Kadipaten Panjalu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(9 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 3:
{{Untuk|'''Kerajaan Panjalu''' yang terletak di [[Jawa Timur]]|Kerajaan Kadiri}}
[[Berkas:PANJALU.jpg|jmpl|ka|Lokasi Kerajaan Panjalu pada peta Jawa Barat]]
'''Kadipaten Panjalu''' adalah sebuah kerajaan bawahan Sunda yang bercorak [[Hindu]] yang terletak di ketinggian 731 m dpl dan berada kaki [[Gunung Sawal]] (1764 m dpl) [[Jawa Barat]]. Posisi Panjalu dikelilingi oleh benteng alamiah berupa rangkaian pegunungan, dari sebelah selatan dan timur berdiri kukuh Gunung Sawal yang memisahkannya dengan wilayah Galuh, bagian baratnya dibentengi oleh Gunung Cakrabuana yang dahulu menjadi batas dengan Kerajaan Sumedang Larang dan di sebelah utaranya memanjang Gunung Bitung yang menjadi batas Kabupaten Ciamis dengan Majalengka yang dahulu merupakan batas Panjalu dengan Kerajaan Talaga.{{fact}}
Secara geografis pada abad ke-13 sampai abad ke-16 (tahun 1200-an sampai dengan tahun 1500-an) [[Kerajaan Panjalu]] berbatasan dengan [[Kerajaan Talaga Manggung|Kerajaan Talaga]], [[Kerajaan Saunggalah]] [[Kuningan, Kuningan|Kuningan]], dan [[Cirebon]] di sebelah utara. Di sebelah timur Kerajaan Panjalu berbatasan dengan Kawali (Ibu kota Kemaharajaan Sunda 1333-1482), wilayah selatannya berbatasan dengan [[Kerajaan Galuh]], sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan [[Kerajaan Galunggung]] dan Kerajaan [[Sumedang Larang]].{{fact}}
== Asal-usul Nama Panjalu ==
Panjalu berasal dari kata ''[[jalu]]'' (bhs. [[Sunda]]) yang berarti ''jantan, jago, maskulin'', yang didahului dengan awalan pa (n). Kata [[panjalu]] berkonotasi dengan kata-kata: ''[[jagoan]], [[jawara]], [[pendekar]], [[warrior]]'' (bhs. Inggeris: pejuang, ahli olah perang), dan ''[[knight]]'' (bhs. Inggeris: [[kesatria]], [[perwira]]).{{fact}}
Ada pula orang Panjalu yang mengatakan bahwa kata panjalu berarti "perempuan" karena berasal dari kata ''jalu'' yang diberi awalan ''pan'', sama seperti kata ''male'' (bhs. Inggeris: laki-laki) yang apabila diberi prefiks ''fe'' + ''male'' menjadi ''female'' (bhs.Inggeris: perempuan). Konon nama ini disandang karena Panjalu pernah diperintah oleh seorang ratu bernama Ratu Permanadewi.{{fact}}
Baris 34:
Kekuasaan kabataraan di Kemaharajaan Sunda kemudian dilanjutkan oleh Batara Gunung Picung yang menjadi cikal bakal [[Kerajaan Talaga Manggung|Kerajaan Talaga]] ([[Majalengka]]). Batara Gunung Picung adalah putera Suryadewata, sedangkan Suryadewata adalah putera bungsu dari Maharaja Sunda yang bernama Ajiguna Linggawisesa ([[1333]]-[[1340]]), Batara Gunung Picung digantikan oleh puteranya yang bernama Pandita Prabu Darmasuci, sedangkan Pandita Prabu Darmasuci kemudian digantikan oleh puteranya yang bernama Begawan Garasiang. Begawan Garasiang digantikan oleh adiknya sebagai Raja Talaga yang bernama Sunan Talaga Manggung dan sejak itu pemerintahan Talaga digelar selaku kerajaan.
== Hubungan dengan
[[Berkas:Prabu Siliwangi.jpeg|jmpl|kiri|Prabu Siliwangi]]
Putera Sena atau Bratasenawa (709-716) Raja Galuh ketiga ini sebelumnya bergelar Rakeyan Jamri dan setelah menjadi menantu Maharaja Sunda Tarusbawa diangkat menjadi penguasa Kerajaan Sunda bergelar Sang Harisdarma. Sang Harisdarma setelah berhasil menyatukan Galuh dengan Sunda bergelar Sanjaya.
Baris 44:
Berdasarkan peninggalan sejarah seperti prasasti dan naskah kuno, ibu kota Kerajaan Sunda berada di daerah yang sekarang menjadi kota [[Bogor]] yaitu Pakwan Pajajaran, sedangkan ibu kota Kerajaan Galuh adalah yang sekarang menjadi kota [[Ciamis]], tepatnya di [[Kawali]]. Namun, banyak sumber peninggalan sejarah yang menyebut perpaduan kedua kerajaan ini dengan nama Kerajaan Sunda saja atau tepatnya Kemaharajaan Sunda dan penduduknya sampai sekarang disebut sebagai orang [[Sunda]].
Panjalu adalah salah satu kerajaan daerah yang termasuk dalam kekuasaan Kemaharajaan Sunda karena wilayah
Menurut [[Naskah Wangsakerta]],{facts} wilayah
Lokasi Kerajaan bawahan Panjalu yang berbatasan langsung dengan Kawali dan Galuh juga menunjukkan keterkaitan yang erat dengan
Kerajaan-kerajaan lain yang menjadi bagian dari
Kaitan lain yang menarik antara
Ada dugaan Sanghyang Borosngora yang menjadi Raja Panjalu adalah Hyang Bunisora Suradipati, ia adalah adik Maharaja Linggabuana yang gugur di palagan Bubat melawan tentara Majapahit pada tahun 1357. Hyang Bunisora menjabat sebagai Mangkubumi Suradipati mewakili keponakannya yaitu Niskala Wastu Kancana yang baru berusia 9 tahun atas tahta Kawali. Hyang Bunisora juga dikenal sebagai Prabu Kuda Lelean dan Batara Guru di Jampang karena menjadi seorang petapa atau resi yang mumpuni di Jampang ([[Kota Sukabumi|Sukabumi]]). Tentunya perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan dugaan ini.
Baris 59:
== Kaitan dengan Kerajaan Panjalu ([[Kediri]]) di [[Jawa Timur]] ==
[[File:Airlangga.jpg|thumb|150px||''Arca Wisnu naik Garuda'' perwujudan dari [[Airlangga]] sebagai [[Wisnu]] kini koleksi [[Museum Trowulan|Museum Majapahit]].]]
{{Main|Kerajaan Panjalu}}
Pendiri [[Kerajaan Kahuripan|Kerajaan Medang Kahuripan]] adalah [[Airlangga]] atau sering pula
Menurut [[
Setelah tiga tahun masa persembunyiannya dengan kalangan pertapa di dalam hutan, Airlangga didatangi utusan rakyat beserta [[senopati]] yang masih setia untuk memintanya supaya membangun kembali Kejayaan [[Medang]]. Mengingat kota Wwatan sudah hancur, Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat sekitar [[Gunung Penanggungan]]. Nama kota ini tercatat dalam [[Prasasti Cane]] (1021 M). Nama kerajaan yang didirikan [[Airlangga]] ini lazim dikenal dengan [[Kerajaan Kahuripan|Kerajaan Medang Kahuripan]].
▲Pendiri Kerajaan Kahuripan adalah [[Airlangga]] atau sering pula disingkat Erlangga, yang memerintah tahun 1009-1042, dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Nama Airlangga berarti air yang melompat. Ia lahir tahun 990. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu, Bali dari Wangsa Warmadewa.
Menurut [[
Menurut [[
▲Menurut [[Prasasti Pucangan]], pada tahun 1006 Airlangga menikah dengan putri pamannya yaitu [[Dharmawangsa]] (saudara Mahendradatta) di Watan, ibu kota [[Kerajaan Medang]]. Tiba-tiba kota Watan diserbu [[Raja Wurawari]] dari [[Kerajaan Lwaram]], yang merupakan sekutu [[Kerajaan Sriwijaya]]. Dalam serangan itu, Dharmawangsa tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan pegunungan (wanagiri) ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama. Saat itu ia berusia 16 tahun, dan mulai menjalani hidup sebagai pertapa. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur.
:<blockquote>... 1. Nahan tatwanikaɳ kamal/ widita deniɳ sampradaya sthiti, mwaɳ çri pañjalunatha riɳ daha te- (122a) wekniɳ yawabhumy/ apalih, çri airlanghya sirandani ryyasihiran/ panak/ ri saɳ rwa prabhu, ...</blockquote>
:<blockquote>... 1. Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya, Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah, Karena cinta raja Airlangga kepada dua puteranya, ...<br>— (''Kakawin Nagarakretagama'', ''Pupuh 68'').</blockquote>
Ketika Airlangga naik takhta tahun
Pada tahun
▲Menurut [[Prasasti Terep]] (1032), Watan Mas kemudian direbut musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke desa Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah ke [[Kahuripan]] (daerah Sidoarjo sekarang).
▲Menurut [[Prasasti Pamwatan]] (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah Kediri sekarang). Berita ini sesuai dengan naskah [[Serat Calon Arang]] yang menyebut Airlangga sebagai raja Daha. Bahkan, Nagarakretagama juga menyebut [[Airlangga]] sebagai raja''' Panjalu''' yang berpusat di [[Daha]].
▲Ketika Airlangga naik takhta tahun 1009, wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah [[Sidoarjo]] dan [[Pasuruan]] saja, karena sepeninggal Dharmawangsa, banyak daerah bawahan yang melepaskan diri. Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan [[Wangsa Isyana]] atas pulau Jawa.
▲Pada tahun 1023 Kerajaan Sriwijaya yang merupakan musuh besar Wangsa Isyana dikalahkan Rajendra Coladewa, Raja [[Colamandala]] dari [[India]]. Hal ini membuat Airlangga merasa lebih leluasa mempersiapkan diri menaklukkan pulau Jawa. Penguasa pertama yang dikalahkan oleh Airlangga adalah Raja Hasin. Pada tahun 1030 Airlangga mengalahkan Wisnuprabhawa Raja Wuratan, Wijayawarma Raja Wengker, kemudian Panuda Raja Lewa.
Pada tahun 1031 putera Panuda mencoba membalas dendam namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Ibu kota Lewa dihancurkan pula.
Pada tahun 1032 seorang raja wanita dari Kerajaan Lodoyong (daerah [[Tulungagung]] sekarang) berhasil mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas dihancurkannya. Airlangga terpaksa melarikan diri ke Desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala. Airlangga membangun ibu kota baru di Kahuripan. Raja wanita itu akhirnya dapat dikalahkannya. Dalam tahun 1032 itu pula Airlangga dan Mpu Narotama mengalahkan Raja Wurawari dari Lwaram, serta membalaskan dendam Airlangga dan Wangsa Isyana.
Terakhir, pada tahun 1035 Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarma Raja Wengker yang pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa namun kemudian mati dibunuh rakyatnya sendiri.
Baris 92 ⟶ 91:
* Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.
Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis [[
Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut [[Serat Calon Arang]] ia kemudian bergelar ''Resi Erlangga Jatiningrat'', sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia bergelar ''Resi Gentayu''. Namun yang paling dapat dipercaya adalah [[prasasti Gandhakuti]] (1042 M) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah ''Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana''.
Menurut cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa [[biksuni]] (pendeta [[Buddha]]) bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam [[prasasti Cane]] (1021 M) sampai [[
Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama [[Mpu Bharada]] berangkat ke [[Bali]] mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan.
Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata sebagai Raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan
Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam [[Serat Calon Arang]], [[Kakawin Nagarakretagama]],
Dalam [[prasasti Pamwatan]], 20 November 1042, Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan dalam [[Prasasti Gandhakuti]], 24 November 1042, ia sudah bergelar ''Resi Aji Paduka Mpungku''. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut. Tidak diketahui dengan pasti kapan Airlangga meninggal. [[Prasasti Sumengka]] (1059) peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, ''Resi Aji Paduka Mpungku'' dimakamkan di ''tirtha'' atau pemandian.
Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah [[Candi Belahan]] di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan [[Prasasti Pucangan]] (1041) diketahui Airlangga adalah penganut [[Waisnawa|Hindu Wisnu]] yang taat. Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.
Pada Candi Belahan ditemukan angka tahun 1049. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun itu adalah tahun kematian Airlangga, ataukah tahun pembangunan candi pemandian tersebut.
Maharaja [[
Pada [[prasasti Hantang
Sri Maharaja Srengga atau [[Kertajaya]] adalah raja terakhir Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1194-1222. Pada akhir pemerintahannya, ia dikalahkan oleh [[Ken Arok]] dari [[Tumapel]] atau [[Singhasari]], yang menandai berakhirnya masa Kerajaan Kadiri.
Nama Kertajaya terdapat dalam [[Nagarakretagama]] (1365) yang
Dalam [[Pararaton]], Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis. Dikisahkan pada akhir pemerintahannya ia menyatakan ingin disembah para pendeta Hindu dan Buddha sebagai [[dewa]]. Tentu saja keinginan itu ditolak, meskipun Dandhang Gendis
Para pendeta memilih berlindung pada [[Ken
{{Main|Pertempuran Ganter}}
Perang antara [[Tumapel]] dan [[Kadiri]] terjadi dekat Desa Ganter tahun [[1222]]. Para panglima Kadiri yaitu Mahisa Walungan (adik Dandhang Gendis) dan Gubar Baleman mati di tangan Ken Arok. Dandhang Gendis sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik ke kahyangan atau tewas.
[[Kakawin Nagarakretagama]] juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan [[Kertajaya]] tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam dewalaya (tempat dewa). Kedua naskah tersebut (Pararaton dan Nagarakretagama) memberitakan tempat pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kiranya yang dimaksud adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau mungkin Kertajaya tewas dan menjadi penghuni alam halus (akhirat)
{{Main|Pemberontakan Jayakatwang}}
Sejak tahun 1222 Kadiri menjadi daerah bawahan Tumapel ([[Singhasari]]). Menurut Nagarakretagama, putra Kertajaya yang bernama Jayasabha diangkat Ken Arok sebagai Bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya, yang bernama Sastrajaya. Kemudian tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya yang bernama Jayakatwang. Pada tahun 1292 Jayakatwang memberontak dan mengakhiri riwayat Tumapel.
Berita tersebut tidak sesuai dengan naskah [[Prasasti Mula Malurung]] (1255), yang mengatakan kalau penguasa Kadiri setelah Kertajaya adalah Bhatara Parameswara putra [[Bhatara Siwa]] (alias Ken Arok). Adapun Jayakatwang menurut prasasti Penanggungan adalah Bupati Gelang-Gelang yang kemudian menjadi Raja Kadiri setelah menghancurkan Tumapel tahun 1292.
Baris 537 ⟶ 538:
* '''Sumaryadi, Sugeng'''. ''Sejarah Panjang yang Terus Dikenang''. Artikel Harian Media Indonesia, 13 Maret 2004.
* {{cite book|last='''Tim Peneliti Sejarah Galuh'''|title=Galuh Ciamis dan Tinjauan Sejarah|year=1972}}
{{Topik Ciamis}}
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara]]
|