Joehana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(12 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Sketsa Joehana.jpg|thumb|Sketsa Joehana, tanpa tanggal]]
'''Akhmad Bassah''' (juga '''Bassakh'''; {{IPA-id|axˈmad baˈsax|}}; aktif pada 1923–1930), paling dikenal dengan [[nama pena]] '''Joehana''' ({{IPA-id|juˈhana|}}; [[EYD]]: '''Yuhana''') adalah sastrawan [[Hindia Belanda]] (sekarang [[Indonesia]]) berdarah [[Suku Sunda|Sunda]] yang menulis karya-karyanya dalam [[bahasa Sunda]]. Ia bekerja di perusahaan kereta api sebelum menjadi seorang pengarang pada 1923, dan semasa hidup memiliki pemahaman dalam bidang kesejahteraan sosial; pemahaman ini mempengaruhi novel-novelnya. Ia juga merupakan seorang penerjemah, pembuat drama, dan wartawan yang produktif, dan mengoperasikan sebuah perusahaan yang ditujukan untuk pelayanan penulisan. Sumber-sumber menyatakan tahun kematian Joehana yang berbeda; beberapa sumber menyebut tahun 1930, sementara sumber lainnya menyebut tahun 1942–1945.
 
Baris 7 ⟶ 6:
 
== Riwayat ==
Tanggal lahir Akhmad Bassah tidak diketahui dengan pasti, meskipun ia diduga telah dibesarkan di [[Bandung]], [[Jawa Barat]], dimana ia lulus dari [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs]]. Dia sempat bekerja di perusahaan kereta api yang dioperasikan pemerintah Hindia Belanda, rupanya naik ke posisi cukup tinggi, namuntetapi akhirnya dipecat karena mengorganisir [[aksi mogok]] Serikat Pekerja Kereta Api dan Trem.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=5}} Meskipun dia meninggalkan perusahaan itu, ia tetap aktif dalam gerakan-gerakan sosial. Ia adalah anggota aktif [[Sarekat Rakyat]], dan membantu kelompok tersebut dalam misi [[pelayanan sosial]]nya.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=6}}
 
Melalui pemberitaan modern, jelas bahwa tahun 1923 Bassah mulai mendapat pengakuan sebagai penulis,{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=4}} dan bahwa ia juga telah menjadi aktif di dunia seni teater dan sebagai jurnalis.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=6}} Untuk karya tulisnya, Bassah menggunakan nama pena "'''Joehana'''", yang diambil dari nama putri angkatnya; sejak saat itu pun disebut dengan nama ini.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=4}} Meskipun ia menikah dengan seorang guru bernama Atikah, pasangan ini tidak memiliki anak mereka sendiri.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=4}}
Baris 18 ⟶ 17:
 
== Karya tulis ==
[[Berkas:Tjarios Agan Permas cover.jpg|thumbjmpl|''Tjarios Agan Permas'' (volume ketiga; edisi 1926)]]
[[Berkas:Moegiri cover.jpg|thumbjmpl|''Moegiri'' (volume kedua; edisi 1928)]]
Joehana menerbitkan 14 buku, serta berbagai editorial dan artikel di koran ''Soerapati''. Namun, tidak semuanya masih ada hingga kini; misalnya, dalam sebuah kajian tahun 1979 tentang penulis ini, [[Tini Kartini]] dkk. hanya menemukan 6 dari publikasi Joehana tersebut. Sulit untuk menentukan tahun awal publikasi karya-karya tersebut, karena meskipun buku Joehana umumnya mencatat tahun publikasinya, edisi tersebut tidak mencatatnya.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|pp=2–3}} Dengan demikian, beberapa sumber mencatat karya-karyanya diterbitkan dalam tahun yang berbeda; misalnya, ''Carios Agan Permas'' ("Kisah Agan Permas"), tertulis diterbitkan dalam berbagai tanggal, seperti 1923, 1926, dan 1928.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=16}}
 
Daftar berikut ini didasarkan pada daftar yang disusun oleh Kartini dkk. dalam penelitian tahun 1979 mereka. Daftar ini tidak memasukkan karya Joehana sebagai [[wartawan]], juga tidak mencakup karya yang ia terbitkan melalui ''Romans Bureau''-nya. Meskipun novel lain, seperti ''Eulis Tjinio'', telah dikaitkan dengan namanya, karya tersebut tidak dimasukkan di daftar ini karena kurangnya verifikasi.{{efn|Meskipun karya-karya lainnya, seperti ''Eulis Tjinio'', juga melibatkan dirinya, karya-karya tersebut tidak masuk dalam ulasan buatan Kartini dan pengulas lainnya karena kurangnya verifikasi {{harv|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=16}}.}}{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|pp=12&ndash;1612–16}}<!--Translations of titles original to Wikipedia; titles not translated are names of characters-->
 
* {{cite book|title=Bambang Hendrasaputra|language=bahasa Sunda}} (berdasarkan cerita ''[[wayang]]'')
Baris 40 ⟶ 39:
 
== Gaya ==
Joehana tampaknya sering membaca karya-karya tradisional mengenai [[Asia Tenggara Maritim]]. ''Nangis Wibisana'' terinspirasi dari ''[[Ramayana]]''.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=50}} Tokoh-tokoh Wayang seperti [[Cepot]] disebut dalam tulisan-tulisannya.{{sfn|Rosidi|2013b|p=9}} Ia memakai teknik cerita tradisional Sunda seperti [[pantun]], bentuk syair yang lazim dalam pertunjukan [[wayang golek]]. Akan tetapi, ada sejumlah perbedaan besar dibandingkan karya sastra pada umumnya. Karya-karyanya menggunakan bentuk sastra tradisional seperti ''wawacan'', bukan bentuk sastra Eropa (novel). Alih-alih bahasa resmi, Joehana menulis dalam bahasa Sunda sehari-hari.{{sfn|Rosidi|2013b|p=7}} Tata bahasa dan strukturnya menunjukkan bukti pengaruh dari bahasa lain, dan kosa katanya tidak murni dari bahasa Sunda; ada pula campuran kosa katakosakata Belanda (bahasa pemerintah kolonial).{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=62}}
 
Penulis Sunda, M.&nbsp;A.&nbsp;Salmoen, menggolongkan Joehana sebagai sastrawan [[realisme (sastra)|realis]].<ref>dalam {{harvnb|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=63}}</ref> Rosidi menulis bahwa realisme dapat ditemukan di karya-karya Joehana dalam bentuk merek-merek produk ternama seperti rokok, ikan asin, dan biskuit (meski Joehana menulis untuk pembaca kontemporer di Bandung yang mungkin kenal produk tersebut, tidak ada penjelasan mengenai mereknya). Joehana menggunakan tempat-tempat nyata di Bandung dalam beberapa novelnya, dan tokoh setempat yang jadi buah bibir (misalnya Salim si pencopet) juga disebutkan sekali-kali.{{sfn|Rosidi|2013b|p=7}} Mungkin saja penempatan merek tersebut merupakan bagian dari [[penempatan produk]], artinya Joehana dibayar untuk memasukkan merek-merek produk di dalam novelnya; pembayarannya bisa jadi tidak dalam bentuk tunai, melainkan dalam bentuk barang atau jasa,{{sfn|Rosidi|2013b|pp=10–11}} atau donasi untuk Sarekat Rakyat.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=65}}
 
Joehana menunjukkan selera humornya yang ditanggapi baik oleh para koleganya; contohnya, dalam ''Rasiah nu Goreng Patut'', Karnadi si pemburu kodok "pergi ke kantor" (sawah) untuk menangkap kodok dan membunuhnya dengan "pensil" (ranting pohon);{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=60}} dalam ''Tjarios Agan Permas'', tokoh Belanda Van der Zwak menggunakan [[laras bahasa|laras]] Sunda{{efn|Dalam bahasa Sunda, teradpatterdapat beberapa laras dalam bahasa lisan. Bentuk paling sopan biasanya digunakan oleh masyarakat kelas atas.}} saat berbicara dengan anjingnya.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=26}} Beberapa lelucon Joehana terus bertahan; Rosidi mencatat bahwa lelucon tentang cara mengucapkan bahasa Belanda masih bertahan sampai tahun 1980-an.{{Efn|Dalam ''Rasiah nu Goreng Patut'', Karnadi yang tidak berpendidikan berusaha menyamar sebagai seorang kontraktor yang terdidik dan kaya. Untuk meyakinkan calon mertuanya, Karnadi menyatakan bahwa, untuk berbahasa Belanda, seseorang tinggal menambahkan kata ''de'' di depan suatu kata serta akhiran "-ceh" di akhir kata itu. Misalnya, ''lampu'' menjadi ''de lamceh'' {{harv|Joehana|Soekria|2013|p=45}}.}}{{sfn|Rosidi|2013b|p=9}}
 
== Tema ==
Tema yang mendominasi tulisan-tulisan Joehana adalah kritik sosial, terutama yang terkait dengan kondisi sosial-ekonomi. Dalam ''Rasiah nu Goreng Patut'', ia mengkritik orang-orang yang mengejar kekayaan materi di atas segalanya lewat penokohan Eulis Awang dan keluarganya; mereka sangat rakus sampai-sampai mereka tidak sadar bahwa pria yang melamar Eulis Awang bukanlah seorang pria yang seperti pria tersebut ceritakan.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|pp=58–60}} Dalam ''Tjarios Eulis Atjih'', kisah Arsad dan Eulis Atjih (tokoh utama), menunjukkan bahwa kekayaan tidak abadi dan kerakusan memiliki dampak buruk. Keduanya jatuh miskin dan status sosialnya turun, jadi mereka harus bekerja keras untuk bertahan hidup. Dalam novel tersebut, Joehana meminta agar orang kaya membantu dan melindungi orang miskin, bukan mengabaikan mereka.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|pp=29–31}} ''Tjarios Agan Permas'' menegaskan bahwa orang kaya dan miskin harus diperlakukan setara:{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=25}}
 
{{quote|text=Bagi orang miskin maupun rakyat jelata, tak ada beda antara orang kaya atau bangsawan asalkan mereka sama-sama berkesempatan belajar. Ingat, jangan lupa, kepintaran seseorang bukan hanya untuk bertahan hidup, melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan khalayak.{{efn|Teks asli: "''Pakeun uteuk si miskin atawa si menak asal pada-pada diajar nu sarua luhurna. Kade ulah poho, yen kapinteran teh lain ngan wungkul pakeun neangan kahirupan bae, tapitetapi kudu bisa metakeun pakeun kaperluan sarerea.''"}}}}
 
Kelompok yang biasanya dihormati namun dikritik Joehana adalah [[haji]], orang-orang Islam yang telah menunaikan ibadah [[haji]] ke [[Makkah]]. Para haji dalam cerita-cerita Johana umumnya rakus, penuh nafsu duniawi, dan tidak tertarik dengan kebaikan umat manusia.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=62}} Dalam ''Tjarios Agan Permas'', misalnya, Haji Serbanna menunjukkan kemunafikannya dengan mencap [[riba]] [[haram]] namun membebankan bunga tinggi untuk pinjaman dan menolak menyempurnakan [[shalat]] karena ia sedang menunggu tamu yang membawa hadiah besar. Sang haji digambarkan mengenakan tata rias yang berlebihan sampai-sampai Kartini dkk. menggambarkan bahwa dia seperti badut.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=24}}
Baris 56 ⟶ 55:
 
== Warisan ==
[[Berkas:Eulis Atjih p.74.jpg|thumbjmpl|Iklan surat kabar untuk ''[[Eulis Atjih]]'' (1927), yang diadaptasi dari novel Joehana]]
Karya Joehana sering diadaptasi ke panggung pementasan. ''Rasiah nu Goreng Patut'', misalnya, diadaptasi ke dalam berbagai bentuk, termasuk sebagai [[lenong]] ber[[bahasa Melayu]]{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|p=5}} dan sebuah penampilan panggung dari ''Tjarios Eulis Atjih'' yang direkam di [[Ciamis]].{{sfn|Pewarta Soerabaia 1928, Tjerita Eulis Atjih}} Tiga film telah diadaptasi dari novel karya Joehana, dua film dari ''Tjarios Eulis Atjih'' dan satu dari ''Rasiah nu Goreng Patut''. Film ang pertama, ''[[Eulis Atjih]]'', disutradarai dan diproduksi oleh [[G. Krugers]] dan dirilis pada tahun 1927 yang meraih sukses dan popularitas.{{sfn|Biran|2009|p=76}} Film yang kedua, umumnya disebut sebagai ''[[Karnadi Anemer Bangkong]]'', diadaptasi dari ''Rasiah nu Goreng Patut'' oleh Krugers dan dirilis pada awal 1930-an; film ini diketahui telah ditimpa kegagalan secara komersial, dilaporkan menimbulkan kontroversi karena menggambarkan seorang pria Muslim yang mengkonsumsi daging kodok.{{sfn|Biran|2009|pp=98, 143}} Adaptasi ketiga novel Joehana , juga berjudul ''Eulis Atjih'', diselesaikan oleh [[Rd Ariffien]] pada tahun 1954.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Eulis Atjih}} Penampilan panggung dari ''Rasiah nu Goreng Patut'' berlanjut sampai akhir 1980, meskipun pada waktu itu karya tersebut dianggap oleh masyarakat umum sebagai bagian dari [[cerita rakyat]].{{sfn|Rosidi|2013b|pp=5–6}}
 
Namun, hanya sedikit ceramah akademik mengenai Joehana diterbitkan hingga tahun 1960-an. Hal ini dimulai dengan publikasi dari dua karyanya: ''Rasiah nu Goreng Patut'' pada tahun 1963 sebagai sebuah buku, dan ''Moegiri'' sebagai awal [[serial (literatur)|serial]] yang dimulai dalam edisi [[15 Oktober]] 1965 dari majalah ''Sunda''. Editor majalah tersebut, [[Ajip Rosidi]], memasukkan diskusi tentang Joehana dalam buku 1966-nya, ''Kesusastraan Sunda Dewasa Ini''. Beberapa diskusi lainnya oleh penulis seperti [[Yus Rusyana]] dan [[Rusman Sutiamarga]], diterbitkan dalam majalah seperti ''Wangsit'' atau dimasukkan dalam bahan kuliah di universitas. Hingga tahun 1979 karya Joehana belum pernah diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Sunda di sekolah-sekolah.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|pp=1–2}}
 
Tanggapan kritikus modern terhadap karya-karya buatan Joehana umumnya negatif. Sumardjo menyatakan bahwa kelemahan terbesarnya adalah kurangnya penjelasan mendalam terkait watak-watak para karakternya, serta latar belakang sosialnya yang cenderung tidak jelas.{{sfn|Sumardjo|1989|p=461}} Kartini dan kawan-kawannya menyanjung keproduktivitasan Joehana, tapitetapi menemukan kekurangan karakterisasi dalam karya-karyanya. Mereka menemukan bahwa, pada masa ke masa, usahanya untuk memberikan pesan sosial menjadi terlalu dominan sehingga karya-karyanya mengarah ke arah propaganda.{{sfn|Kartini|Hadish|Sumadipura|Iskandarwassid|1979|pp=67–68}} Rosidi memberikan pandangan yang lebih positif terhadap penulisan Joehana, dengan menyatakan bahwa, meskipun menggunakan perkataan Sunda non-formal pada 1920-an, arti peribahasa dalam karya-karya Joehana lebih dinamis dan "hidup" ketimbang karya-karya yang diterbitkan oleh [[Balai Pustaka]].{{Sfn|Rosidi|2013a|p=52}}
 
== Catatan penjelas ==
Baris 88 ⟶ 87:
|work=Filmindonesia.or.id
|publisher=Konfiden Foundation
|archiveurl=httphttps://www.webcitation.org/6O8UskwTc?url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-e010-54-245162_eulis-atjih
|archivedate=17 Maret 2014-03-17
|accessdate=17 Maret 2014
|ref={{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Eulis Atjih}}
|dead-url=no
}}
* {{Cite book
|last1=Joehana
Baris 108:
* {{Cite book
|title=Yuhana: Sastrawan Sunda
|url=https://archive.org/details/gottesdienstlic00jacogoog
|language=Indonesia
|last1=Kartini
Baris 126 ⟶ 127:
|publisher=WorldCat
|url=http://www.worldcat.org/title/mugiri/oclc/65543007&referer=brief_results
|archiveurl=httphttps://www.webcitation.org/6Oqputoje?url=http://www.worldcat.org/title/mugiri/oclc/65543007
|archivedate=15 April 2014-04-15
|accessdate=15 April 2014
|ref={{sfnRef|WorldCat, Mugiri}}
|dead-url=no
}}
* {{Cite book
|last=Rosidi
Baris 181 ⟶ 183:
{{refend}}
{{Artikel pilihan}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Penulis Indonesia]]