Sir James Brooke (4 Maret  – 6 Agustus {{{8}}}) menjadi Rajah Sarawak. Brooke berjalan ke Burma dengan pasukan EIC pada 1825, terluka, dan dikirim ke Inggris untuk penyembuhan. Pada 1830, ia kembali ke Madras terlalu lambat untuk menjadi anggota angkatan kembali.

Ia mencoba berdagang di Timur Jauh, namun tak sukses. Pada 1835, ayahnya meninggal dan meninggalkannya GBP30.000, yang dipakainya sebagai modal pembelian kapal, the Royalist. Setelah mempersiapkan pelayaran ke Borneo pada 1838, ia tiba di Kuching pada bulan Agustus di tahun yang sama untuk menemukan penyelesaian menghadapi pemberontakan Dayak melawan Sultan Brunei. Menawari pertolongannya pada Sultan, ia dan krunya membantu mengadakan penyelesaian perdamaian dan sebagai akibatnya diberi gelar Rajah Sarawak oleh Sultan yang berterima kasih (walau deklarasi resmi tak dibuat sampai 18 Agustus 1842).

Brooke mulai mendirikan dan mempererat kekuasaannya atas Sarawak; memperbaiki administrasi, mengkodifikasi hukum dan melawan perompakan, yang ternyata menjadi persoalan terus menerus sepanjang pemerintahannya. Brooke kembali secara temporer ke Inggris pada 1847, di mana ia diberi kebebasan dari kota London, mengangkat gubernur dan panglima tertinggi Labuan, KonJen Inggris di Borneo dan dibentuklah KCB.

Brooke menjadi pusat kontroversi pada 1851 saat dakwaan perbuatan jahat terhadapnya menimbulkan pengangkatan komisi kerajaan di Singapura. Sebagai akibat pemeriksaan tuntutannya tak terbukti namun tuduhan berlanjut untuk membayangi Brooke.

Ia menguasai Sarawak sampai kematiannya pada 1868, menyusul 3 pukulan lebih dari periode 10 tahun. Ia digantikan sebagai Rajah oleh keponakannya Charles Johnson Brooke.

Cerita fiksi keberanian James Brooke di Sarawak diberikan dalam novel C. S. Godshalk Kalimantaan.

Didahului oleh:
tiada
Raja Putih
1841-1868
Diteruskan oleh:
Charles Johnson Brooke