Jalur kereta api Hijaz: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 3:
'''Hejaz Railway''' atau jalur kereta api [[Hijaz]] adalah jalur kereta api yang dibangun pada masa pemerintahan [[Usmaniyah]] [[Turki]] pada masa pemerintahan Sultan [[Abdul Hamid II]]. Jalur ini terbentang antara [[Damaskus]] ([[Suriah]])-[[Amman]] ([[Yordania]]) sampai ke [[Madinah]] ([[Arab Saudi]]). Jalur kereta api ini merupakan bagian dari jalur kereta api yang menghubungkan antara [[Istanbul]]-[[Haifa]] ([[Israel]]) yang merupakan salah satu proyek infrastruktur pemerintahan Usmaniyyah selain program telekomunikasi dengan memasang kabel [[telegraf]] di seluruh wilayah Usmaniyyah yang saat itu meliputi wilayah sebagian [[Afrika]] utara, [[Timur Tengah]] sampai [[Balkan]].
 
Pembangunan jalur kereta api ini sudah dilakukan pada tahun 1840 M namun baru direalisasikan pada tahun [[1908]]. Rencana ini dilakukan untuk lebih menyatukan wilayah Usmaniyah yang luas dengan sarana transportasi dan telekomunikasi yang memadai dimana saat itu sarana transportasi darat yang lebih memadai adalah [[kereta api]] sekaligus sebagai salah satu program [[Pan Islamisme]] yang dilancarkan oleh Sultan Abdul Hamid II. Selain itu khusus jalur Hijaz adalah mempermudah dan meningkatkan pelayanan jamaah [[haji]].
 
Pengerjaan jalur kereta api ini berbeda dengan pengerjaan jalur kereta api yang lain di wilayah Usmaniyah yang dilakukan dengan bantuan [[Jerman]] seperti pengerjaan jalur kereta api Istanbul-[[Baghdad]]. Pengerjaan ini dilakukan atas perintah Sultan Abdul Hamid II yang memerintahkan segenap kaum [[muslimin]] untuk berpartisipasi dalam pembangunan suci ini. Biaya yang diperlukan saat itu adalah sebesar 16 juta US $ dengan nilai dolar saat itu. Selain dari kaum muslimin, sumbangan datang dari pemerintah, Angkatan bersenjata, Tokoh Masyarakat serta gubernur [[khedive]] Mesir serta pemerintahan [[Shah]] di [[Iran]]. Pengerjaan ini melibatkan 5000 anggota Angkatan Darat serta penduduk sipil. Rencana pembangunan ini juga melanjutkan ke [[Mekkah]] dan pelabuhan [[Jeddah]], namun karena terbentur masalah biaya dan terjadi pertentangan oleh penduduk wilayah itu, maka jalur ini hanya berakhir sampai [[Madinah]]. Versi lain mengatakan bahwa [[Syarif Hussein]], Amir (pemimpin Mekkah) saat itu memandang bahwa Jalur kereta api ini mengancam kedudukannya di wilayah Hejaz sehingga menolak pembangunan Jalur itu sampai ke [[Mekkah]] bahkan [[Jeddah]].
Baris 15:
Pada periode selanjutnya ketika Usmaniyah terlibat [[Perang Dunia I]] di pihak [[Jerman]], jalur ini mengalami kerusakan akibat sabotase agen [[Inggris]] yang dikenal sebagai [[Lawrence of Arabia]], selain karena kerusakan yang akibat revolusi [[Bangsa Arab|Arab]] pada saat itu, meskipun sebagian orang mengatakan bahwa penduduk dan pihak lokal yang terlibat revolusi itu tidak merusak jalur kereta api tetapi menyerang suplai dan tentara [[Turki]]. Sebagian lagi mengatakan bahwa perusakan jalur ini dilakukan oleh penduduk lokal yang khawatir akan kehilangan penghasilan dari persewaan unta kepada jamaah [[haji]].
 
Setelah Perang Dunia I sampai tahun [[1971]], ada usaha usaha untuk memperbaiki kembali jalur kereta api ini, namun memerlukan biaya yang cukup mahal. Terlebih lebih pada dekade [[1970]], dunia penerbangan tumbuh dengan cepat. Terlebih lebih menggunakan perhubungan udara yang menggunakan [[pesawat]] udara dianggap lebih ekonomis untuk wilayah semenanjung Arab yang secara geografis didominasi oleh gurun pasir.
 
Saat ini, jalur kereta api Hejaz hanya tinggal dijumpai sisa sisa bengunan stasiun, bengkel, menara dan pompa air serta benteng-benteng yang dibangun pada masa pemerintahan Usmaniyah. Hanya di jalur Damaskus-Amman yang masih digunakan untuk kepentingan wisata dan transportasi terbatas. Selebihnya terutama di daerah Syria dan Yordania, bangunan bangunan tersebut dijadikan Museum. Sementara Stasiun Madinah, oleh pemerintah Arab Saudi dijadikan Musium yang terletak di jalan keluar kota Madinah menuju Mekkah melalui [[Bir Ali]] atau [[Dzulkhulaifah]] yang digunakan sebagai patokan (miqat) untuk niat melaksanakan Ibadah haji.