Kota Ternate: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: kemungkinan spam pranala
Herman Pahabol (bicara | kontrib)
Merapikan.
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(19 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{redirect|Ternate}}
{{Dati2
| settlement_type = Kota
| nama = =Kota Ternate
| foto = =Land Mark Ternate.jpg
| caption = =Ikon Kota Ternate
| lambang = =[[Berkas:Lambang Kota Ternate.png|80px]]
| julukan = ="The Spice Island"<ref name="julukan-ternate">https://www.medcom.id/rona/wisata-kuliner/yKXXA66K-jalan-jalan-ke-pulau-rempah-ternate {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20211126134641/https://www.medcom.id/rona/wisata-kuliner/yKXXA66K-jalan-jalan-ke-pulau-rempah-ternate |date=2021-11-26 }}
(diakses 26 November 2021)</ref>
| peta = =<!--[[Berkas:Locator Kota Ternate.png]]-->
| koordinat = =0°47′[[Lintang Utara|LU]]{{br}}127°22′[[Bujur Timur|BT]]
| motto = Maku Gawene<br/>{{small|{{lang icon|Ternate|Ternate}} Saling MenyangiMenyayangi}}<ref>{{Cite web |url=https://haliyora.id/2021/09/30/maku-gawene-dan-ikan-pari-ikon-kota-ternate-bakal-tinggal-kenangan/ |title=Salinan arsip |access-date=2022-10-27 |archive-date=2022-10-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221027115416/https://haliyora.id/2021/09/30/maku-gawene-dan-ikan-pari-ikon-kota-ternate-bakal-tinggal-kenangan/ |dead-url=no }}</ref>
| propinsi = =[[Maluku Utara]]
| luas = =111,00
| penduduk = =201244206745
| penduduktahun = [[2021]]
| pendudukref = <ref name="DUKCAPIL">{{cite web|url=https://gis.dukcapil.kemendagri.go.id/peta/|title=Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2020|website=www.dukcapil.kemendagri.go.id|accessdate=19 Februari 2021|archive-date=2021-08-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20210805043517/http://gis.dukcapil.kemendagri.go.id/peta/|dead-url=no}}</ref><ref name="TERNATE2020">{{cite web|url= https://ternatekota.bps.go.id/publication/2020/05/20/ccf8e628574810acc6b31794/kota-ternate-dalam-angka-2020.html |last=|first=|title=Kota Ternate Dalam Angka 2020|website=www.ternatekota.bps.go.id|accessdate=31 Mei 2020|archive-date=2022-06-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20220628231603/https://ternatekota.bps.go.id/publication/2020/05/20/ccf8e628574810acc6b31794/kota-ternate-dalam-angka-2020.html|dead-url=no}}</ref>
| kepadatan = =1813,01auto
| agama = =[[Islam]] 96,57%<br> [[Kristen]] 3,30%<br>- [[Protestan]] 2,96%<br>- [[Katolik]] 0,34%<br> [[Konghucu]] 0,06%<br> [[Hindu]] 0,05%<br> [[Buddha]] 0,02%<ref name="TERNATE2020"/>
| kecamatan = =10 [[kecamatan]]
| kelurahan = =78 [[kelurahan]]
| dasar hukum =
| tanggal = =
|nama kepalanama_walikota daerah= =Dr. M. [[Tauhid Soleman]], M.Si.
|kepala daerah =[[Wali Kota]]
| nama_wakil_walikota = [[Jasri Usman]], S.Ag.
|nama kepala daerah =Dr. M. [[Tauhid Soleman]], M.Si.
|wakil kepalanama sekretaris daerah = Dr. [[Jusuf Sunya]], =Wakil Wali KotaME
| nama wakilketua kepalaDPRD daerah= [[JasriMuhajirin UsmanBailusy]], S.Ag.
| kodearea = =0921
|Sekretaris daerah =[[sekda]]
| nomor_polisi = '''DG xxxx''' A*/K*/Q*
|nama sekretaris daerah =Dr. [[Jusuf Sunya]], ME
| apbd = =
|Ketua dewan perwakilan rakyat daerah =[[ketua DPRD]]
|dauref dau = Rp 658.062.032.000,00- = ([[2020]])<ref>{{cite web|url=http://www.djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2019/09/2.-DAU.pdf |title=Rincian Alokasi Dana Alokas Umum Provinsi/Kabupaten Kota Dalam APBN T.A 2020|website=www.djpk.kemenkeu.go.id|date=(2020)|accessdate=17 Februari 2021}}</ref>
|nama ketua DPRD = [[Muhajirin Bailusy]]
| IPM = ={{increase}} 80,14 ([[2021]])<br>{{fontcolor|green|sangat tinggi}}<ref name="IPM">{{cite web|url=https://www.bps.go.id/indicator/26/413/1/-metode-baru-indeks-pembangunan-manusia-menurut-provinsi.html|title=Indeks Pembangunan Manusia 2020-2021|website=www.bps.go.id|accessdate=7 Januari 2022|archive-date=2021-12-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20211201065917/https://www.bps.go.id/indicator/26/413/1/-metode-baru-indeks-pembangunan-manusia-menurut-provinsi.html|dead-url=no}}</ref>
|kodearea =0921
| web = =www.ternatekota.go.id
| nomor_polisi = '''DG xxxx''' A*
|apbd =
|dau = Rp 658.062.032.000,00- ([[2020]])
|dauref = <ref>{{cite web|url=http://www.djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2019/09/2.-DAU.pdf |title=Rincian Alokasi Dana Alokas Umum Provinsi/Kabupaten Kota Dalam APBN T.A 2020|website=www.djpk.kemenkeu.go.id|date=(2020)|accessdate=17 Februari 2021}}</ref>
|IPM ={{increase}} 80,14 ([[2021]])<br>{{fontcolor|green|sangat tinggi}}<ref name="IPM">{{cite web|url=https://www.bps.go.id/indicator/26/413/1/-metode-baru-indeks-pembangunan-manusia-menurut-provinsi.html|title=Indeks Pembangunan Manusia 2020-2021|website=www.bps.go.id|accessdate=7 Januari 2022}}</ref>
|web =www.ternatekota.go.id
}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Uitzicht op Ternate TMnr 3728-865.jpg|jmpl|200px|Pemandangan pulau Ternate pada tahun 1880-an]]
Baris 42 ⟶ 38:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Woning in koloniale stijl Ternate TMnr 10017122.jpg|jmpl|200px|Rumah Belanda di Ternate di sekitar tahun 1920-an]]
 
'''Kota Ternate''' adalah sebuah [[kota (Indonesia)|kota]] yang terletak di [[Maluku Utara|Provinsi Maluku Utara]], [[Indonesia]]. Kota Ternate berada di bawah kaki [[gunung api]] [[Gunung Gamalama|Gamalama]] di [[Pulau Ternate]], [[provinsi]] [[Maluku Utara]], [[Indonesia]]. Kota Ternate pernah menjadi [[ibu kota provinsi|ibu kota]] sementara provinsiProvinsi [[Maluku Utara]] secara ''[[de facto]]'' dari tahun 1999 hingga 2010. Pada tanggal 4 Agustus 2010, [[Sofifi]] diresmikan menjadi [[ibu kota]] Provinsi Maluku Utara pengganti Kota Ternate, yang merupakan sebuah [[kelurahan]] di wilayah [[Kota Tidore Kepulauan]] yang berada di pulau [[Pulau Halmahera]].
 
== Geografi ==
Kota Ternate terletak antara 3° Lintang Utara dan 3° Lintang Selatan serta 124-129° Bujur Timur. Wilayah Kota Ternate di sebelah utara, selatan dan barat berbatasan dengan Laut Maluku, dan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Halmahera.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Rohmawati|first=Annisa|date=2016-12-29|title=Implementasi Makerspace di Perpustakaan Kota Yogyakarta|url=http://dx.doi.org/10.24252/kah.v4i26|journal=Khizanah al-Hikmah : Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan|volume=4|issue=2|pages=163–167|doi=10.24252/kah.v4i26|issn=2354-9629|access-date=2019-01-29|archive-date=2023-03-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20230317080226/https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/khizanah-al-hikmah/article/view/1753|dead-url=no}}</ref>
 
Sebagai kota kepulauan, Kota Ternate terdiri atas 8 (delapan) pulau, yakni: [[Pulau Ternate]] sebagai pulau yang utama, [[Pulau Hiri]], [[Pulau Moti]], [[Pulau Mayau]], dan [[Pulau Tifure]] merupakan lima pulau yang berpenduduk, sedangkan terdapat tiga pulau lain seperti [[Pulau Maka]], [[Pulau Mano]] dan [[Pulau Gurida]] merupakan pulau berukuran kecil yang tidak berpenghuni.
Baris 66 ⟶ 62:
 
== Sejarah ==
Sejarah kota ini bermula dengan adanya [[Kesultanan Ternate]] yang berdiri sekitar abad ke-13 di [[Pulau Ternate]], yang menjadikan kawasan kota ini sebagai pusat pemerintahannya. [[Kornelis Matelief de Jonge]] pada tahun 1607 membangun sebuah benteng pada kawasan kota ini, yang dinamakan ''Fort Oranje'' dan sebelumnya bernama ''Malayu''.<ref>http://www.sil.si.edu {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110902105955/http://www.sil.si.edu/ |date=2011-09-02 }} [http://www.sil.si.edu/DigitalCollections/Anthropology/Ternate/ternate.pdf Ternate] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170521062428/http://www.sil.si.edu/DigitalCollections/Anthropology/Ternate/ternate.pdf |date=2017-05-21 }}</ref>
 
Berikut ini adalah pembagian masa atau periode sebelum Kolonialisme sampai pada Kemerdekaan.
 
=== Periode Sebelum Kolonialisme ===
Sejarah awal mula kerajaan atau kesultanan Ternate sebagian besarnya bersumber dari legenda dan hikayat. Salah satu hikayat yang terkenal luas dan banyak dijadikan rujukan ialah '''Sejarah Ternate''' yang ditulis oleh '''Naidah''', yang diterjemahkan oleh '''P Van der Crab''', Residen Ternate 1863-1864 dan diterbitkan pada tahun 1878. Sumber lainnya ialah catatan-catatan yang ditulis oleh '''Rijali,''' seorang ulama Maluku asal Hitu yang dihimpun oleh Francois Valentijn dalam bukunya ''Ound en Neeuw Oost Indie''.<ref name=":1">M. Sofyan Daud, 2015. Citra Ternate Dalam Arsip dan Visualisasi 2015. Kota Ternate, Kantor Arsip dan Perustakaan Daerah Kota Ternate.</ref>
 
Asal usul komunitas atau penduduk Ternate disebutkan oleh sumber-sumber tersebut, berasal dari Pulau Halmahera yang melakukan eksodus atau migrasi besar-besaran ke beberapa pulau kecil di bagian barat Pulau Halmahera termasuk ke Ternate, disebabkan terjadinya pergolakan dan konflik politik di Jailolo (Gilolo), di Pulau Halmahera pada tahun 1250.
 
Para migran pertama yang mendarat dan bermukim di Ternate tahun 1250 adalah komunitas '''Tobona''' yang dipimpin oleh '''Momole Guna'''. Momole adalah sebutan kepada pemimpin atau kepala marga, klan atau komunitas.
 
Pada tahun 1254 migran kedua tiba dan bermukim di '''Foramadiyahi''' yang dipimpin oleh '''Mole Matiti'''. Menyusul kemudian migran ketiga yang bermukim di '''Sampala''' yang dipimpin oleh '''Momole Ciko/Siko''', kedua permukiman komunitas terakhir ini dibangun tidak jauh dari pantai. Sampala bahkan terletak di tepi pantai.
 
Dalam sumber sejarah lain menyebutkan terdapat 4 (empat) komunitas atau klan awal di Ternate, yakni masing-masing: Komunitas atau Klan '''Tobona''', yang mendiami kawasan lereng Gamalama bagian Selatan (kini Kelurahan Foramadiyahi): '''Tubo''' yang mendiami kawasan lereng Gamalama bagian Utara; '''Tabanga''', yang mendiami kawasan pesisir Utara Pulau Ternate, dan Komunitas atau Klan '''Toboleu''', yang mendiami kawasan pesisir Timur Pulau Ternate.
 
Komunitas atau klan awal inilah yang pertama-tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari beberapa belahan dunia untuk mencari cengke dan rempah lainnya.
 
Seiring waktu, penduduk pun kian bertambah dan semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Cina, Jawa, dan Melayu. aktivitas perdagangan kian ramai. Ancaman pun sering datang dari para perompak. Pada tahun 1257, Momole Guna, pemimpin Klan Tobona memprakarsai musyawarah untuk membentuk komunitas yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin sebagai '''Kolano''' atau Raja. Hasil musyawarah menetapkan Momole Ciko, pimpinana Klan Sampala sebagai Kolano Ternate pertama dengan gelar '''Baab Mansyur Malamo''' (1257-1272). Pusat Kerajaan ditetapkan di Sampala. Kawasan ibu kota terletak di pantai Barat Pulau Ternate. Peristiwa ini disebut sebagai '''Tara No Ate''' yang artinya '''Turun dan Merangkul'''. Tara No Ate adalah cikal bakal penyebutan nama Ternate. Sementara ibu kota kerajaan di Sampala kemudian disebut '''Gam Lamo''' yang artinya '''kampung''' atau '''perkampungan besar'''. Gam Lamo adalah cikal bakal penyebutan nama '''Gamalama.'''<ref name=":1" />
 
Sejak era itu, Kerajaan Ternate berperan penting di kawasan Maluku Utara sampai abad ke-17. Dalam catatan sejarah Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan '''Gapi''', adalah salah satu kerajaan tertua dan sangat berpengaruh di nusantara.
 
Setelah Mansyur Malamo (1257-1272), Kolano Ternate dijabat oleh '''Kaiicil Jamin''' (1272-1284). '''Kaiicil''' adalah sebutan untuk seorang '''Pangeran''', atau putra Kolano. Setelah Kaiicil Jamin, Kolano Ternate dijabat oleh '''Kaiicil Siale''' (1284-1298). Pada masa Kaiicil Siale, ibu kota kerajaan dipindahkan dari Sampala ke Foramadiyahi. Setelah itu, Siale digantikan secara berturut-turut oleh '''Kaiicil Kamalu''' (298-1304) dan '''Kaiicil Ngara Malamo''' (1304-1317).
 
Di bawah kepemimpinan Kaiicil Ngara Malamo, Ternate memulai ekspansi teritorialnya. Kaiicil Ngara Malamo adalah peletak dasar politik ekspansi Kerajaan Ternate. Politik ekspansi inilah yang mengantarkan Ternate menjadi Kerajaan paling besar, paling kuat dan paling berpengaruh dalam jajaran kerajaan-kerajaan Maluku pada masa-masa selanjutnya, terutama dari akhir abad ke-14 hingga awal abad ke-16. Namun, memasuki akhir abad ke-16 (pasca Sultan Babullah w. 1583 M), pamor Ternate sebagai kerajaan paling tangguh mulai merosot.
 
Kaiicil Ngara Malamo diganti oleh '''Patsyaranga Malamo''' (1317-1322), kemudian '''Sida Arif Malamo''' (1322-1331). Di masa Kolano Sida Arif Malamo, Ternate telah ramai didatangi oleh pedagang mancanegara seperti pedagang dari Cina, Arab dan Gujarat, juga pedagang dari nusantara seperti Jawa, Malaka, dan Makassar.
 
Ternate di bawah Kolano Sida Arif Malamo berkembang menjadi bandar perdagangan terbesar dan utama di Maluku. Aktivitas perdagangan antar bangsa kala itu berpusat di Pelabuhan '''Talangame''' atau sekarang dikenal dengan nama Pelabuhan '''Bastiong'''. Ternate pun telah memiliki pasar dengan fasilitas yang memadai, tempat bertemunya pedagang lokal, pedagang mancanegara dan pedagang nusantara.
 
Armada-armada perdagangan antar bangsa datang ke pelabuhan ini terutama mencari rempah, komoditas penting dalam perdagangan pasar Internasional saat itu yang menempatkan gugusan kepulauan ini menjadi ajang lalu lintas niaga yang sibuk. Pesatnya perdagangan rempah-rempah para Raja Maluku pun saling bersaing memantapkan posisinya masing-masing sehingga tidak jarang menimbulkan konflik di antara mereka. Kolano Sida Arif Malamo pun mengambil prakarsa mengadakan pertemuan raja-raja se-Maluku untuk membentuk persekutuan bersama yang dikenal dengan '''Persekutuan Moti (''Motir Verbond'')''', atau juga dikenal sebagai persekutuan '''Moloku Kie Raha (Empat Kerajaan Maluku)'''.
 
Musyawarah persekutuan itu melahirkan keputusan antara lain penyeragaman bentuk-bentuk kelembagaan kerajaan-kerajaan di Maluku dan penentuan peringkat kerajaan peserta musyawarah. Jailolo ditetapkan sebagai kerajaan yang menempati peringkat pertama dalam senioritas, menyusul Ternate, Tidore dan bacan. disepakati pula pembagian peran masing-masing kerajaan. Raja Ternate berperan sebgaisebagai '''Alam Makolano''', penjaga dan penjamin stabilitas perdagangan dan urusan keduniaan. Raja Bacan berperan sebagai '''Dehe Makolano''', penjaga perbatasan. Raja Tidore berperan sebagai '''Kie Makolano''', penjaga dan penjamin keamanan dalam negeri. Raja Jailolo berperan sebagai '''Jiko Makolano''', penjaga serangan dan ancaman dari luar.
 
Manfaat persekutuan ini adalah sejak 1322 Maluku mengalami masa aman dan damai. Berhasil meredam sementara waktu ambisi, permusuhan dan ekspansi para anggota persekutuan. Rakyat Maluku menikmati suasana aman dan damai selama kurang lebih 20 tahun. Tetapi perdamaian yang ditegakkan dengan susah payah itu sirna ketika '''Kolano Tulu Lamo''' naik tahta sebagai Kolano Ternate (1334-1347). Ia secara sepihak membatalkan hasil persekutuan Moti dan menyatakan hasil persekutuan tersebut tidak lagi mengikat bagi Ternate. Tulu Lamo menempatkan Ternate pada peringkat teratas sebagai yang tertua. Keputusan itu mendapat reaksi keras dari ketiga kerajaan lainnya. Ia juga menyerang makian, bandar niaga rempah terbesar kedua di Maluku setelah Ternate. Ternate setelah kepemimpinan Kolano Tulu Lamo terus menyerah beberapa daerah sekitarnya. Sula diserbu oleh '''Kolano Ngolo Macahaya''' (1350-1375), menyusul Jailolo diserang oleh '''Kolano Marhum''' (1465-1486). Kemudian berbagai penaklukan dilakukan Ternate atas [[Kabupaten Maluku Tengah|Maluku Tengah]], [[Kabupaten Seram Bagian Barat|Seram Barat]] dan [[Kabupaten Buru|Buru]].
 
Naiknya '''Kolano Zainal Abidin''' (1468-1500) menandai berakhirnya era kerajaan dan berganti ke era kesultanan. Gelar Kolano atau Raja berubah menjadi Sultan. Sultan Zainal Abidin memproklamirkan Islam sebagai agama resmi Kesultanan Ternate, dan pembentukan lembaga Jolebe, lembaga baru dalam struktur kesultanan yang membantu sultan dalam urusan-urusan keagamaan Islam. Struktur baru Kesultanan Ternate ini memengaruhi kerajaan-kerajaan lain di Maluku. Struktur tersebut segera diadopsi oleh [[Tidore, Tidore Kepulauan|Tidore]], [[Bacan, Halmahera Selatan|Bacan]] dan [[Jailolo, Halmahera Barat|Jailolo]].
 
Sultan Zainal Abidin diganti oleh '''Sultan''' '''Bayan Sirrullah''' (1500-1522), kemudian diganti oleh '''Sultan Hidayat''' alias '''Deyalo'''. Pengangkatan Sultan Hidayat yang usianya belum akil baligh, sehingga ibunya '''Boki Rainha Nukila''' diangkat sebagai Mangkubumi dan '''Taruwese''' diangkat sebagai wakil Sultan (1529-1530). Kemudian berturut-turut digantikan oleh '''Sultan Abuhayat''' alias Boheyat (1530-1532), '''Sultan Tabariji''' (1532-1535), '''Sultan Khairun Jamil''' (1535-1570), kemudian '''Sultan Baabullah Datu Syah''' (1570-1583).
 
Ternate di masa Sultan Baabullah mencapai penaklukan yang spektakuler. Wilayah Kesultanan ternate membentang dari Mindanao di Utara sampai [[Kota Bima|Bima]] di Selatan dan dari Makassar di Barat sampai Banda di Timur. Karena itu, Baabullah, Sultan Ternate terbesar ini dikenal sebagai penguasa atas 72 pulau yang seluruhnya berpenghuni.
Baris 109 ⟶ 105:
Di masa pemerintahan Sultan Baabullah, Ternate tampil sebagai kesultanan paling berpengaruh dalam politik maupun militer di kawasan Timur Nusantara. Baabullah menurut sebuah sumber, mampu mengerahkan 90.700 tentara bila diperlukan. Kontributor terbesar - di atas 10.000 - pasukan ini adalah dari Veranullah dan Ambon (15.000 tentara), Teluk Tomini (12.000 tentara), Batu Cina dan sekitarnya termasuk Halmahera Utara (10.000 tentara), Gorontalo dan Limboto (10.000 tentara) serta Yafera (10.000 tentara). Penyumbang pasukan tersedikit adalah dari Moti dan Hiri, masing-masing 300 tentara.
 
Keberhasilan Sultan Baabullah tidak terlepas dari kecakapan sejumlah panglima dan komandan tentara, seperti '''Kapita Laut Kapalaya''' dan '''Rubohongi.''' Kapalaya adalah penakluk pantai timur Sulawesi, khususnya Buton, dan Rubohongi adalah penakluk Maluku Tengah. Enam tahun setelah bertahta, Baabullah telah menguasai pulau-pulau di Ambon, Hoamoal di Pulau Seram, Buru, Manipa, Ambalau, Kelang dan Buano. Empat tahun setelah itu, ia juga menguasai desa-desa sepanjang pantai timur Sulawesi, Banggai, Tobongku, Buton, Tiboro, dan Pangasani. Setelah itu giliran [[Kota Makassar|Makassar]] dan [[Kabupaten Kepulauan Selayar|Selayar]] datang ke Ternate. Tahun kedatangannya merupakan awal dari monopoli rempah-rempah Kompeni di Ternate.
 
=== Periode Kolonialisme Bangsa Eropa ===
Orang Portugis pertama yang tiba di Ternate pada awal 1512 adalah '''Fransico Serrao''' beserta awak kapalnya sebagai bagian dari ekspedisi '''d'Alburquerque''' menaklukkan Malaka pada 1511. '''Sultan Bayan Sirullah''' alias '''Bayanullah''' (1500-1522) mengirim utusan dengan sembilan juanga yang dipimpin oleh saudaranya sendiri, '''Kaicil Vaidua,''' menjemput Serrao dan awak kapalnya dari Nusa Tellu di Hitu Barat ke Ternate. Sultan Bayanullah ingin membuka akses perdagangan cengkih ke Eropa dan Serrao diyakini oleh Bayanullah dapat mendukung keinginan tersebut.
 
Di awal kehadirannya, Portugis diperlakukan dengan balk dan mendapat banyak kemudahan. Sultan menjadikan Serrao orang kepercayaan dan penasehat utamanya. Belum dua tahun sejak Serrao tiba, Sultan memberi hak monopoli niaga cengkih kepada Portugis. Sultan lalu berpesan bila nanti Serrao kembali ke Portugis, ia harus meyakinkan '''Raja Don Manuel''' agar segera mendirikan benteng Portugis di Ternate.
 
Beberapa eskader Portugis pun susul menyusul ke Ternate, masing-masing dipimpin oleh antara lain, '''Antonio Miranda de Azevedo''' (1513), '''Don Tristao de Menezes''' (1520), dan '''De Brito''' (Januari 1521). Saat de Brito tiba di Ternate Sultan Bayanullah dan Serrao telah wafat. De Brito diterima dengan baik di istana, sebagai bukti bahwa persahabatan antara Ternate dengan Portugis tetap ada. Beberapa kesepakatan pun dicapai. Portugis boleh mendirikan benteng di Gam Lamo, yang diberi nama '''Benteng Nuestra Seiiora del Rosario''', juga diizinkan berdagang dan membangun gudang penyimpanan barang dagangannya.
 
Sultan Bayanullah yang wafat meninggalkan '''Boki Nukila''' - '''boki''' adalah sebutan untuk '''istri sultan''' atau '''permaisuri''' — dan dua puteranya '''Hidayat (Deyalo)''' dan '''Abu Hayat (Bohiyat)'''. Deyalo diangkat sebagai sultan, menggantikan mendiang ayahandanya dalam usianya yang belum akil baligh, sehingga ibunya, Boki Nukila diangkat sebagai '''Mangkubumi''' dan '''Taruwese''', adik Bayanullah, dipercayakan menjadi wakil sultan. Mereka berdua untuk sementara waktu mengendalikan kesultanan.
 
Boki Nukila adalah puteri '''Al Mansur''', Sultan Tidore, yang dibenci de Brito karena bermitra dengan Spanyol, rival Protugis. De Brito tidak mempercayai juga meremehkan Boki Nukila, sebaliknya lebih mempercayai dan memberi peran kepada Taruwese.
 
Dalam kurun ini banyak intrik dilakukan oleh de Brito yang tidak setuju Deyalo diangkat menjadi sultan dan lebih mendukung Taruwese. Terjadi pula beberapa kali penyerangan de Brito yang dibantu oleh Taruwese terhadap Tidore dan beberapa kawasan Maluku. Klimaksnya ialah penahanan pangeran Deyalo dan Bohiyat. Demikian, selama kepemimpinan 19 Gubernur Protugis di Ternate, sebagian besar melaksanakan pemerintahannya melalui '''"durch blut and eisen"''' atau '''melalui besi dan darah'''.
 
Posisi Nukila rentan di antara bangsawan istana yang diwakili oleh Taruwese. la didesak segera menyelesaikan benteng Portugis yang pastinya membuat murka Al Mansyur, ayahandanya sebagai seteru Portugis. Dua putranya dan beberapa pengikut ditahan oleh Portugis di dalam benteng yang terbengkalai. '''Jorge de Menezes''', Gubernur Portugis yang dikenal sangat kejam, menghukum pancung '''Kaicil Darwis''' yang menentangnya. Pada 1530, Boki Nukila menunjukkan para menteri dan rakyat. Sepanjang 1522 sampai 1535 adalah fase-fase pelik bagi Kesultanan Ternate akibat intrik dan adu domba Portugis. Deyalo yang naik tahta dan memerintah kerajaan beberapa tahun, wafat karena diracun. Hal yang sama pun selalu berusaha dilakukan Portugis kepada Boheyat. Taruwese yang berkosnpirasi dan mendukung Portugis derni ambisinya menjadi sultan akhirnya dikhianati juga oleh Portugis. Lalu Tabariji, saudara sepupu Deyalo dan Boheyat diangkat menjadi sultan, Tabariji menunjukkan ketidaksukaannya pada Portugis hingga bersama Boki Nukila dan '''Pati Sarangi,''' ditahan dan diasingkan ke Goa, India pada 1535.
 
'''Sultan Khairun Jamil''' pengganti Sultan Tabariji, juga tidak menyukai tindak tanduk Portugis yang sewenang-wenang terhadap dirinya dan rakyat. la mengobarkan perlawanan yang didukung oleh rakyatnya.
 
Pada 1568 '''Lopez de Mesquita''' diangkat menjadi Gubernur Portugis ke-18 di Ternate (1566-1571), menggantikan '''Alvaro de Mendoza''' (1564-1566). Mesquita berusaha mematahkan perlawanan Sultan Khairun. Pada 27 Februari 1570, Portugis mengundang Sultan Khairun melakukan perundingan damai antara kedua pihak — dimana masing masing pihak bersumpah menurut keyakinan agama dan memegang kitab suci agamanya masing-masing — bahwa mereka akan memelihara kerja sama dalam perdamaian. Tetapi ternyata Portugis berlaku curang karena keesokan harinya saat pesta perjamuan untuk menghormati perjanjian itu, saat Sultan Khairun memasuki gerbang benteng Gam Lamo, ia ditikam oleh '''Antonio Pimental''' hingga wafat.
 
'''Baabullah''' putra Khairun naik tahta menjadi Sultan. la lalu memobilisasi kekuatan menggempur Portugis di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia. Setelah berperang selama lima tahun, pada 1575, Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Ternate dan dari wilayah Maluku. Dalam sejarah Indonesia, ini merupakan kemenangan pertama bangsa-bangsa Nusantara melawan penjajah Eropa.
 
Setelah Portugis meninggalkan Ternate dan wilayah Maluku, Bangsa Spanyol yang sebelumnya pernah bekerjasama dengan Kesultanan Tidore sejak 1521 dan kemudian harus meninggalkan Tidore pasta perjanjian '''Saragosa''' 1528. kembali mengerahkan kekuatan untuk menaklukkan Ternate.
 
Pada 1 April 1606, '''Don Pedro da Cunha,''' Gubernur Jenderal Spanyol di Filipina dengan 33 kapal berbagai jenis dan ukuran. 3.095 prajunt menyerang sejumlah kubu pertahanan kesultanan Ternate dan menjelang siang benteng dan seluruh ibu kota Kesultanan Ternate, Gam Lamo berhasil direbut dan diduduki oleh pasukan Spanyol.
 
'''Sultan Saidi''' berhasil meloloskan diri bersama istri, putra-putrinya dan beberapa bobato, lalu berlayar dengan kora-kora ke '''Jailolo''', kemudian ke '''Sahu.''' Beberapa waktu kemudian, Gubernur da Cunha setuju mengirim surat kepada Sultan Saidi, bahwa Sultan akan mendapatkan perhndungan bila menyerah. Pablo de Lima dan beberapa kaiicil berangkat ke Sahu membawa surat da Cunha kepada Sultan Saidi. Pada 28 Maret 1606, Sultan Saidi dan pengiringnya kembali ke Ternate.
 
Sumber lain menyebutkan, Spanyol berhasil menaklukkan Gam Lamo dan menangkap Sultan Saidi berserta keluarganya, kemenakannya '''Kaiicil Hamzah''', sejumlah pejabat tinggi kesultanan, termasuk '''Sangaji Makian,''' '''Sahu''' dan '''Gamkonora''', diasingkan ke Manila, Filipina. Sedangkan Jogogu Hidayat dan Kaiicil Ali — ketika itu berusia 21 tahun — berhasil meloloskan diri.
 
Spanyol dengan cerdik mengubah kepulangan Sultan Saidi, itu menjadi penstiwa kenegaraan dengan penghormatan kerajaan kepada sang Sultan. Da Cunha menasehati Sultan agar menenma nasib buruknya dan mengajukan petisi kepada Raja Spanyol agar mendapat pengampunan. Sultan ditempatkan dalam rumah terindah dengan pengawalan ketat.
 
Spanyol kemudian menginm ekspedisi ke seluruh kawasan, membujuk atau memaksa kepala-kepala desa agar mengikuti perintah mereka. Penduduk desa diharuskan sujud di depan bendera Spanyol, menyerahkan semua senjata musket dan meriam. Spanyol lalu memperbaiki benteng Gam Lamo dan beberapa benteng lainya untuk memperkuat kedudukannya di Ternate. Pada 10 April, di Benteng Gam Lamo, Spanyol dan Ternate menandatangani perjanjian perdamaian resmi dan keluarga Sultan memberi sumpah setia kepada '''Raja Philip Ill,''' dan bahwa rakyat Ternate tidak boleh mengadakan hubungan dengan orang Belanda atau Inggris, tidak memusuhi misi-misi Kristen, serta mentaati persyaratan berkenan dengan monopoli rempah oleh Spanyol.
 
Pada 10 April 1606 Spanyol mememancangkan benderanya di berbagai kawasan Ternate "atas nama yang Maha Mulia Raja Spanyol". Dengan jatuhnya Ternate ke tangan Bangsa Spanyol mulailah proses pengambilan aset-aset penting kerajaan dan reposisi dominasi Spanyol atas Ternate. Spanyol berada di Ternate dan wilayah Maluku antara 1521 sampai 1663. Pada 2 Mei 1663, Gubernur terakhir Spanyol di Ternate, '''Francisco Ibanez''' serta seluruh pasukannya meninggalkan Ternate menuju ke Manila, Filipina. Sejak itu berakhirlah pendudukan Spanyol atas Ternate dan seluruh Maluku.
 
Orang-orang Belanda pertama yang tiba di Ternate, menurut catatan '''de Clerq''', adalah '''Wijbrand van Warwijck''' dengan dua Kapal yang dipimpinnya, '''Amsterdam''' dan '''Utregt''', yang rnerapat di pelabuhan Talangame, Ternate, 2 Juni 1599.
[[Berkas:Description of Gamalama City de Bry.jpg|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:Description%20of%20Gamalama%20City%20de%20Bry.jpg|kiri|jmpl|Kedatangan Van Warwijck di ibukota Ternate pada 1599.]]
Sementara terdapat dua sumber lain yang menyebutkan tentang orang-orang Belanda yang pertama kali mencapai Ternate. Sumber pertama menyebutkan, van Warwijck bersama 560 orang dengan dua kapal, Amsterdam dan Utrecht, tiba di Ternate pada 22 Mei 1599, dan sumber kedua menyebutkan pada 1598 ekspedisi Belanda dengan 22 kapal yang dibiayai oleh 5 (lima) perusahaan Belanda, di bawah pimpinan '''Jacob Chr. van Neck''' dan '''Wybrechr van Warwyck''', berlayar menuju Maluku. Armada yang dipimpin oleh van Neck yang pertama tiba di [[Maluku]] pada Maret 1598 dan kembali ke Belanda pada 1599, membawa cukup banyak rempah dengan keuntungan sebesar 400 persen. Keuntungan berlimpah ini memicu sejumlah perusahaan berbeda membiayai ekspedisi ke Maluku, saling bersaing satu sama lainnya, sehingga harga rempah-rempah menjadi tinggi. Semakin banyak rempah masuk ke Belanda, namun semakin sedikit keuntungan yang didapat. Pada 1598 '''Staten Generaal''' - parlemen Belanda — mengajukan usul supaya semua perusahaan yang saling bersaing menggabungkan diri demi kepentingan bersama. Pada 20 Maret 1562 didirikan '''Vereenigde Oost-Indesche Compagnie''' ('''VOC'''), yang dipimpin sebuah badan yang berkedudukan di Amsterdam yang terdiri atas 17 orang, mewakili 6 wilayah di Belanda, atau yang dikenal dengan '''Heeren Zeventien'''.
 
Tetapi kehadiran kekuasaan bangsa Belanda secara politis dan militer di Ternate. adalah karena diminta oleh kesultanan Ternate sendiri. Saat ibu kota Gam Lamo jatuh ke tangan Spanyol dan Sultan Saidi mengamankan diri ke Jailolo lalu ke Sahu — merujuk sumber pertama — atau ditangkap dan diasingkan ke Manila — merujuk sumber kedua — kekuasaan kesultanan dikendalikan sementara waktu oleh '''Jogugu Hidayat.''' Jogugu Hidayat mengutus '''Kapita Lau Kaicil All''' dan '''Kimalaha Aja''' ke Banten untuk meminta pertolongan Belanda agar bersedia membantu Ternate mengusir Spanyol dari Gam Lamo.
 
Setelah Kaicil All dan Kimalaha Aja bertemu dengan '''Matelief de Jonge''' dan menyampaikan maksud kedatangannya, berikut setuju dengan syarat-syarat yang diajukan oleh de Jonge sebagai kompensasi atas bantuan yang akan diberikan oleh Belanda, pada 29 Maret 1607 de Jonge dan sejumlah prajurit bersama Kaicil Ali dan Kimalaha Aja bertolak dari [[Banten]] dan tiba di Ternate pada 13 Mei 1607.
 
Setelah melakukan observasi seperlunya terhadap kekuatan Spanyol, de Jong akhirnya setuju membantu Ternate. Perjanjian antara de Jonge dan pihak kesultanan ditandangani pada 26 Juni 1607. Isinya antara lain, Belanda bersedia membantu Ternate mengusir orang-orang Spanyol dan melindungi kawula Ternate di seluruh wilayah kekuasaannya, Belanda diberikan hak monopoli perdagangan rempah dan diizinkan membangun benteng, yang kemudian dinamakan '''Fort Oranje (Benteng Oranye)'''.
 
Sejak saat itu, Pulau Ternate sekaligus menjadi pusat tiga kekuatan. yaitu Spanyol di Gam Lamo, sedangkan Ternate dan Belanda di bagian timur pulau, di benteng VOC atau Fort Oranje, dan sekitarnya. Tidak mudah bagi Ternate untuk melepaskan diri dari campur tangan kekuasaan asing Eropa. Ketika Portugis bercokol di kesultanan ini, selain memperoleh hak monopoli dalam tata niaga rempah-rempah dan izin mendirikan benteng di Gam Lamo, Portugis juga ingin mencampuri urusan pemerintahan Ternate. Bahkan sejak 1532, Portugis mulai bersiasat memengaruhi proses pengangkatan sultan-sultan Ternate. Keadaan ini baru berakhir setelah Portugis terusir. Tetapi, setelah Kompeni Belanda datang, campur tangan dalam pengangkatan sultan Ternate juga menjadi salah satu kebijakannya. Mulai dari '''Sultan Mandarsyah''', setiap pergantian sultan Ternate harus dengan persetujuan Kompeni.
 
'''Sultan Mandarsyah''' ditekan secara halus untuk menandatangani perjanjian dengan '''Gubernur Jenderal VOC, Reiner''', di Batavia. Perjanjian itu menentukan bahwa Kesultanan Ternate tidak boleh lagi mengangkat Salahakan Baru untuk wilayah seberang lautnya di Maluku Tengah, yakni di Hoamoal dan daerah ini langsung berada di bawah pemerintahan Kompeni di Ambon. Ternate juga harus melaksanakan '''hongi''' (penebangan pohon-pohon cengkih) di daerah tersebut. Ini akibat ketidaksenangan Kompeni terhadap pejabat yang ditugaskan oleh Kesultanan Ternate di sana.
 
'''Kaicil Majira''' yang diangkat '''Sultan Hamzah''' pada 1641 sebagai Salahakan di Hoamoal atas desakan Kompeni Ambon untuk menggantikan Salahakan Luhu yang tidak disenangi, karena pada 1651 ia melakukan pemberontakan bersenjata. Kompeni menilai Sultan Mandarsyah tidak mengambil tindakan tegas terhadap Majira untuk mengakhiri pemberontakannya. Selain itu, sejak 1652, Kerajaan Buton mulai memusingkan Mandarsyah karena tentara Kerajaan Makassar melakukan infiltrasi dan menduduki beberapa pulau di sekitar Buton, yang diperburuk lagi oleh pengkhianatan sejumlah besar bobato Buton yang memihak Kerajaan Makassar. Kapita Laut Kaicil Ali dan pasukannya yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Sanana dan Alifuru Jailolo, dengan susah payah mempertahankan pulau-pulau itu dari serangan Makassar. Walaupun permaisuri Sultan Mandarsyah adalah seorang puteri Buton, tetapi pengaruhnya telah merosot jauh di mata rakyat Buton.
 
Gempuran pasukan Makassar semakin gencar dan posisi Buton semakin lemah. Dengan susah payah Kaicil Ali coba menghalau serangan itu, dan dalam suatu pertempuran mempertahankan ibu kota Buton, Kaicil Ali gugur. Gugurnya Kaicil Ali mengakibatkan semakin kecil peluang Mandarsyah mempertahankan Buton. Mandarsyah lalu mengutus Kapita Laut Saidi untuk membangun kembali pertahanan Buton, dan dalam keadaan putus asa ia menghubungi Kompeni untuk meminta bantun. Mandarsyah berhasil meyakinkan '''de Vlaming'''. Gubernur Kompeni Ambon, untuk memabantu menyelamatkan Buton.
 
Pada September 1654, dengan menumpang t ang kapal '''Zas van Gent''', de Vlaming dan Mandarsyah menuju Buton, tetapi yang mereka temukan di sana adalah Raja Buton telah menjalin persekutuan dengan Makassar, dan rakyat maupun para bobato andalan Mandarsyah sebagian besarnya tidak lagi setia kepada Ternate. De Vlaming, setelah melihat kenyataan tersebut, meneruskan pelayarannya ke Makassar dan meninggalkan Mandarsyah di Buton. Walaupun Raja Buton telah berkhianat, Mandarsyah coba mempertahankan Buton dengan mengumpulkan sisa-sisa Bobato — antara lain '''Hukum Lau''' dan '''Kaicil Lasinuru''' — dan rakyatnya yang masih setia dalam suatu pertemuan. la meminta mereka mendobrak kepungan tentara Makassar dan mengusirnya keluar dari wilayah Buton. Tetapi, upaya terakhir Mandarsyah tidak rnembuahkan hasil. Dengan masygul, Mandarsyah kembali ke Ternate dan tidak pernah lagi mengunjungi Buton hingga akhir hayatnya. Kapita Laut Saidi pun tidak mampu lagi menahan lajunya serbuan Makassar dan jatuhlah Buton ke tangan Raja Makassar pada 1655, sekaligus berakhir pula kekuasaan Ternate atas Buton selama hampir satu abad (1580-1655). Kapita Laut Saidi dan pasukannya yang tersisa mundur ke Tobungku, dan dari kejauhan ia menatap pulau yang ditinggalkannya itu dengan sedih.
 
Pada 1675, Sultan Mandarsyah mangkat dan digantikan putranya '''Sibori Amsterdam'''. Sebagaimana ayahnya, Sibori pun tidak dapat mempertahankan identitas Ternate secara lebih baik. Selain karena perangainya yang buruk, ia juga tidak mampu melepaskan diri dan tekanan-tekanan Kompeni. Setelah penobatannya, Sibori mengutus pejabat kepercayaannya ke Batavia untuk berunding dengan Gubernur jenderal '''Jaan Maatsuyker.''' Perjanjian yang ditandatangani pada 12 Oktober 1672 itu, secara praktis dan politis sangat merugikan Ternate, karena menetapkan antara lain: Pertarna. wilayah seberang laut Kesultanan Ternate di [[Kota Ambon|Kepulauan Ambon]] akan digabungkan ke dalam provinsi. Kedua, akan diangkat penguasa-penguasa khusus di pulau Buru, Ambalau, Buano dan Kelang.
 
Setelah meratifikasi perjanjian ini, Sibori memperoleh tanda jasa berupa bintang penghargaan dari Kompeni. Namun, bermula dari Seram, Ternate pun berangsur kehilangan kontrolnya atas seluruh wilayah seberang lautnya di Maluku Tengah. Demikian pula, lepasnya Buton dan kekuasaan Ternate berimplikasi negatif bagi daerah-daerah kekuasaan Ternate lainnya di [[Sulawesi Utara]], dan semenanjung pantai timur Sulawesi. Kepulauan Sangir Talaud, [[Gorontalo]], Limboto, [[Kabupaten Buol|Buol]], [[Kabupaten Tolitoli|Tolitoli]], Inobonto, Moutong, Teluk Tomini, Parigi dan lainnya mulai memudar loyalitasnya kepada Ternate.
 
Sibori menyadari kenyataan ini dan berupaya memulihkan kesetiaan wilayah-wilayah tersebut. Ia pun mendekati Gubernur Maluku, '''Padtbrugge''' untuk meminta bantuan. Sebagai argumen, Sibori merujuk perjanpan 1652 dan 1676, yang memuat penyerahan daerah seberang laut Kesultanan Ternate di [[Kabupaten Maluku Tengah|Maluku Tengah]] kepada kekuasaan Kompeni di Amban. Padtbrugge menerima argumentasi tersebut dan berjanji akan membantu Sibori sebagai balas budi atas penyerahan wilayah tersebut.
 
Dengan bantuan Kompeni, Ternate menyerang Gorontalo dan daerah pesisir timur Sulawesi untuk memulihkan loyalitas mereka kepada Ternate. Bahkan untuk memulihkan loyalitas Sangir Talaud, dilakukan sendiri oleh Sibori tanpa bantuan Kompeni. Untuk sementara waktu. Ternate lega karena berhasil memulihkan loyalitas daerah-daerah tersebut, tetapi loyalitas yang ada tentu tidak sekuat di masa kekuasaan Sultan Baabullah.
Baris 180 ⟶ 176:
Selama abad ke-18, kondisi Ternate tidak banyak mengalami perubahan berarti. Sebagai mitra, Ternate dipandang cukup balk sekaligus sahabat yang dapat diandalkan oleh Kompeni, dibandingkan dengan kesultanan-kesultanan tetangga lainnya, yakni [[Kota Tidore Kepulauan|Tidore]], dan Bacan. Ternate punya prestasi bagus dalam menjalankan ''hongi tochten'' untuk kepentingan Belanda. Ini dapat dilihat pada ''acte van investiture'' yang dikeluarkan di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Batavia]] pada 17 Juli 1780, dan ditandatangani di Benteng Oranje, Tenate, dimana di dalamnya Belanda mengeritik dan membenahi sikap kurang bersahabat dari Tidore dan Bacan, sementara Ternate mendapat pujian atas kerjasamanya dengan Kompeni.
 
Pada penghujung abad ke-18, Kompeni membalas jasa orang-orang Ternate dengan menganugerahi penghargaan kepada '''Jogugu Sabtu''' dan '''Marsaoli Patuseranga'''. (Masih dalam proses penyuntingan ya)
 
=== Periode Pendudukan Jepang ===
Pada masa perang Asia Pasifik, tentara [[Jepang]] menyerbu wilayah pendudukan bangsa Eropa di Asia bagian Timur dan Tenggara, termasuk pula wilayah pendudukan Belanda di Nusantara. Bangsa Jepang pertama kali memasuki wilayah Nusantara melalui [[Kota Tarakan|Tarakan]], [[Kalimantan Utara]] kemudian ke Sulawesi dan Maluku pada 10 Januari 1942. Setelah Jepang menduduki Nusantara, Jepang mengubah susunan pemerintahan yang telah ada pada saat itu. Berdasarkan ''Osamu Seirei'' No 27 tahun 1942 ditetapkan '''''Shu''''' (provinsi) sebagai wilayah tertinggi. Di bawah ''Shu'' ada '''''Ken''''' (kabupaten) dan '''''Si''''' (Kotapraja), '''''Gun''''' (kewedanan), '''''Son''''' (kecamatan), dan '''''Ku''''' (desa). Kemudian pada 1944 Jepang memperkenalkan '''''Tonaugumi''''' (rukun tetangga) kelompok masyarakat yang terdiri dari 10 hingga 20 kepala keluarga dan seorang pemimpinnya.<ref name=":1" />
 
Pada masa pendudukan Jepang, Kota Ternate dipimpin oleh seorang '''''Minseibu''''' di bawah kekuasaan Angkatan Laut ('''''Kaigun''''') Armada Selatan Kedua bersama dengan wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Maluku yang berpusat di Makassar. Rakyat Nusantara menyambut dengan gembira pada saat tentara Jepang datang ke wilayah Nusantara, dengan harapan Jepang dapat membawa perbaikan sesuai dengan propaganda yang di gadang oleh Jepang, yaitu rakyat dapat mengadakan rapat umum di lapangan terbuka dengan mengibarkan bendera Merah Putih. Namun kenyataannya sikap Jepang sangat keras dan kejam. Seluruh organisasi pergerakan rakyat ditekan, mereka dilarang mengadakan kegiatan, dan bahkan dibubarkan, rakyat dihukum tanpa melalui proses peradilan, dan harta benda rakyat diambil secara paksa untuk kepentingan perang. Kegiatan masyarakat yang dijinkan untuk melakukan aktivitasnya yaitu badan atau organisasi yang telah didirikan oleh Jepang, sepeti '''''Seinendan''''' untuk para pemuda dan '''''fujinkai''''' untuk kaum wanita. Hal ini menyebabkan kehidupan rakyat yang sudah menderita menjadi semakin berat. Dibentuknya '''''Giyugun''''' maupun '''Pembela Tanah Air (Peta)''' semata-mata hanyalah untuk membantu Jepang dalam perang rnenguasai Asia Timur Raya. Keadaan ini berlangsung sampai Jepang menyerah secara tidak bersyarat kepada tentara Sekutu pada bulan Agustus 1945.<ref name=":1" />
 
=== Periode Kemerdekaan Republik Indonesia ===
Pada saat Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia yang berarti telah melepaskan diri dari penjajahan, maka Wilayah Maluku memasuki babak baru dalam kehidupan pemerintahan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Ternate berada dalam wilayah Maluku dan yang menjabat sebagai Gubernur pada saat itu adalah '''Mr. J. Latuharhary'''. Namun, sebelum pemerintah melakukan penataan struktur maupun organisasi pemerintahan, khususnya Maluku, usaha Belanda untuk menguasai Indonesia kembali terjadi. Kedatangan tentara sekutu ke Indonesia ternyata diboncengi oleh tentara '''''Netherlands Indies Civil Administration (NICA)'''''. Pemerintah kolonial Belanda mengukuhkan kekuasaannya pada bulan Januari 1946, dengan membentuk negara-negara yang bersifat kedaerahan yang akan menjadi negara bagian dari Negara Indonesia Serikat.<ref name=":1" />
 
Pada saat itu, Kota Ternate berstatus Keresidenan Ternate dengan wilayahnya mencakup Pulau Ternate, Pulau Hiri, dan Pulau-pulau Batang Dua. Saat itu Distrik Ternate diperintahkan oleh 3 (tiga) Residen secara bergiliran, yaitu:
Baris 198 ⟶ 194:
3. Residen Dede Muchsin Usman Syah (Sultan Bacan) 1957-1958<ref name=":1" />
 
Berdasarkan '''''Gouvernement Besluit''''' Nomor 3.S. 1946 No. 27 Tanggal 9 April 1946, Residen Ternate membentuk Kotapraja ('''''Stadsgeemente''''') Ternate pada tanggal 10 Desember 1946 dengan Dewan Kotapraja ('''''Gementeraact''''') yang beranggotakan 10 (sepuluh) orang. Kotapraja Ternate dipimpin oleh seorang Wali kota dan untuk pertama kalinya dijabat oleh '''M.A.M. Soleman''' yang merangkap sebagai Ketua Dewan Kota. Kemudian dijabat oleh '''Dano Umar Saifuddin, Hien Diao, Jan Abubakar Wasplat.''' Mayoritas keanggotaan Dewan Kota dipegang oleh pribumi ditambah 2 orang keturunan Cina dan 1 orang keturunan Belanda. Dewan Kota bertindak sebagai penasehat.<ref name=":1" />
 
Kemudian berturut-turut pada tahun 1957 terbentuk DPRD Gotong Royong (DPRD GR) Maluku Utara dan pada tahun 1958 Kotapraja Ternate dibubarkan dan statusnya diturunkan menjadi Kecamatan yang dipimpin oleh Jasin Bopeng. Namun status Kotapraja masih dipertahankan hingga terbit Keputusan Gubernur Maluku tanggal 30 Maret 1965 mengubah status Kota Temate menjadi Kecamatan. Dilanjutkan dengan hasil survei oleh Departemen Dalam Negeri dan usulan dari Bupati Maluku Utara tentang pengangkatan status Kota Ternate menjadi Kota Administratif, maka pada tanggal 11 Maret 1961 Ternate resmi menjadi Kota Administratif. Jabatan Wali kota Administratif sampai tahun 1999 yaitu:
Baris 253 ⟶ 249:
| style="background: #FFFFFF; color: black;" | 201.244
|-
| colspan="13" style="text-align:center;font-size:90%;"|<small>Sejarah kependudukan Kota Ternate<br />'''Sumber:'''<ref name="DUKCAPIL"/><ref>http://www.ternatekota.go.id {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20161120222547/http://www.ternatekota.go.id/ |date=2016-11-20 }} [http://www.ternatekota.go.id/?cont=sekilas-ternate&val=wilayah Demografi] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200427100152/http://www.ternatekota.go.id/?cont=sekilas-ternate&val=wilayah |date=2020-04-27 }}</ref>
|}
 
Baris 279 ⟶ 275:
* [[Puncak Gunung Gamalama]]
* [[Keraton Kesultanan Ternate]]
* [[Masjid Raya Al Munawwar Ternate|Masjid Al MunawwarohMunawwar Ternate]]
* [[Ternate Landmark]]
 
Baris 288 ⟶ 284:
 
== Transportasi ==
=== BandarTransportasi Udara ===
[[Bandar Udara Sultan Babullah]] merupakan sarana transportasi udara di Kota Ternate. Beberapa maskapai penerbangan yang melayani jalur ini antara lain [[Garuda Indonesia]], [[Citilink]], [[Sriwijaya Air]], Batavia[[Lion Air Group]] ([[Lion Air]], [[Wings Air]] (Group, [[LionBatik Air]]), [[MerpatiSuper AirlinesAir Jet]], [[Express Air]] dan [[Trigana Air Service|Trigana Air]]. Penerbangan dari luar provinsi dapat dilakukan melalui kota [[KotaDaerah MakassarKhusus Ibukota Jakarta|MakassarJakarta]], [[Kota ManadoSurabaya|ManadoSurabaya]], maupun[[Kota Makassar|Makassar]], [[Kota SorongManado|SorongManado]], dan tersedia juga penerbangan antar kota dalam provinsi yang dapat dipesan langsung pada maskapai terkait.
 
=== PelabuhanTransportasi Laut ===
[[File:Mangga dua seaport.jpg|thumb|Pelabuhan Mangga dua dari udara]]
Kota ini juga memiliki [[https://pelindo.co.id/port/pelabuhan-ternate lautPelabuhan A.Laut Ahmad Yani]] dengan jalur pelayaran yang dilalui kapal [[Pelni]] dua kali perminggu. Dua perusahaan ekspedisi kapal angkutan adalah [[Mentari]] dan [[Tanto]]. Untuk menyeberang ke pulau-pulau sekitar seperti [[Halmahera]], [[Tidore]], [[Hiri]], [[Moti]], [[Meitara]], dapat menggunakan perahu kecil dari ''fiberglass'' yang umum di sebut ''Speed'' dengan [https://dishubhaltim.amm-mks.co.id/assets/img/peraturan/22c60b4730a23052d6d8893b9e4e4ecb.pdf tarif mulaiyang Rpdisesuaikan] pada tahun 2022 lalu.8.000,-
 
=== Transportasi Darat ===
Transportasi darat di kota ini menggunakan angkutan penumpang dengan mobil [[Suzuki Carry]]. Sejak akhir tahun [[2005]] telah mulai beroperasi armada [[taksi]] milik swasta dengan jumlah armada sekitar 50 unit. Selain itu, juga tersedia transportasi lain berupa [[Ojek]] konvensional (luring) maupun daring ([[Gojek]], [[Grab (perusahaan)|Grab]]).
 
== Media ==