Kerajaan Gelgel: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambah Kategori:Kerajaan di Bali menggunakan HotCat
menambah teks
Baris 7:
 
== Sistem pemerintahan ==
Kerajaan Gelgel merupakan bawahan dari Kerajaan Majapahit. Pada masa pemerintahan [[Hayam Wuruk]], Kerajaan Majapahit mewajibkan kerajaan bawahannya di Pulau Bali untuk menerapkan sistem pemerintahan yang disebutsama dengan kerajaannya, yaitu ''Manawa Sasana''.{{Sfn|AitAlit|2017|p=5}} Sistem ini mengikuti ajaran agama Hindu, sehingga raja memiliki kekuasaan tertinggi dalam kerajaan. Selanjutnya terdapat sebuah dewan penasehat yang disebut ''rakryan Mahamantri'' dengan tugas membantu raja dalam menjalankan pemerintahan. Dewan ini terdiri dari ''Rakryan Mahamantri I Hino'', ''Rakryan Mahamantri I Halu'' dan ''Rakryan Mahamantri I Sirikan''. Tugas dari dewan penasehat kemudian dilaksanakan oleh dewan pelaksana yang disebut ''mantra ri pakirakiran''. Anggotanya terdiri dari ''Rakryan Mapatih'', ''Rakryan Demung'', ''Rakryan Tumenggung'', ''Rakryan Rangga'' dan ''Rakryan Kanuruhan''.{{Sfn|Alit|2017|p=4}} Sistem pemerintahan dari Kerajaan Gelgel sepenuhnya berpusat di [[Gelgel, Klungkung, Klungkung|Desa Gelgel]].<ref>{{Cite journal|last=Ketut Laksemi Nilotama|first=Sangayu|date=2009|title=Makna Simbol Gelar Raja Dalam Masyarakat Adat Bali|url=http://dx.doi.org/10.5614/itbj.vad.2009.3.1.4|journal=ITB Journal of Visual Art and Design|volume=3|issue=1|pages=43–56|doi=10.5614/itbj.vad.2009.3.1.4|issn=1978-3078}}</ref>
 
== Kemasyarakatan ==
Pada masa Kerajaan Gelgel terjadi perkembangan [[stratifikasi sosial]] dalam masyarakat Bali. Masyarakatnya dibedakan menjadi Bali Hindu dan Bali Aga. Bali Hindu adalah masyarakat Bali yang merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit, sedangkan Bali Aga adalah masyarakat pribumi. Sistem [[kasta]] kewangsaan[[wangsa]] hanya diberlakukan terhadap masyarakat Bali Hindu, sedangkan Bali Aga dianggap sebagai orang biasa yang tidak memiliki hak untuk menjadimembentuk wangsa.{{Sfn|Suwitha|2019|p=8}} Setelah wilayah kekuasaan Kerajaan Gelgel meluas hingga ke Lombok dan [[Pulau Sumbawa|Sumbawa]], kerajaan ini mulai terlibat hubungan politik dengan masyarakat dari [[Suku Bugis]], [[Suku Makassar]], dan [[Suku Sasak]].<ref>{{Cite journal|last=MSi|first=Sabarudin|date=2019-10-29|title=KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG LOLOAN, JEMBRANA, BALI|url=http://dx.doi.org/10.14421/jsr.v14i1.1722|journal=Jurnal Sosiologi Reflektif|volume=14|issue=1|pages=1|doi=10.14421/jsr.v14i1.1722|issn=2528-4177}}</ref>
 
== Keruntuhan ==
Kekuasaan dari Kerajaan Gelgel mengalami kemunduran setelah mencapai kejayaan pada masa pemerintahan [[Dalem Baturenggong|Dalem Waturenggong]] (1460-1550). Perebutan wilayah oleh kerajaan-kerajaan di luar Pulau Bali membuat kerajaan-kerajaan yang berada dalam pengaruh Kerajaan Gelgel mulai memisahkan diri. Setelah [[Dalem SegeningSeganing]] mulai berkuasa pada tahun 1605, satu per satu wilayah Kerajaan Gelgel diserang dan direbut oleh kerajaan lain. Kerajaan Blambangan yang menjadi bawahan dari Kerajaan Gelgel diserang oleh [[Kerajaan Pasuruan]]. Selain itu, [[Kesultanan Gowa|Kesultanan Makassar]] juga merebut Pulau Sumba pada tahun 1633 dan menyerang [[Pulau Lombok|Lombok]] pada tahun 1640.{{Sfn|Alit|2017|p=2}}
 
Pada tahun 1651, pejabat pemerintahan yang bernama Ki Agung Maruti memberontak dan merebut kekuasaan di Kerajaan Gelgel. Raja [[Dalem Di Made|Dalem Dimade]] bersama para bangsawan lain yang mendukungnya, mengungsi ke Desa Guliang. Pada 1686, Dewa Agung Jambe menyerang Maruti. Pafa tahun 1687, Maruti dikalahkan dan Dewa Agung Jambe kemudian mendirikan [[Kerajaan Klungkung]] dengan pusat pemerintahannya berada di [[Klungkung, Klungkung|Klungkung]].{{Sfn|Suwitha|2019|p=5}}
 
== Peninggalan Kebudayaan ==
 
=== '''''Asta Bumi''''' ===
Kerajaan Gelgel mempunyai sistem [[Tata Ruang|tata ruang]] dan tata kota tradisional yang disebut ''Asta Bumi''.{{Sfn|Rosada dan Hariski|2016|p=64}} Asta Bumi digunakan untuk mengatur letak [[dapur]], pekarangan dan tempat ibadah di dalam sebuah rumah. Selain itu, Asta Bumi juga digunakan dalam mengatur letak [[pura]] utama, pemukiman dan pemakaman.{{Sfn|Rosada dan Hariski|2016|p=76}}
 
=== '''Pura Dasar Buana Gelgel''' ===
Pura Dasar Buana Gelgel menjadi simbol persatuan [[politik]] di Bali setelah Kerajaan Majapahit berkuasa di wilayah ini pada tahun 1343.{{Sfn|Sukayasa et al|2018|p=340}} Pada masa pemerintahan [[Dalem Ketut Ngelesir]], pura ini menjadi tempat penyembahan bagi semua paham keagamaan Hindu yang bertentangan, yaitu Hindu [[Siwa]], Hindu [[Pasraman|Pakraman]], dan Hindu Pamongan.{{Sfn|SukayaSukayasa et al|2018|p=342–343}}
 
=== Keagamaan ===
Kerajaan Gelgel menetapkan sistem keagamaan Hindu [[Trimurti]].{{Sfn|Sukayasa et al|2018|p=342}} Pada masa awal pemerintahan Dalem Ketut Ngelesir, Kerajaan Gelgel berkuasa dengan menempatkan perwakilan raja secara turun-temurun di setiap desa. Selain itu, para penguasa di desa-desa diwajibkan melakukan sumpah setia kepada raja dengan ritual Balik Sumpah. Ritual ini berupa kegiatan bekeliling desa dengan menggunakan kerbau. Ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh [[ideologi]] lokal masyarakat Bali dan menggantikannya dengan ideologi Hindu Siwa.{{Sfn|Sukayasa et al|2018|p=341}}
 
=== '''Pura Kawitan Pasek Gelgel''' ===
Pura Kawitan Pasek Gelgel terletak di bagian selatan dari Pura Dasar Buana Gelgel. Pura ini dikelola oleh dua belas keluarga utama dan dibantu oleh dua ribu keluarga cabang yang tinggal tersebar di seluruh kabupaten dan kota di [[Bali|Provinsi Bali]]. Di dalam pura ini terdapat dua lembar [[prasasti]]. Satu prasasti terbuat dari tembaga, sedangkan prasasti yang lainnya berbahan perak. Prasasti berbahan tembaga merupakan piagam yang diberikan oleh Raja Gelgel kepada sekretarisnya yang bernama I Gusti Dauh Bale Agung. Sedangkan prasasti yang berbahan perak merupakan piagam raja yang diberikan kepada Pasek Gelgel. Ia adalah seorang tokoh masyarakat yang bertugas sebagai pemangku Pura Dasar Buana Gelgel.{{Sfn|Mardika|2020|p=25}} Kedua prasasti ini saling berhubungan dan membahas kisah penganugerahan jabatan [[sekretaris]] dan pengelola Pura Dasar Buana oleh Dalem Waturenggong kepada I Gusti Dauh Bale. Setelah I Gusti Dauh menjadi pendeta, Pasek Gelgel dipilih menjadi pemangku di Pura Dasar Buana Gelgel secara turun-temurun.{{Sfn|Mardika|2020|p=27}}
 
== Referensi ==
Kedua prasasti ini saling berhubungan. Prasasti berisi kisah penganugerahan jabatan [[sekretaris]] dan pengelola Pura Dasar Buana oleh Dalem Waturenggong kepada I Gusti Dauh Bale. Setelah I Gusti Dauh menjadi pendeta, Pasek Gelgel dipilih menjadi pemangku di Pura Dasar Buana Gelgel secara turun-temurun.{{Sfn|Mardika|2020|p=27}}
{{col|3}}
<references />
{{end-col}}
 
== Daftar Pustaka ==
Baris 39 ⟶ 42:
* {{cite journal|last=Alit|first=Dewa Made|date=Februari 2017|title=Prahara Di Kerajaan Gelgel: Studi Kasus Pembrontakan I Gusti Agung Maruti terhadap Dalem Dimade Tahun 1651|url=https://ojs.ikippgribali.ac.id/index.php/socialstudies/article/download/452/355/768|journal=Social Studies|volume=5|issue=1|pages=1–12|doi=|issn=2301-4695|ref={{sfnref|Alit|2017}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Diana|first=Nina|date=Juli 2016|title=Islam Masuk ke Bali dan Dampaknya terhadap Perkembangan Islam di Bali|url=http://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/tamaddun/article/download/1178/840|journal=Tamaddun|volume=4|issue=2|pages=49–68|doi=|issn=2528-5882|ref={{sfnref|Diana|2016}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Kartini|first=Indriana|date=2011|title=Dinamika Kehidupan Minoritas Muslim di Bali|url=http://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/download/635/427|journal=Masyarakat Indonesia|volume=XXXVII|issue=2|pages=115–145|doi=|issn=2502-5694|ref={{sfnref|Kartini|2011}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Mardika|first=I Made|date=2020|title=Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelestarian Warisan Budaya di Desa Gelgel, Klungkung, Bali|url=https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/pcsj/article/download/1632/1189|journal=Postguard Community Service Journal|volume=1|issue=1|pages=24–28|doi=|issn=|ref={{sfnref|Mardika|2020}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Rosada dan Hariski, M. H. S.|first=|date=April 2016|title=Asta Bumi dalam Perspektif Sejarah (Studi Kasus Kota di Kecamatan Cakranegara Kota Mataram Provinsi Nus Tenggara Barat|url=http://journal.ummat.ac.id/index.php/paedagoria/article/download/182/150|journal=Paedagoria|volume=13|issue=1|pages=64–79|doi=10.31764/paedagoria.v7i1.182|issn=2614-3674|ref={{sfnref|Rosada dan Hariski|2016}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Suwitha|first=I Putu Gede|date=2019|title=Wacana Kerajaan “Majapahit Bali”: Dinamika Puri dalam Pusaran Politik Identitias Kontemporer|url=https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jscl/article/view/19903/pdf|journal=Sejarah Citra Lekha|volume=4|issue=1|pages=3–14|doi=10.14710/jscl.v4i1.19903|issn=2443-0110|ref={{sfnref|Rosada dan HariskiSuwitha|20162019}}|url-status=live}}
 
=== Prosiding ===
 
* {{cite book|last=Sukayasa, I. W., et al.|year=2018|url=https://press.unhi.ac.id/wp-content/uploads/2018/09/29.pdf|title=Prosiding Seminar Nasional:Agama, Adat, Seni, dan Sejarah di Zaman Milenial|location=Denpasar|publisher=UNHI Press|isbn=978-602-52255-1-2|pages=|ref={{sfnref|Sukayasa et al|2018}}|url-status=live}}
 
<references />
 
[[Kategori:Kerajaan di Bali]]