Kesultanan Ternate: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 60:
 
[[Kolano Marhum]] (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar [[kolano]] dan menggantinya dengan [[sultan]], Islam diakui sebagai [[agama]] resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada [[Sunan Giri]] di pulau [[Jawa]]. Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).
=== Kedatangan Portugal dan Perang Saudara ===
[[Berkas:Willem Blaeu00.jpg|jmpl|ka|240px|Peta terawal [[Kepulauan Maluku|Kepulauan Maluku Utara]] karya seorang [[Kartografi|kartografer]] [[Belanda]], Willem Janszoon Blaeu, pada tahun [[1630]]. Arah utara berada di sebelah kanan, dengan [[Pulau Ternate]] terletak di ujung kanan, diikuti oleh [[Pulau Tidore]], Mare, Moti dan Kepulauan Makian. Pada bagian bawah adalah ''Gilolo'' ([[Jailolo, Halmahera Barat|Jailolo]] atau [[Halmahera]]). Inset yang berada di atas menunjukkan [[Pulau Bacan]].]]
Pada masa pemerintahan [[Sultan Bayanullah]] (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan [[perahu]] dan [[senjata]] yang diperoleh dari orang [[Arab]] dan [[Turki]] digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Pada masa ini pula datang orang [[Eropa]] pertama di Maluku, [[Loedwijk de Bartomo]] (Ludovico Varthema) tahun 1506.
 
Tahun 1512 [[Portugal]] untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan [[Fransisco Serrao]], atas persetujuan sultan, Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata–mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah–rempah, [[pala]] dan [[cengkih]] di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate.
 
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yang masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, Pangeran Hidayat (kelak [[Sultan Dayalu]]) dan pangeran Abu Hayat (kelak [[Sultan Abu Hayat II]]). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri.
 
Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika [[Sultan Tabariji]] mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke [[Goa]], [[India]]. Di sana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan [[Katolik]] dan [[vasal]] kerajaan Portugal, tetapi perjanjian itu ditolak mentah-mentah oleh [[Sultan Khairun]] (1534-1570).
 
== Sultan yang berkuasa ==