Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Haydraxz (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tiamicha21 (bicara | kontrib)
(15 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox building
| native_name = {{jav|ꦑꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ​ꦲ꦳ꦢꦶꦤꦶꦔꦿꦠ꧀ꦏꦝꦠꦺꦴꦤ꧀ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ​ꦲꦢꦶꦤꦶꦁꦫꦠ꧀}}<br>{{sub|KaratonKadhaton NgayogyåkartåNgayogyakarta HadiningratAdiningrat}}
| image = Kraton Yogyakarta Pagelaran.jpg
| image_size = 300px
Baris 41:
| references =
| footnotes =
| public_transit = {{rint|yogyakarta|1A}} {{rint|yogyakarta|2A}} {{rint|yogyakarta|3A}} {{rint|yogyakarta|8}} {{rint|yogyakarta|10}} {{rint|yogyakarta|13}} {{rint|yogyakarta|15}} Malioboro 3
}}
 
'''Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat''' atau '''Keraton Yogyakarta''' ({{lang-jv|ꦑꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ​ꦲ꦳ꦢꦶꦤꦶꦔꦿꦠ꧀|Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat}}) merupakan [[istana]] resmi [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]] yang kini berlokasi di [[Kota Yogyakarta]]. Keraton ini didirikan oleh Sri [[Sultan Hamengkubuwana I]] pada tahun [[1755]] sebagai Istana/Keraton Yogyakarta yang baru berdiri akibat perpecahan Mataram Islam dengan adanya [[Perjanjian Giyanti]]. Keraton ini adalah pecahan dari [[Keraton Surakarta Hadiningrat]] dari [[Kasunanan Surakarta|Mataram Islam Surakarta]] (Kerajaan Surakarta). Sehingga dinasti Mataram diteruskan oleh 2 Kerajaan yakni [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kesultanan Yogyakarta]] dan [[Kasunanan Surakarta|Kesunanan Surakarta]]. Total luas wilayah keseluruhan keraton yogyakarta mencapai 184144 hektar, yakni meliputi seluruh area di dalam [[Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta|benteng Baluwarti]], alun-alun Lor, alun-alun Kidul, gapura Gladak, dan kompleks [[Masjid Gedhe Kauman|Masjid Gedhe Yogyakarta]]. Sementara luas dari kedhaton (inti keraton) mencapai 13 hektar. Walaupun Kesultanan Yogyakarta secara resmi telah menjadi bagian [[Republik Indonesia]] pada tahun [[1945]], kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal [[sultan]] dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di [[Kota Yogyakarta]]. Sebagian kompleks keraton merupakan [[museum]] yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan [[gamelan]]. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur [[keraton|istana Jawa]] yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.<ref>{{cite book
[[Berkas:Jogja.kraton.jpg|jmpl|240px|Gedhong Kaca, Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]]
 
'''Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat''' atau '''Keraton Yogyakarta''' ({{lang-jv|ꦑꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ​ꦲ꦳ꦢꦶꦤꦶꦔꦿꦠ꧀|Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat}}) merupakan [[istana]] resmi [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]] yang kini berlokasi di [[Kota Yogyakarta]]. Keraton ini didirikan oleh Sri [[Sultan Hamengkubuwana I]] pada tahun [[1755]] sebagai Istana/Keraton Yogyakarta yang baru berdiri akibat perpecahan Mataram Islam dengan adanya [[Perjanjian Giyanti]]. Keraton ini adalah pecahan dari [[Keraton Surakarta Hadiningrat]] dari [[Kasunanan Surakarta|Mataram Islam Surakarta]] (Kerajaan Surakarta). Sehingga dinasti Mataram diteruskan oleh 2 Kerajaan yakni [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kesultanan Yogyakarta]] dan [[Kasunanan Surakarta|Kesunanan Surakarta]]. Total luas wilayah keseluruhan keraton yogyakarta mencapai 184 hektar, yakni meliputi seluruh area di dalam [[Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta|benteng Baluwarti]], alun-alun Lor, alun-alun Kidul, gapura Gladak, dan kompleks [[Masjid Gedhe Kauman|Masjid Gedhe Yogyakarta]]. Sementara luas dari kedhaton (inti keraton) mencapai 13 hektar. Walaupun Kesultanan Yogyakarta secara resmi telah menjadi bagian [[Republik Indonesia]] pada tahun [[1945]], kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal [[sultan]] dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di [[Kota Yogyakarta]]. Sebagian kompleks keraton merupakan [[museum]] yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan [[gamelan]]. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur [[keraton|istana Jawa]] yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.<ref>{{cite book
Walaupun Kesultanan Yogyakarta secara resmi telah menjadi bagian [[Republik Indonesia]] pada tahun [[1945]], kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal [[sultan]] dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di [[Kota Yogyakarta]]. Sebagian kompleks keraton merupakan [[museum]] yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan [[gamelan]]. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur [[keraton|istana Jawa]] yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.<ref>{{cite book
|title=Indonesia
|url=https://archive.org/details/indonesia0000unse_i2g4
Baris 64 ⟶ 66:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gouverneur Bijleveld heft het glas met Sultan Hamengkoe Boewono VIII tijdens een bezoek aan de kraton in Jogjakarta TMnr 60023722.jpg|jmpl|240px|ka|Sultan Hamengkubuwono VIII menerima kunjungan kehormatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bijleveld di Keraton Yogyakarta, sekitar tahun 1937.]]
 
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh [[Pangeran Mangkubumi|Sultan Hamengku Buwono I]] beberapa bulan pasca [[Perjanjian Giyanti]] pada tahun [[1755]]. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan<ref>''Pesanggrahan'' bermakna 'istana kecil' atau 'vila'</ref> yang bernama ''Garjitawati''. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di [[Imogiri]]. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, ''Umbul Pacethokan'', yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di ''Pesanggrahan Ambar Ketawang'' yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten [[Sleman]].<ref>Sultan Hamengku Buwono I pindah dari Pesanggrahan Ambar Ketawang ke Keraton Yogyakarta pada 7 Oktober 1756. Tanggal ini kemudian dijadikan tanggal berdirinya Kota Yogyakarta.</ref> Perpindahan (''boyongan'') Sultan dan pengikutnya dari Gamping menuju Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ditandai dengan surya sengkala ''Dwi Naga Rasa Tunggal'', yang memiliki nilai tahun 1756 Masehi. Sengkalan tersebut bermakna tentang kesatuan kegotong-royongan, serta kewibawaan, kesaktian, dan kesucian seorang raja atau pemimpin, dan sebagai tolak bala serta keyakinan akan keselamatan, ketenteraman, dan harapan pencapaian kemakmuran sebuah kerajaan yang dibangun.
 
Secara fisik [[istana]] para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan).<ref>Murdani Hadiatmadja. Tulisan ini selain menggunakan bahan referensi yang diterbitkan juga menggunakan cerita-cerita rakyat yang berkembang di tengah masyarakat.</ref><ref>Penamaan kompleks/bagian dari Keraton Yogyakarta, begitu pula dengan bangunan maupun lain-lain yang terkait, sengaja menggunakan bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan nama-nama tersebut merupakan suatu kesatuan makna. Untuk terjemahan dalam bahasa Indonesia, apabila ada/memungkinkan, akan diberikan di dalam tanda kurung (…). Terjemahan hanya dilakukan sekali saat bagian, gedung, atau yang lain disebutkan untuk pertama kalinya. Untuk seterusnya tidak diberikan keterangan mengingat keterbatasan tempat.</ref> Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu [[Situs Warisan Dunia UNESCO]].{{Butuh rujukan}}
 
== Tata ruang dan arsitek ==
Arsitek kepala istana ini adalah [[Sultan]] [[Hamengkubuwana I]], pendiri [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Keahliannya dalam bidang [[arsitektur]] dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan [[Belanda]], [[Theodoor Gautier Thomas Pigeaud]] dan [[Lucien Adam]] yang menganggapnya sebagai "arsitek" dari saudara [[Pakubuwono II]] [[Surakarta]]".<ref name="Tulisan awal">Tulisan awal</ref> Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton digambar berikut desain dasar lanskap kota tua Yogyakarta.<ref>Kota ini memiliki batas utara Tugu Yogyakarta, timur Sungai Code, selatan Panggung Krapyak, dan barat Sungai Winongo.</ref> Pembangunan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat diselesaikan antarapada tahuntanggal 7 Oktober 1755-1756 menurut penanggalan Masehi atau 13 Sura 1682 menurut k[[Kalender Jawa|alender Jawa]].<ref>{{Cite book|last=Sulistyowati, N. A., dan Priyatmoko, H.|date=2019|url=http://repository.usd.ac.id/37889/1/Ebook_Toponim%20Jogja-.pdf|title=Toponim Kota Yogyakarta|location=Jakarta|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=978-623-7092-08-7|pages=204|url-status=live}}</ref>

Bangunan lain ditambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh [[Hamengkubuwono VIII|Sultan Hamengku Buwono VIII]] (bertahta tahun [[1921]]-[[1939]]).
 
=== Tata ruang ===
[[Berkas:Jogja.kraton2.jpg|jmpl|240px|Koridor di Kedhaton dengan latar belakang Gedhong Jene dan Gedhong Purworetno]]
Baris 157 ⟶ 162:
[[Berkas:Kraton Yogyakarta 15.JPG|240px|jmpl|ka|Ukiran kepala Kala di Bangsal Manis]]
Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri ''Regol Donopratopo'' yang menghubungkan dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa ''Dwarapala'' yang dinamakan ''Cingkarabala'' disebelah timur dan ''Balaupata'' di sebelah barat. Di sisi timur terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan, '''Praja Cihna'''.<ref>Praja Cihna adalah Lambang Kesultanan Yogyakarta. Di bagian atas terdapat Songkok, mahkota Sultan, menggambarkan bentuk Monarki. Di bawah songkok sebelah kanan dan kiri terdapat Sumping, hiasan telinga, yang menggambarkan sifat waspada dan bijaksana. Di sebelah bawahnya terdapat sepasang sayap mengapit tulisan Ha Ba, singkatan dari Hamengku Buwono yaitu dinasti yang memerintah, dalam aksara Jawa.</ref>
[[Berkas:Jogja.kraton.jpg|jmpl|240px|Gedhong Kaca, Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]]
 
Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi oleh pohon '''Sawo kecik''' (''Manilkara kauki''; famili ''Sapotaceae''). Kompleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (''quarter''). Bagian pertama adalah ''Pelataran Kedhaton'' dan merupakan bagian Sultan. Bagian selanjutnya adalah ''Keputren'' yang merupakan bagian istri (para istri) dan para puteri Sultan. Bagian terakhir adalah ''Kesatriyan'', merupakan bagian putra-putra Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbuka untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.
Baris 204 ⟶ 210:
 
=== Roto Wijayan ===
{{Utama|Museum Wahanarata}}
[[Berkas:Museum Kereta Keraton.jpg|jmpl|300px|Museum Kareta Karaton|pra=Special:FilePath/Museum_Kereta_Keraton.jpg]]
'''Kompleks Roto Wijayan''' adalah bagian keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana. Sekarang kompleks Roto Wijayan menjadi ''[[Museum Wahanarata|Museum Kereta Keraton'' Wahanarata]]. Di kompleks ini masih disimpan berbagai kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan resmi. Beberapa di antaranya ialah '' KNy Jimat'', ''KK Garuda Yaksa'', dan ''Kyai Rata Pralaya''. Tempat ini dapat dikunjungi oleh wisatawan.<ref name="On location" />
 
=== Kawasan tertutup ===
Baris 224 ⟶ 230:
 
=== Benteng Baluwerti ===
{{Utama|Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta}}
'''Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta''' adalah sebuah dinding yang melingkungi kawasan Keraton Yogyakarta dan sekitarnya. Dinding ini didirikan atas prakarsa Sultan [[Hamengkubuwono II|HB II]] ketika masih menjadi putra mahkota pada tahun [[1785]]-[[1787]]. Bangunan ini kemudian diperkuat lagi sekitar [[1809]] ketika dia telah menjabat sebagai Sultan. Benteng ini memiliki ketebalan sekitar 3 meter dan tinggi sekitar 3-4 meter. Untuk masuk ke dalam area benteng tersedia lima buah pintu gerbang lengkung yang disebut dengan ''Plengkung'', dua di antaranya hingga kini masih dapat disaksikan. Sebagai pertahanan di keempat sudutnya didirikan bastion, tiga di antaranya masih dapat dilihat hingga kini.<ref>On location dan Murdani Hadiatmadja</ref>
 
Baris 423 ⟶ 430:
{{Situs Warisan Dunia di Indonesia}}
{{Authority control}}
{{Museum terkenal di Indonesia|state=collapsed}}
 
[[Kategori:Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat| ]]
Baris 428 ⟶ 436:
[[Kategori:Budaya Jawa]]
[[Kategori:Istana]]
[[Kategori:Istana di Indonesia|Keraton Ngayogyakarta]]
[[Kategori:Arsitektur Indonesia]]
[[Kategori:Kota Yogyakarta]]