Keraton Kasepuhan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Raden Hamzaiya (bicara | kontrib)
Kedudukan Keraton Kasepuhan
Tag: kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Kim Nansa (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
 
(21 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox building
| name = Keraton Kasepuhan
| native_name = Karaton Kasepuhan<br/>[[Berkas:KARATON_KASEPUHAN_DJOHARUDIN.svg|x40px]]<br/>
| native_name_lang = Cirebon
| image = Symbol Keraton Kasepuhan.jpg
| image_size = 250
| image_alt = Patung harimau putih
| image_caption = Patung [[harimau]] putih sebagai lambang keluarga besar Pajajaran (keturunan Prabu Jaya Dewata (''Silih WangiSiliwangi'') di taman bundaran ''Dewandaru'' pada area utama keraton Kasepuhan
| map_type = Indonesia Kotamadya Cirebon#Indonesia Jawa =Barat#Indonesia Jawa Barat#Indonesia
| coordinates = {{coord|-6.726290847074585|108.57091691627097 | display = title,inline}}
| map_alt = Lokasi di Jawa Barat
| map_size = 250px
| map_caption = Lokasi di Jawa Barat
| address = Jalan Kasepuhan 43, [[Kesepuhan, Lemahwungkuk, Cirebon]]
| map_size = 250px
| address location_city = Jalan Kasepuhan 43, [[Kesepuhan, Lemahwungkuk,Kota Cirebon]]
| location_country = {{flag|indonesia}}
| location_city = [[Kota Cirebon]]
| building_type = Istana/keraton
| location_country = {{flag|indonesia}}
| inauguration_date = 1430–1529 M}}'''Keraton Kasepuhan''' adalah [[keraton]] yang terletak di kelurahan [[Kesepuhan, Lemahwungkuk, Cirebon]]. Makna di setiap sudut [[arsitektur]] keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi [[tembok]] [[bata]] merah dan terdapat [[pendopo]] di dalamnya.<ref>[{{Cite web |url=http://kotawisataindonesia.com/lokawisata-keraton-kasepuhan-cirebon |title=Keraton Kasepuhan Cirebon] |access-date=2013-03-12 |archive-date=2013-03-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20130310035020/http://kotawisataindonesia.com/lokawisata-keraton-kasepuhan-cirebon/ |dead-url=yes }}</ref>
|building_type = Istana/keraton
|inauguration_date=1430–1529 M
}}
'''Keraton Kasepuhan''' adalah [[keraton]] yang terletak di kelurahan [[Kesepuhan, Lemahwungkuk, Cirebon]]. Makna di setiap sudut [[arsitektur]] keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi [[tembok]] [[bata]] merah dan terdapat [[pendopo]] di dalamnya.<ref>[http://kotawisataindonesia.com/lokawisata-keraton-kasepuhan-cirebon Keraton Kasepuhan Cirebon]</ref>
 
Keraton Kasepuhan adalah bangunan yang dahulu bernama ''keraton Pakungwati''<ref>Wulandari, Lisa Dwi, Chairul Maulidi. 2017. Tipologi Lanskap Pesisir Nusantara: Pesisir Jawa. [[Malang]] : Universitas Brawijaya Press</ref> yang pernah menjadi pusat pemerintahan [[kesultanan Cirebon|Kasultanan Cirebon]].
Baris 25 ⟶ 22:
Bagian dalam keraton ini terdiri dari [[bangunan]] utama yang berwarna putih. Di dalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan [[singgasana]] raja.
 
#
Keraton Kasepuhan saat ini sedang mengalami sebuah polemik keluarga sehingga menimbulkan istilah "Sejarah Peteng", buku Sejarah Peteng ini ditulis oleh Raden Hamzaiya.
 
Raden Hamzaiya merupakan seorang pengamat aktivis pergerakan sejarah peteng kesultanan kaspuhan Cirebon, menjadi bagian daripada sekertaris Santana Kesultanan Cirebon.
 
Raden Hamzaiya dilahirkan di Kota Cirebon yang merupakan seorang sosok aktivis pemerhati serta aktivis Sejarah kerap dijadikan sebagai sumber referensi terkait penulisan karya ilmiah yang berkaitan dengan Sejarah Peteng Keraton Kasepuhan.
 
Raden Hamzaiya menjadi tokoh pemerhati sejarah merasa prihatin akan keberadaan polemik keraton kasepuhan saat ini, keraton kasepuhan saat ini sudah memiliki 4 Sultan. tentunya hal ini menjadi bahan permasalahan yang mesti diselesaikan agar tidak menjadi polemik yang berkepanjangan, Ujar Raden Hamzaiya.
 
Raden Hamzaiya mengatakan, Keraton Kasepuhan dengan status sebagai benda Cagar Budaya yang diatur berdasarkan UU. Cagar Budaya tahun 2010, harus menjadi bahan perhatian pihak pemerintah. Tentunya ini persoalan serius bagi Pemerintah Provinsi maupun Kota untuk segera menyelesaikan polemik yang terjadi di Keraton Kasepuhan, Ujar Raden Hamzaiya.
 
 
== Sejarah ==
Baris 56 ⟶ 43:
=== Gerbang depan keraton ===
 
Keraton Kasepuhan memiliki dua buah pintu gerbang, pintu gerbang utama keraton Kasepuhan terletak di sebelah utara dan pintu gerbang kedua berada di selatan kompleks. Gerbang utara disebut ''Kreteg Pangrawit'' (bahasa Indonesia: jembatan baik ) berupa jembatan, sedangkan di sebelah selatan disebut ''Lawang sanga'' (bahasa Indonesia: pintu sembilan). Setelah melewati ''Kreteg Pangrawit'' akan sampai di bagian depan keraton, di bagian ini terdapat dua bangunan yaitu ''Pancaratna'' dan ''Pancaniti''.
 
Bangunan ''Pancaratna'' berada di kiri depan kompleks arah barat berdenah persegi panjang dengan ukuran 8 × 8 m. Lantai tegel, konstruksi atap ditunjang empat sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 tiang pendukung di permukaan lantai yang lebih rendah. Atap dari bahan genteng, pada puncaknya terdapat mamolo. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat ''seba'' atau tempat yang menghadap para pembesar desa yang diterima oleh Demang atau Wedana. Secara keseluruhan memiliki pagar terali besi.
Baris 78 ⟶ 65:
* ''Mande Semar Tinandu'', bangunan di sebelah kanan bangunan utama dengan 2 buah tiang yang melambangkan sua kalimat ''Syahadat''. Bangunan ini adalah tempat penasehat Sultan/Penghulu.
* ''Mande Pengiring'', bangunan di belakang bangunan utama yang merupakan tempat para pengiring Sultan
* ''Mande Karasemen'', bangunan disebelah ''mande pangiring'', tempat ini merupakan tempat pengiring tetabuhan/gamelan. Di bangunan inilah sampai sekarang masih digunakan untuk membunyikan gamelan Sekaten (Gong Sekati), gamelan ini hanya dibunyikan 2 kali dalam setahun yaitu pada saat [[Idulfitri|Idul Fitri]] dan [[Iduladha|Idul Adha]].
 
Selain 5 bangunan tanpa dinding terdapat juga semacam tugu batu yang berasal dari budaya Hindu bernama Lingga Yoni yang merupakan lambang dari kesuburan (Lingga berarti laki-laki dan Yoni berarti perempuan) dan bangunan ''Pengada'' yang berada tepat di depan gerbang ''Pengada'' dengan ukuran 17 × 9,5 m yang berfungsi sebagai tempat membagikan berkat dan tempat pemeriksaan sebelum menghadap raja dan di atas tembok sekeliling kompleks ''Siti Inggil'' ini terdapat Candi Laras untuk penyelaras dari kompleks Siti Inggil ini.
Baris 91 ⟶ 78:
* Halaman ''Langgar Agung'' berukuran 37 × 17 m, merupakan halaman di mana terdapat bangunan ''Langgar Agung''. Bangunan ''Langgar Agung'' menghadap ke arah timur.
 
Bangunan utama ''Langgar Agung'' berukuran 6 × 6 m dengan luas teras 8 × 2,5 m. Bagian terasnya berdinding kayu setengah dari permukaan lantai sementara setengah bagiannya lagi diberi terali kayu. Dinding bangunan utama merupakan dinding tembok, mihrabnya berbentuk melengkung berukuran 5 × 3 × 3 m. Di dalam mihrab terdapat mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90 × 0,70 × 2 m. Atap ''Langgar Agung'' merupakanadalah atap tumpang dua dengan menggunakan sirap ([[bahasa Cirebon]]: Tiritisan). Konstruksi atap disangga 4 tiang utama. ''Langgar Agung'' ini berfungsi sebagai tempat ibadah kerabat keraton. Bangunan ''Langgar Agung'' dilengkapi pula dengan ''Pos / tempat bedug Samogiri''.
 
''Pos bedug Samogiri'' yang berada di depan ''Langgar Agung'' dan menghadap ke timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 × 4 m yang di dalamnya terdapat bedug. Pos bedug ini dibangun tanpa dinding dan atap berbentuk limas, penutup atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang pendukung.<ref>[{{Cite web |url=http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=215 |title=Tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. 2011. Keraton Kasepuhan. Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat] |access-date=2015-10-04 |archive-date=2015-10-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20151004183327/http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=215 |dead-url=yes }}</ref>
 
=== Area utama keraton Kasepuhan ===
Baris 100 ⟶ 87:
Area utama keraton Kasepuhan merupakan area yang berisikan bangunan induk keraton Kasepuhan serta bangunan penunjang lainnya, antara area utama keraton dengan area ''Langgar Agung'' dibatasi tembok dengan gerbang berukuran 4 × 6,5 × 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu ''gledegan'' (bahasa Indonesia: guntur). Di dalam area utama keraton ini terdapat beberapa bangunan di antaranya ;
 
* '''Taman Dewandaru''', berukuran 20 m2, Taman ini dikenal dengan nama taman ''Bunderan Dewandaru'' karena bentuknya yang melingkar, filosofi dari taman ini adalah bentuknya yang bulat melingkar tanpa terputus mengartikan keseluruhan, nama ''Dewandaru / Dewadaru'' yang merupakan [[bahasa Cirebon]] dapat diartikan sebagai [https://en.wiki-indonesia.club/wiki/Cedrus_deodara Pinus Dewadaru] dalam bahasa Indonesia, pohon Pinus Dewadaru sendiri terkait dengan kisah [[Rahwana]] yang menculik dewi [[Shinta]] dan bersembunyi di dalam hutan-hutan gelap yang banyak ditumbuhi pohon ''Lodra'', ''Padmaka'' dan ''Dewadaru''. Di dalam tradisi hindu, hutan yang banyak ditumbuhi pohon Dewadaru biasa digunakan para petapa untuk memohon berkah [[Siwa]]. Namun dalam persfektifperspektif Cirebon makna Taman Dewandaru yang berbentuk lingkaran adalah sebagai sebuah ''pangeling'' (bahasa Indonesia: pengingat) agar manusia selalu mencari mereka yang masih tinggal di dalam kegelapan lalu membawanya keluar dari sana menuju jalan yang terang yang diberkahi Allah swt. Pada taman ini juga terdapat pohon Soko (lambang suka hati), dua buah patung macan putih (lambang keluarga besar Pajajaran), meja dan dua buah bangku serta sepasang meriam yang dinamakan meriam ''Ki Santomo'' dan ''Nyi Santoni''
* '''Museum Benda Kuno''', berbentuk huruf "E" dan berada di sebelah barat taman ''Dewandaru'' berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda kuno [[kesultanan Kasepuhan]]
* '''Museum Kereta''', berukuran 13,5 × 11 m dan berada di sebelah timur taman ''Dewandaru'' berfungsi sebagai tempat penyimpanan kereta kencana [[kesultanan Kasepuhan]]
Baris 121 ⟶ 108:
* '''Bangsal Prabayasa''', berada di selatan bangsal ''Pringgandani''. “Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar berarti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan kedua tangannya yang besar. Pada dinding ruangan bangsal ''Prabayasa'' juga terdapat relief yang diberi nama ''Kembang Kanigaran'' (bahasa Indonesia: lambang kenegaraan) yang dimaksudkan sebagai ''pangeling'' (bahasa Indonesia: pengingat) bahwa Sultan dalam pemerintahannya harus welas asih pada rakyatnya.
* '''Bangsal Agung Panembahan''', dibangun bersamaan dengan bangunan keraton sewaktu masih bernama ''keraton Pakungwati'' tahun 1529, merupakan ruangan yang berada di selatan dan satu meter lebih tinggi dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai singgasana Gusti Panembahan.
* '''Pungkuran''', berasal dari [[bahasa Cirebon]] ''pungkur'' (bahasa Indonesia: halaman belakang rumah) merupakanadalah ruangan serambi yang terletak di belakang keraton.
* '''Kaputran''', berada di sebelah timur ''Bangsal Pringgandani'', berfungsi sebagai tempat tinggal para putra
* '''Kaputren''', berada di sebelah barat ''Bangsal Pringgandani'', berfungsi sebagai tempat tinggal para putri yang belum menikah
Baris 130 ⟶ 117:
[[Berkas:Museum Sonobudoyo.JPG|jmpl|300px| Atap pada [[museum Sonobudoyo]] yang terinspirasi dari atap ''Limasan Lambang-teplok'' milik [[Masjid Agung Sang Cipta Rasa]] ]]
 
Keraton Kasepuhan yang dibangun oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 dan dahulu dinamakan keraton Pakungwati ini telah memberikan inspirasi bagi [[kesultanan Mataram]] dalam membangun keraton dan bangunan penunjangnya, menurut Yuwono Suwito ( anggota tim ahli [[cagar budaya]] dan dewan pertimbangan pelestarian warisan budaya provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ) inspirasi yang diambil oleh Mataram dari bentuk arsitektur keraton Kasepuhan salah satunya adalah arsitektur dari ''Siti Inggil'' keraton Kasepuhan yang diadopsi oleh [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Mataram]] dengan membuat ''Siti Inggil'' bagi keraton Mataram di Yogyakarta. Pada prosesnya, ''Siti Inggil'' keraton Kasepuhan dijadikan dasar acuan pembuatannya.<ref>[http://news.fajarnews.com/read/2015/10/02/5613/arsitektur.keraton.yogyakarta.mengadopsi.keraton.kasepuhan.cirebon 2015. Arsitektur Keraton Yogyakarta Mengadopsi Keraton Kasepuhan Cirebon. Cirebon: Fajar News]</ref>
 
{{cquote|Beberapa arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon yang diadopsi oleh Keraton Yogyakarta, dikarenakan Keraton Cirebon jauh lebih tua dibandingkan dengan Keraton Yogyakarta, bahkan lebih tua dari sejarah awal Kerajaan Mataram Islam<br><br>Yuwono Suwito ( anggota tim ahli cagar budaya dan dewan pertimbangan pelestarian warisan budaya provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) )}}
 
Selain ''Siti Inggil'' keraton Mataram di Yogyakarta, bangunan lain yang terinspirasi dari kompleks keraton Kasepuhan adalah Masjid Margo Yuwono yang terletak di dalam benteng Baluwerti (benteng Kraton) tepatnya di Langenastran, [[Panembahan, Kraton, Yogyakarta|kelurahan Panembahan]],[[Kraton, Yogyakarta|kecamatan Kraton]], [[Kota Yogyakarta]]. Arsitek pembangunan masjid Margo Yuwono yaitu Ir. Thomas Karsten membangun ''brunjung'' (bahasa Indonesia: atap yang paling tinggi) mesjid dengan mengadopsi dari arsitektur atap Tajug Wantah bercukit, adapun ''tritisan'' (bahasa Indonesia: bagian perpanjangan atau tambahan dari atap utama) yang terdapat pada bagian utama masjid dan bagian serambinya menggunakan pola konstruksi ''cukit'' (bahasa Indonesia: Garpu) seperti yang digunakan pada ''tritisan'' di bangunan terbuka area ''Siti Inggil'' keraton Kasepuhan.
Baris 169 ⟶ 156:
[[Kategori:Istana di Indonesia|Kasepuhan]]
[[Kategori:Kesultanan Cirebon]]
[[Kategori:Keraton]]