Kerajaan Ayutthaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Templat tanpa ref
Tag: kemungkinan spam pengguna baru menambah pranala luar VisualEditor
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
Baris 61:
Setelah melalui pertumpahan darah perebutan kekuasaan antar dinasti, Ayutthaya memasuki abad keemasannya pada perempat kedua abad ke-18. Pada masa yang relatif damai tersebut, kesenian, kesusastraan dan pembelajaran berkembang. Perang yang terjadi kemudian ialah melawan bangsa luar. Ayyuthaya mulai berperang melawan [[dinasti Nguyen]] (penguasa [[Vietnam Selatan]]) pada tahun 1715 untuk memperebutkan kekuasaan atas [[Kamboja]].
 
Meskipun demikian ancaman terbesar datang dari [[BirmaBurma]] dengan pemimpin [[Alaungpaya|Raja Alaungpaya]] yang baru berkuasa setelah menaklukkan wilayah-wilayah [[Suku Shan]]. Pada tahun 1765 wilayah Thai diserang oleh dua buah pasukan besar Birma, yang kemudian bersatu di Ayutthaya. Menghadapi kedua pasukan besar tersebut, satu-satunya perlawanan yang cukup berarti dilakukan oleh sebuah desa bernama [[Bang Rajan]]. Ayutthaya akhirnya menyerah dan dibumihanguskan pada tahun 1767 setelah pengepungan yang berlarut-larut. Berbagai kekayaan seni, perpustakaan-perpustakaan berisi kesusastraan, dan tempat-tempat penyimpanan dokumen sejarah Ayutthaya nyaris musnah; dan kota tersebut ditinggalkan dalam keadaan hancur.
 
Dalam keadaan negara yang tidak menentu, provinsi-provinsi melepaskan diri dan menjadi negara-negara independen di bawah pimpinan penguasa militer, biksu pemberontak, atau sisa-sisa keluarga kerajaan. Bangsa Thai dapat terselamatkan dari penaklukan Birma karena terjadinya serangan [[Tiongkok]] terhadap Birma serta adanya perlawanan dari seorang pemimpin militer bangsa Thai bernama Phraya Taksin, yang akhirnya mengembalikan kesatuan negara.