samarkand: A study of T'ang Exotics (1st paperback ed.), Berkeley dan Los Angeles: University of California Press, ISBN 0-520-05462-8 
  • Scheidel, Walter (2009), "The Monetary Systems of the Han and Roman Empires," dalam Walter Scheidel (ed), Rome and China: Comparative Perspectives on Ancient World Empires, 137–208, Oxford & New York: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-975835-7 
  • Schoff, William H. (2004) [1912]. Lance Jenott, ed. ""The Periplus of the Erythraean Sea: Travel and Trade in the Indian Ocean by a Merchant of the First Century" in The Voyage around the Erythraean Sea". Universitas Washington. Diakses tanggal 19 September 2016. 
  • Schoff, W. H. (1915), The Eastern Iron Trade of the Roman Empire, New Haven 
  • Seneca, Lucius Annaeus (1974), Declamations, Volume I: Controversiae, Books 1–6, diterjemahkan oleh Michael Winterbottom, Cambridge: Harvard University Press, ISBN 978-0-674-99511-6 
  • Sezgin, Fuat; Carl Ehrig-Eggert; Amawi Mazen; E. Neuba uer (1996). نصوص ودراسات من مصادر صينية حول البلدان الاسلامية. Frankfurt am Main: Institut für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften (Institute for the History of Arabic-Islamic Science at the Johann Wolfgang Goethe University). 
  • Spielvogel, Jackson J. (2011), Western Civilization: a Brief History, Boston: Wadsworth, Cencage Learning, ISBN 0-495-57147-4 
  • Stein, Aurel M. (1907), Ancient Khotan: Detailed report of archaeological explorations in Chinese Turkestan. 2 vols. hlm. 44–45. M. Aurel Stein, Oxford: Clarendon Press 
  • Stein, Aurel M. (1932), On Ancient Central Asian Tracks: Brief Narrative of Three Expeditions in Innermost Asia and Northwestern China 
  • Suárez, Thomas (1999), Early Mapping of Southeast Asia, Singapura: Periplus Editions, ISBN 962-593-470-7 
  • Sun, Zhixin Jason (Juli 2009), Life and Afterlife in Early Imperial China (PDF), American Journal of Archaeology, Vol. 113, No. 3 
  • Thorley, John (1971), The Silk Trade between China and the Roman Empire at Its Height, 'Circa' A. D. 90–130, Greece & Rome, Vol. 18, No. 1 
  • Thorley, John (1979), "The Roman Empire and the Kushans," dalam Greece & Rome, Vol. 26, No. 2 
  • Tim Penyunting Encyclopædia Britannica (1998). "Aureus". Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica, inc. Diakses tanggal 14 September 2019. 
  • Tremblay, Xavier (2007), "The Spread of Buddhism in Serindia: Buddhism Among Iranians, Tocharians and Turks before the 13th Century," dalam Ann Heirman dan Stephan Peter Bumbacker (eds), The Spread of Buddhism, Leiden & Boston: Koninklijke Brill, ISBN 978-90-04-15830-6 
  • Whitfield, Susan (1999), Life Along the Silk Road, Berkeley & Los Angeles: University of California Press, ISBN 0-520-23214-3 
  • Wilkinson, Endymion (2000), Chinese History: a Manual, Revised and Enlarged, Cambridge & London: Harvard University Press, ISBN 0-674-00247-4 
  • Wittfogel, Karl A.; Chia-Sheng, Feng, "History of Chinese Society: Liao (907–1125)," dalam Transactions of American Philosophical Society (vol. 36, Part 1, 1946) 
  • Young, Gary K. (2001), Rome's Eastern Trade: International Commerce and Imperial Policy, 31 BC – AD 305, London & New York: Routledge, ISBN 0-415-24219-3 
  • Yu, Huan (September 2004). John E. Hill, ed. "The Peoples of the West from the Weilue 魏略 by Yu Huan 魚豢: A Third Century Chinese Account Composed between 239 and 265, Quoted in zhuan 30 of the Sanguozhi, Published in 429 CE". Diterjemahkan oleh John E. Hill. Universitas Washington. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-03-15. Diakses tanggal 17 September 2016. 
  • Ying-shih, Yü (1986), "Han Foreign Relations," dalam Denis Twitchett dan Michael Loewe (eds), The Cambridge History of China: Volume I: the Ch'in and Han Empires, 221 B.C. – A.D. 220, 377–462, Cambridge: Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-24327-8 
  • Yule, Henry (1915), Henri Cordier, ed., Cathay and the Way Thither: Being a Collection of Medieval Notices of China, Vol I: Preliminary Essay on the Intercourse Between China and the Western Nations Previous to the Discovery of the Cape Route, London: Hakluyt Society 
  • Zhou R., An L., Wang X., Shao W., Lin G., Yu W., Yi L., Xu S., Xu J., Xie X. (2007), Testing the hypothesis of an ancient Roman soldier origin of the Liqian people in northwest China: a Y-chromosome perspective, Journal of Human Genetics, Vol. 52, No. 7 
  • Zürcher, Erik (2002), Tidings from the South, Chinese Court Buddhism and Overseas Relations in the Fifth Century AD." Erik Zürcher in: A Life Journey to the East. Sinological Studies in Memory of Giuliano Bertuccioli (1923–2001). Disunting oleh Antonio Forte dan Federico Masini. Italian School of East Asian Studies. Kyoto. Essays: Volume 2 

Bacaan tambahan

  • Leslie, D. D., Gardiner, K. H. J.: "The Roman Empire in Chinese Sources", Studi Orientali, Vol. 15. Rome: Department of Oriental Studies, University of Rome, 1996.
  • Schoff, Wilfred H.: "Navigation to the Far East under the Roman Empire", Journal of the American Oriental Society, Vol. 37 (1917), hlm. 240–249
  • André Bueno (Mei 2016). ""Roman Views of the Chinese in Antiquity" in SINO-PLATONIC PAPERS" (PDF). Sino-Platonic Papers. Diakses tanggal 10 September 2016. 

Pranala luar