Keraton Kasepuhan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Membatalkan suntingan berniat baik oleh 112.215.66.226 (bicara): Referensi tidak relevan, copy (🎹)
Tag: Pembatalan
Syusuf2016 (bicara | kontrib)
menyambungkan Sunan Gunung Djati dll. birukan. memperkjakan > mempekerjakan. bismillah
Baris 19:
'''Keraton Kasepuhan''' adalah [[keraton]] yang terletak di kelurahan [[Kesepuhan, Lemahwungkuk, Cirebon]]. Makna di setiap sudut [[arsitektur]] keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi [[tembok]] [[bata]] merah dan terdapat [[pendopo]] di dalamnya.<ref>[http://kotawisataindonesia.com/lokawisata-keraton-kasepuhan-cirebon Keraton Kasepuhan Cirebon]</ref>
 
Keraton Kasepuhan adalah kerajaan islam tempat para pendiri cirebon bertahta, disinilah pusat pemerintahan [[kesultanan Cirebon|Kasultanan Cirebon]] berdiri.
 
Keraton ini memiliki [[museum]] yang cukup lengkap dan berisi benda [[pusaka]] dan [[lukisan]] [[koleksi]] [[kerajaan]]. Salah satu koleksi yaitu [[kereta]] [[Singa Barong]] yang merupakan kereta kencana [[Sunan Gunung Jati]]. Kereta tersebut saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap [[1 Syawal]] untuk ''dimandikan''.
 
Bagian dalam keraton ini terdiri dari [[bangunan]] utama yang berwarna putih. Di dalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan [[singgasana]] raja.
Baris 27:
== Sejarah ==
 
Keraton Kasepuhan berisi dua kompleks bangunan bersejarah yaitu ''Dalem Agung Pakungwati'' yang didirikan pada tahun [[1430]] oleh Pangeran Cakrabuana<ref name= Rosmalia>Rosmalia. Dini. 2013. Identifikasi Pengaruh Kosmologi pada Lanskap Kraton Kasepuhan di Kota Cirebon. Bandung: Institut Teknologi Bandung</ref><ref name=Susilaningrat>[https://www.youtube.com/watch?v=Nym2NMv2d8w Susilaningrat. R. Chaidir. 2013. Dalem Agung Pakungwati Kraton Kasepuhan Cirebon]</ref><ref name=hardhi>Hardhi. TR. 2014. Dakwah Sunan Gunung Jati dalam Proses Islamisasi Kesultanan Cirebon Tahun 1479-1568. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta</ref><ref name=rizky>Fajar, Rizky Nur. 2013. Perancangan Komunikasi Visual Publikasi Buku Seri Keraton Cirebon. Jakarta: Universitas Bina Nusantara</ref> dan kompleks keraton Pakungwati (sekarang disebut keraton Kasepuhan) yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 M <ref>Permatasari, Indah Cahaya. 2012. Sejarah Berdirinya Keraton Kesepuhan Cirebon. Cirebon: Universitas Swadaya Gunung Jati</ref>. Pangeran Cakrabuana bersemayam di Dalem Agung Pakungwati, Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama '''Keraton Pakungwati''. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan [[Sunan Gunung Jati]]. Ia wafat pada tahun [[1549]] dalam [[Masjid Agung Sang Cipta Rasa|Mesjid Agung Sang Cipta Rasa]] dalam usia yang sangat tua. Nama dia diabadikan dan dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.<ref>[http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/194 Potensi Wisata Kota Cirebon] pada website resmi pemerintah provinsi Jawa Barat</ref>
 
== Tata letak dan Arsitektur ==
Baris 54:
[[Berkas:Reynan-Mande Karesmen - BrianSteeger - wiyaga.jpg|jmpl|300px| Bangunan ''Mande Karesmen'' pada kompleks keraton Kasepuhan terlihat para ''Wiyaga'' (penabuh gamelan) sedang berdiskusi disela-sela prosesi penabuhan ''gong Sekati'' pada Idul Fitri 2014, dari jajaran ''Wiyaga'' terlihat ''Ki'' Waryo (anak dari ''Ki'' Empek) duduk paling kanan, ''Ki'' Adnani dan kemudian ''Ki'' Encu]]
 
Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan [[tembok]] [[bata]] kokoh di sekelilingnya. Bangunan ini bernama ''Siti Inggil'' atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah ''lemah duwur'' yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman [[Majapahit]]. Bangunan ini didirikan pada tahun [[1529]], pada masa pemerintahan [[Sunan Gunung Jati|Syekh Syarif Hidayatullah]] (Sunan Gunung Jati)]].
 
Di pelataran depan Siti Inggil terdapat [[meja]] [[batu]] berbentuk segi empat tempat bersantai. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang dibuat pada tahun 1800-an. Siti Inggil memiliki dua [[gapura]] dengan [[motif]] bentar bergaya arsitek zaman Majapahit. Di sebelah utara bernama ''Gapura Adi'' dengan ukuran 3,70 × 1,30 × 5 m sedangkan di sebelah selatan bernama ''Gapura Banteng'' dengan ukuran 4,50 × 9 m, pada sisi sebelah timurnya terdapat bentuk banteng. Pada bagian bawah Gapura Banteng ini terdapat ''Candra Sakala'' dengan tulisan ''Kuta Bata Tinata Banteng'' yang jika diartikan adalah tahun [[1451]].
Baris 117:
[[Berkas:Museum Sonobudoyo.JPG|jmpl|300px| Atap pada [[museum Sonobudoyo]] yang terinspirasi dari atap ''Limasan Lambang-teplok'' milik [[Masjid Agung Sang Cipta Rasa]] ]]
 
Keraton Kasepuhan yang dibangun oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 dan dahulu dinamakan keraton Pakungwati ini telah memberikan inspirasi bagi [[kesultanan Mataram]] dalam membangun keraton dan bangunan penunjangnya, menurut Yuwono Suwito ( anggota tim ahli cagar budaya dan dewan pertimbangan pelestarian warisan budaya provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ) inspirasi yang diambil oleh Mataram dari bentuk arsitektur keraton Kasepuhan salah satunya adalah arsitektur dari ''Siti Inggil'' keraton Kasepuhan yang diadopsi oleh [[Sultan AgugAgung dari Mataram|Sultan Agung Mataram]] dengan membuat ''Siti Inggil'' bagi keraton Mataram di Yogyakarta. Pada prosesnya, ''Siti Inggil'' keraton Kasepuhan dijadikan dasar acuan pembuatannya.<ref>[http://news.fajarnews.com/read/2015/10/02/5613/arsitektur.keraton.yogyakarta.mengadopsi.keraton.kasepuhan.cirebon 2015. Arsitektur Keraton Yogyakarta Mengadopsi Keraton Kasepuhan Cirebon. Cirebon: Fajar News]</ref>
 
{{cquote|Beberapa arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon yang diadopsi oleh Keraton Yogyakarta, dikarenakan Keraton Cirebon jauh lebih tua dibandingkan dengan Keraton Yogyakarta, bahkan lebih tua dari sejarah awal Kerajaan Mataram Islam<br><br>Yuwono Suwito ( anggota tim ahli cagar budaya dan dewan pertimbangan pelestarian warisan budaya provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) )}}
Baris 143:
== Sejarah [[kesultanan Kasepuhan]] ==
 
Pada masa kepemimpinan ''Sultan Sepuh V Sultan Sjafiudin Matangaji'', ''Sultan Sepuh V'' melakukan banyak perbaikan pada kompleks [[Taman sariSari Gua Sunyaragi]] yang digunakan sebagai tempat mengkhusukan diri kepada Allah swt sekaligus markas besar prajurit kesultanan dan gudang serta tempat pembuatan senjata, disamping [[Taman sariSari Gua Sunyaragi]], [[kesultanan Kasepuhan]] memiliki markas prajurit lainnya, yaitu di [[Matangaji, Sumber, Cirebon|desa Matangaji]] yang sekarang masuk dalam wilayah administrasi [[Sumber, Cirebon|kecamatan Sumber]], [[kabupaten Cirebon]]. Aktivitas yang ada di [[Taman sariSari Gua Sunyaragi]] kemudian menarik perhatian Belanda untuk kemudian menyerangnya, ''Sultan Sepuh V Sultan Sjafiudin Matangaji'' pun gugur pada tahun 1786, tidak lama setelah wafatnya ''Sultan Sepuh V Sultan Sjafiudin Matangaji'', saudara sultan yaitu ''Pangeran Raja Hasanuddin'' menggantikan dirinya untuk memimpin [[kesultanan Kasepuhan]], sementara [[Taman sariSari GoaGua Sunyaragi]] hanya tinggal puing-puing akibat penyerangan Belanda.
 
Pada tahun 1852, Pangeran Adiwijaya yang kelak menjadi ''wali'' bagi Pangeran Raja Satria, membangun kembali dan memperkuat [[Taman Sari Gua Sunyaragi|Taman air Gua Sunyaragi]], dia memperkjakanmempekerjakan seorang aristek beretnis tionghoa, namun kemudian arsitek tersebut ditangkap dan dipaksa mengatakan seluk-beluk [[Taman airSari Gua Sunyaragi]] kepada Belanda untuk kemudian dibunuh. Terbongkarnya aktivitas di [[Taman airSari Gua Sunyaragi]] membuat Pangeran Adiwijaya memerintahkan kepada para bawahan dan para prajurit untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi, akhirnya keputusan diambil untuk mengungsikan seluruh persenjataan dan para prajurit keluar dari [[Taman airSari Gua Sunyaragi]], sehingga penyerangan Belanda yang terjadi kemudian tidak mendapatkan apa-apa.
 
== Silsilah ==