Kurnianingrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gaung Tebono (bicara | kontrib)
k →‎Referensi: →‎clean up: perbaikan kategori
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
 
(6 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 32:
Kurnianingrat lahir di [[Ciamis]], sebuah kota di dekat perbatasan [[Jawa Barat]] dan [[Jawa Tengah]], pada tanggal 4 September 1919.{{efn|{{harvtxt|Zainu'ddin|1994|p=115}} dan {{harvtxt|Zainu'ddin|1997|p=164}} memberikan informasi yang berlawanan tentang tanggal lahir Kurnianingrat, dengan sumber pertama menyebut tanggal 14 September dan sumber kedua menyebut tanggal 4 September. Perbedaan tersebut tampaknya dikoreksi dalam {{harvtxt|McCarthy|Zainuddin|2017|p=188}}, yang mencantumkan surat, tertanggal 17 September 1991, yang ditulis oleh Kurnianingrat dengan petikan, "Dua pekan lalu, aku merayakan ulang tahunku yang ke-72 [...]"}} Ayahnya adalah Raden Adipati Aria [[Sulaeman Sastrawinata]], seorang [[priyayi]] [[suku Sunda|Sunda]] yang diangkat menjadi [[Bupati]] Ciamis oleh pemerintah [[Hindia Belanda]].{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=117}}{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=161}}<ref>{{cite news | last = Muhammad | first = Erik | date = 13 October 2022 | title = Bupati Ciamis RAA Sastrawinata: Dihormati Belanda, Dibenci Rakyat | trans-title = Ciamis Regent RAA Sastrawinata: Respected by the Dutch, Despised by the People | url = https://www.harapanrakyat.com/2022/10/bupati-ciamis-raa-sastrawinata-dihormati-belanda-dibenci-rakyat/ | language = Indonesian | work = Harapan Rakyat | publisher = Harapan Rakyat Online | archiveurl = https://web.archive.org/web/20221013062302/https://www.harapanrakyat.com/2022/10/bupati-ciamis-raa-sastrawinata-dihormati-belanda-dibenci-rakyat/ | archivedate = 13 October 2022 | accessdate = 30 November 2022}}</ref>{{efn|Sebelum kedatangan para kolonialis asal Eropa, para penguasa tradisional Jawa selama masa [[Kesultanan Mataram]] memerintah lewat [[suzerenitas]]. {{harvtxt|Palmier|1960|p=205}} mencatat bahwa Belanda mengadopsi bentuk pemerintahan tersebut setelah berhasil menguasai Pulau Jawa, dan mengijinkan para penguasa lokal beserta keluarganya untuk memimpin suatu wilayah tertentu sebagai perwakilan dari pemerintah kolonial.}} Sulaeman menikahi Suhaemi, seorang guru sekolah asal [[Garut]] dan putri dari seorang tuan tanah lokal, setelah istri pertamanya meninggal akibat [[disentri]].{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=161}}{{sfn|Snouckaert van Schauburg|Irish'Stephenson|Adelink|Van Woesik|1937|p=96}} Karena istri pertamanya tidak memberinya anak, Sulaeman pun menamai anak pertama dari pernikahannya dengan Suhaemi dengan nama "Kurnia", yang berarti hadiah. Nama tersebut kemudian diikuti dengan akhiran "ningrat", yang berarti keturunan priyayi.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=161}}
 
Di sisi lain, Suhaemi bukan berasal dari keluarga priyayi, sehingga ia tidak dapat menyandang gelar Raden Ayu dan menjadi istri utama dari Sulaeman.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=161}} Sepuluh hari usai Kurnianingrat lahir, Sulaeman menikahi Kancananingrat, seorang janda yang merupakan anak dari Bupati [[Sumedang]], dan Kancananingrat pun menjadi istri utama dari Sulaeman dengan gelar Raden Ayu.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=162}}{{sfn|Snouckaert van Schauburg|Irish'Stephenson|Adelink|Van Woesik|1937|p=96}}{{efn|{{harvtxt|Sutherland|1973|p=128}} menyatakanmencatat bahwa garis keluarga paradari bupatiBupati Sumedang memegang peranperanan utamapenting dalam keluarga-keluarga arstokratikaristokratik Jawa Barat, yangdengan telah menjadi kepala bupati di Priangan—yang meliputi [[Cianjur]], Sumedang, dan Ciamis—pada masa Kesultanan Mataram. PengaruhnyaPengaruh mereka terlihat dari gelar [[pangeran]] yang mereka yangsandang, bersandingpadahal denganbupati bipatilain lainnyahanya yang memegangmenyandang gelar [[tumenggung]] atau [[adipati]].}} Kancananingrat memperlakukan Kurnianingrat seperti anaknya sendiri dan memenuhi kebutuhannya. Sementara itu, Kurnianingrat dan ibu kandungnya tinggal di sebuah rumah yang terpisah dari ''kabupaten'', kediaman Bupati dan Raden Ayu. Walaupun begitu, Kurnianingrat selalu disambut di ''kabupaten'' dan berkunjung setiap hari selama beberapa jam. Kurnianingrat juga kerap menemani ayahnya untuk berkeliling Ciamis.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=162}} Seorang adik laki-laki lalu lahir pada tahun 1924,{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=165}} dan dua orang adik perempuan masing-masing kemudian lahir pada tahun 1932 dan 1934.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=167}}
 
Kurnianingrat mulai bersekolah pada usia tiga atau empat tahun.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=162}} Setahun kemudian, Kurnianingrat diantar ke [[Tasikmalaya]] untuk tinggal bersama sebuah keluarga [[orang Indo|Indo-Eropa]], sehingga memungkinkannya untuk mempelajari [[bahasa Belanda]], yang menjanjikan kesempatan untuk pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik pada masa itu. Pada usia lima tahun, pengetahuan bahasa Belanda Kurnianingrat telah cukup baik, sehingga membuatnya dianggap layak untuk masuk ke sebuah sekolah dasar Eropa pada tingkat kedua.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=163}} Kurnianingrat kemudian diantar ke [[Bandung]] pada usia tujuh tahun untuk bersekolah di sebuah sekolah yang dijalankan oleh [[Tarekat religius Katolik|ordo]] [[Ursulin]]. Karena tidak dapat menemukan teman di sekolah tersebut, Kurnianingrat kerap mengunjungi bioskop, belajar bahasa Jerman, dan meningkatkan kemampuannya untuk berbicara dalam bahasa Inggris dengan menonton film-film asing.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=117}} Setelah lulus dari sekolah tersebut, Kurnianingrat bersekolah di ''Indo-Europees Verbond Kweekschool'', sebuah sekolah pelatihan guru di Bandung. Pada saat itu, ayahnya telah pensiun dari jabatan bupati dan menyewa sebuah vila di Bandung, sehingga memungkinkannya untuk tinggal bersama keluarganya.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=167}} Kurnianingrat mengikuti kursus pelatihan selama dua tahun, sehingga memungkinkannya untuk mendapat sertifikat {{lang|nl|Hoofdacte}} (guru kepala). Pada saat itu, ia juga mengajar paruh waktu di sebuah sekolah keputrian.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=168}}
Baris 56:
Masuknya media berbahasa Inggris ke Indonesia pada akhir dekade 1960-an meningkatkan jumlah orang Indonesia yang mempelajari dan menggunakan bahasa tersebut.{{sfn|Tempo|1974|p=46}} Sekolah-sekolah bahasa yang mengajarkan bahasa Inggris dan penerbit yang meluncurkan buku-buku pelajaran berbahasa Inggris pun berkembang pesat.{{sfn|Tempo|1974|p=49}} Namun, Kurnianingrat menyayangkan tingkat kemahiran berbahasa Inggris yang secara umum masih rendah, karena hanya sedikit orang yang mampu membayar biaya les privat.{{sfn|Tempo|1974|p=47}} Kurnianingrat lalu mendapat tawaran dari [[Longman]] asal [[London]] untuk menerbitkan buku pelajaran, tetapi ia menolaknya karena penerbit tersebut tidak ingin mencetak nama penulis di sampul buku. Sebuah penerbit domestik, Bhratara, kemudian menerbitkan buku pelajaran karya Kurnianingrat yang berjudul ''Practical Conversations'' pada tahun 1973.{{sfn|Tempo|1974|p=49}} Setahun kemudian, Kurnianingrat pensiun dari kegiatan mengajar di Universitas Indonesia.{{sfn|Tempo|1974|p=47}} Ia lalu memilih untuk mengajar secara privat.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=119}} Pada usia 70-an tahun, penglihatan Kurnianingrat menurun drastis, sehingga ia tidak dapat lagi menulis tanpa dibantu.{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xviii}} Untuk mengatasi kondisi tersebut, Kurnianingrat pun mempelajari [[Braille]].{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=119}}
 
Atas dorongan dari Rudolph-Sudirdjo, Kurnianingrat lalu mulai menulis memoar dan memasukkan draf-draf di antara surat-surat yang ia tulis untuk sejarawan [[Ailsa Thomson Zainuddin]] mulai bulan Januari 1991 hingga Juni 1993.{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xviii}} Memoar tersebut tidak pernah selesai, dan hanya sembilan bab yang menceritakan kisah hidupnya hingga usia 30-an tahun yang berhasil diselesaikan, sebelum akhirnya iaKurnianingrat jatuh sakit dan meninggal pada tanggal 18 Oktober 1993.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=115}}{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|pp=96, 102}} Semasa hidupnya, Kurnianingrat tinggal di [[Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur|Cipinang Muara]], [[Jatinegara, Jakarta Timur|Jatinegara]], [[Jakarta Timur]].{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xviii}}
 
== Kehidupan pribadi ==
[[File:Ali Sastroamidjojo, Duta Besar RI untuk Amerika Serikat.jpg|thumb|upright|Mantan perdana menteri [[Ali Sastroamidjojo]] (1903–1975), yang menikahi Kurnianingrat pada tahun 1970]]
Pada tahun 1940, padasaat penugasanmasih pengajaranmenjadi pertama Kurnianingratguru di Batavia, iaKurnianingrat menjalin hubungan[[Pacaran|berpacaran]] dengan Jusuf Prawira Adiningrat, seorang mahasiswa hukum. Keduanya diperkenalkan dengan satu sama lain melaluioleh Toos Prawira Adiningrat, saudara dari Jusuf danyang sepupujuga Kurnianingrat,merupakan yangsepupu menjadidan teman palingdekat dekatnyadari Kurnianingrat. Pada masasaat itu, iaKurnianingrat tinggal di rumah [[patih]] [[Sawah Besar|Weltevreden]]. KetikaSeiring hubungandengan Jusufmakin denganseriusnya Kurnianingrat menjadihubungan lebihantara seriuskeduanya, Jusuf kemudian meminta ijin dari ayah Kurnianingrat untuk menikahinya. Keduanya bertunangan menyusul proposallalu resmi atasbertunangan melalui perantaraan bupatidari Bupati dan Raden Ayu [[Cianjur]], para sepupu dari Jusuf. IaJusuf kemudian meminta Kementerian Pendidikan untuk memindahkan penugasannyapenugasan Kurnianingrat ke Purwakarta, sehinggaagar ia dapat terdampingimendampingi Kurnianingrat dengan baik.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=170}} Jusuf mengunjunginyamengunjungi Kurnianingrat setiap akhir pekan di Purwakarta., Namuntetapi saat keluarganyakeluarga Kurnianingrat dievakuasi darisebelum invasi Jepang, Kurnianingrat terpaksa meninggalkan kota tersebutPurwakarta tanpa Jusuf.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=171}} Bahkan usaiSetelah pasukan Jepang menduduki Purwakarta, iaKurnianingrat taktidak lagi mendapatkanmendapat kabar dari Jusuf. Sehingga, iasehingga Kurnianingrat kemudian kembali ke Purwakarta untuk mencarinyamencari Jusuf. DisanaDi sana, iaKurnianingrat mengetahuimendapati bahwa iaJusuf telah dibunuh oleh warga desa saat sedang dalam perjalanan menuju ke Purwakarta, olehkarena para warga desa yangJusuf menyangkanyadianggap sebagai [[Tionghoa Indonesia|orang Tionghoa]].{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=172}}
 
Kurnianingrat kemudian menikahi duda mantan perdana menteri [[Ali Sastroamidjojo]], yang istrinya telah meninggal beberapa haritahun sebelumnya.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=118}} merekaMereka telah mengenal satu sama lain saatsejak merekasama-sama beradatinggal di Yogyakarta—ketika Kurnianingrat menjadi guru dan Ali menjadi pemimpin republik—dan seringkalikerap bertemu pada acara-acara kenegaraan.{{sfn|Nalenan|2005|p=213}} Dalam sebuah surat pada tahun 1949 kepadayang konjenditulis untuk konsul jenderal Australia, [[Charles Eaton (perwira RAAF)|Charles Eaton]], Ali, dalam penugasannyakapasitasnya sebagai Menteri Pendidikan pada masasaat itu, memuji Kurnianingrat sebagai "salah satu guru paling terkualifikasiberkualifikasi dalam pelajaran bahasa Inggris di sekolah-sekolah menengah kami", membujukuntuk mendukung agar Kurnianingrat mengajukandapat diri untukmemperoleh belajarbeasiswa di Australia.{{sfn|Lee|1998|p=499}} Meskipun orang-orang yang mengenal Ali menganggapnya sebagai seorang pria yang kaku, Kurnianingrat melihat sifatbahwa lucunyaAli danadalah seringkaliseseorang memberikanyang hormathumoris padadan orang-orangsangat yang menganggapnyadihormati sebagai negarawanseorang negarawan tuasenior.{{sfn|Nalenan|2005|p=213}} Kurnianingrat membujuklalu mendorong Ali untuk merampungkanmenyelesaikan sebuah memoirmemoar, yang terbitakhirnya diterbitkan pada tahun 1974.{{sfn|Sastroamidjojo|1974|p=7}} Pada tiga bulan terakhir masa hidupnya, Ali terkena [[penyakit paru-paru]].{{sfn|Nalenan|2005|p=213}} Keduanya menikah daripada tahun 1970 sampaihingga akhirnya Ali meninggal pada tahun 1975.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=118}}{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=119}}
 
== Warisan ==
[[Berkas:Potret kartini 8 1.jpg|thumb|upright|[[Kartini]] (1879–1904), pelopor hak dan pendidikan wanita, yang disandingkan oleh Zainuddin dengan Kurnianingrat]]
Sejarawan Ailsa Thomson Zainuddin memandang Kurnianingrat sebagai seorang [[Kartini]] modern, yakni aristokrat dan advokat pendidikan dan emansipasi wanita [[suku Jawa|Jawa]] pada abad ke-19.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=117}} Kurnianingrat kemudian mengakui pada tahun-tahun terakhirnya bahwa ia "sangatbelajar untuk lebih memahamimengapresiasi Kartini" lewatmelalui tulisan-tulisan Zainuddin.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=199}} Dalam sebuah artikel taktahun diterbitkan1980 yang ditulistidak pada 1980diterbitkan, iaKurnianingrat membandingkan pencapaiannya sendiri dengan pencapaian Kartini:{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=117}}
 
{{Blockquote
|text=Saya lahir dalam sebuah lingkungan yang mirip dengan Kartini, pelopor emansipasi wanita di Indonesia, namuntetapi padabedanya, saya lahir empat puluh tahun berikutnyakemudian. Pada 1920andekade 1920-an, kabupaten taktidak lagi menempatkanmengurung para perempuan, dalamdan tembok-temboknya;bahkan kabupaten menjadi pusat bagi kaum muda untuk menuntut pendidikan merekailmu. BanyakSejumlah sepupu saya, baik laki-laki maupun perempuan, pun datang untuk tinggal di kabupaten dan merekakami dibesarkan bersama-sama secara setara. TakPara pernahperempuan adatidak para perempuanpernah merasa bahwa para laki-laki lebih tinggi dan kaum muda takjuga tidak harus merendahkan diri mereka sendiri di hadapan orang-orang yang lebih tua. KarenaSementara Kartini mengukirmendambakan kesempatan untuk meraihmemperoleh pembelajaranpendidikan Barat, kami terdorongdidorong untuk memahamimempelajari sebanyak mungkin mengenai budaya Barat.
}}
 
Ketika beradatinggal di Yogyakarta, Kurnianingrat menjadi saksimenyaksikan peristiwa-peristiwa [[Revolusi Nasional Indonesia]] dan seringrutin berbincangberinteraksi dengan para figurtokoh utamanya,{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=101}} termasuk Presiden Sukarno dan pria yang kelak menjadi suaminya, Ali Sastroamidjojo.{{sfn|Nalenan|2005|p=213}} Sejarawan [[Jean Gelman Taylor]] mendeskripsikan kehidupannyabahwa "memilikikehidupan hubunganKurnianingrat "berhubungan intimdekat dengan pendirian Indonesia".{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=96}} RumahnyaRumah Kurnianingrat di [[Gondokusuman, Yogyakarta|Gondokusuman]] seringkalipun rutin didatangi oleh para pengunjung, anggota keluarga, teman, dan bahkan pengungsi dari seranganagresi militer Belanda.{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=102}} IaKurnianingrat juga menjalin persahabatan dengan petugaspejabat Palang Merah Indonesia [[Paramita Abdurachman]] dan sejarawan Amerika Serikat [[George McTurnan Kahin]] (saat itu masih menjadi mahasiswa doktoral).{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=180}}{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=183}} Kemudian, iaKurnianingrat mencegah otoritas Belanda darimenyita merampas salinan-salinan pidato-pidato buatandari Sukarno, Mohammad Hatta, dan [[Mohammad Natsir]]—yang disiapkan untuk disiarkan ketika Belanda menyerang Yogyakarta—dan membantu Kahin untuk menyeludupkan merekasalinan-salinan keluartersebut darike luar Indonesia.{{sfn|Kahin|2003a|p=ix}}{{sfn|Kahin|2003b|p=105}} Dua muridnyamurid Kurnianingrat di Yogyakarta kemudian menjadi menteri pendidikan, yakni [[Daoed Joesoef]] dan [[Nugroho Notosusanto]].{{sfn|Nalenan|2005|p=213}}
 
Cendekiawan Australia [[Herbert Feith]], istrinya, Betty, dan Zainuddin merupakan teman seumur hiduplama Kurnianingrat.{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xi}} Feith datang ke indonesiaIndonesia pada tahun 1951 dan menjadi sukarelawan asal Australia pertama di Indonesia. IstrinyaBetty dan Zainuddin kemudian menyusul pada bulan Juli 1954 dan bekerja di IPBI, tempatdi mana Kurnianingrat menjadi wakil direkturkepala, selama delapan belas bulan. Pengalaman Kurnianingrat bekerja dengan tiga orang tersebut pun menjadikannya pendukung awal dari sukarelawan Australia. Meskipun sadar akan jurangkelemahan pemisahdari gerakan sukarela internasional—[[paternalisme]] yang ditunjukkan denganoleh mengirim pemahamannegara kenegaraanpengirim dan kemiskinanpemahaman dariyang kebutuhankurang lokal,mengenai iakebutuhan lokal—ia menulis dalam sebuah potongan opini pada tahun 1959, "AkuSaya hanya dapat berkata bahwa akusaya memilikisangat apresiasi mendalam untukmengapresiasi Volunteer Graduate Scheme dan cara iniyang mereka diupayakanupayakan untuk menjalinmembentuk hubungan bersahabatbaik dengan Indonesia."{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xv}}{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xvi}}
 
== Karya ==
Baris 91:
=== Daftar pustaka ===
{{Refbegin|2}}
* {{Cite magazine | date = 20 JulyJuli 1974 | title = Banjir Bahasa Inggeris: Mau Apa? | trans-title = A Deluge of English: For What Purpose? | language = Indonesian | magazine = [[Tempo (Indonesian magazinemajalah)|Tempo]] | pages = 46–49 | issn = 0126-4273 | ref = {{sfnref|Tempo|1974}}}}
* {{Cite book | last = Kahin | first = George McTurnan | date = 2003a | orig-date = 1952 | title = Nationalism and Revolution in Indonesia | url = https://books.google.com/books?id=WDgBBzWQ2DAC | series = Studies on Southeast Asia | location = Ithaca, New York | publisher = Cornell Southeast Asia Program Publications | isbn = 978-0-87727-734-7 | ref = {{sfnref|Kahin|2003a}}}}
* {{Cite book | last = Kahin | first = George McT. | date = 2003b | title = Southeast Asia: A Testament | url = https://books.google.com/books?id=Il5Tx5tKPM0C | location = London | publisher = RoutledgeCurzon | isbn = 978-0-415-29976-3 | ref = {{sfnref|Kahin|2003b}}}}
* {{Cite book | editor-last = Lee | editor-first = David | date = 1998 | chapter = Sastroamidjojo to Eaton | chapter-url = https://www.dfat.gov.au/about-us/publications/historical-documents/Pages/volume-15/458-sastroamidjojo-to-eaton | title = Indonesia 1949 | url = https://www.dfat.gov.au/about-us/publications/historical-documents/Pages/volume-15/1949-indonesia-volume-15 | series = Documents on Australian Foreign Policy, 1937–49 | volume = 15 | location = Victoria | publisher = Australian Government Publishing Service | pages = 498–499 | isbn = 978-0-644-38629-6 | ref = {{sfnref|Lee|1998}}}}
* {{Cite book | editor-last1 = McCarthy | editor-first1 = Ann | editor-last2 = Zainuddin | editor-first2 = Ailsa Thomson | date = 2017 | title = Bridges of Friendship: Reflections on Indonesia's Early Independence and Australia's Volunteer Graduate Scheme | location = Clayton, Victoria, Australia | publisher = Monash University Publishing | isbn = 978-1-925495-22-5 | ref = {{sfnref|McCarthy|Zainuddin|2017}}}}
* {{Cite book | last = Nalenan | first = Ruben | editor1-last = Bashri | editor1-first = Yanto | editor2-last = Suffatni | editor2-first = Retno | date = 2005 | chapter = Ali Sastroamidjojo: Merombak Pola Kekuatan Dunia | trans-chapter = Ali Sastroamidjojo: Reorganizing Global Power Patterns | title = Sejarah Tokoh Bangsa | trans-title = History of National Figures | url = https://books.google.com/books?id=bfJmDwAAQBAJ | location = Yogyakarta | publisher = Lembaga Kajian Islam dan Sosial | pages = 179–216 | isbn = 978-979-3381-77-0 | ref = {{sfnref|Nalenan|2005}}}}
* {{Cite magazine | date = 31 December 1943 | title = Oeroesan Pegawai Negeri, Pengoemoeman No. 5 | trans-title = Civil Service Affairs, Bulletin No. 5 | url = https://books.google.com/books?id=ZksnAAAAMAAJ | magazine = Kan Pō | script-work = ja:官報 | trans-work = Government Gazette | language = Indonesian | publisher = Jawa Gunseikanbu {{lang|ja|爪哇軍政監部}} [Office of the Military Administration of Java] | volume = 2 | issue = 33 (2) | pages = 5–148 | oclc = 18581578 | ref = {{harvid|Gunseikanbu|1943}}}}
* {{Cite journal | last = Palmier | first = Leslie H. | date = JanuaryJanuari 1960 | title = The Javanese Nobility under the Dutch | url = https://www.cambridge.org/core/journals/comparative-studies-in-society-and-history/article/abs/javanese-nobility-under-the-dutch/5764D2963A1CFFD546F8C95AE3B9E03A | url-access = subscription | journal = Comparative Studies in Society and History | publisher = Mouton & Co. | volume = 2 | issue = 2 | pages = 197–227 | doi = 10.1017/S0010417500000669 | jstor = 177815| s2cid = 145683953 | ref = {{sfnref|Palmier|1960}}}}
* {{Cite book | last = Sastroamidjojo | first = Ali | date = 1974 | title = Tonggak-Tonggak di Perjalananku | trans-title = Milestones in My Journey | url = https://fliphtml5.com/fncdh/khbe | language = Indonesian | location = Jakarta | publisher = Bagian Penerbitan Kinta | oclc = 6801006 | ref = {{sfnref|Sastroamidjojo|1974}}}}
* {{Cite book | last1 = Snouckaert van Schauburg | first1 = W. | last2 = Irish'Stephenson | first2 = M. | last3 = Adelink | first3 = J. C. H. | last4 = Van Woesik | first4 = M. F. X. M. | date = 1937 | title = De Nederlandsche Ridderorden, 1900–1936 | trans-title = The Dutch Orders of Knighthood, 1900–1936 | url = https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB06:000008515 | language = Dutch | location = Amsterdam / The Hague | publisher = Nederlandsche Biografische Uitgevers-Maatschappij NV| ref = {{sfnref|Snouckaert van Schauburg|Irish'Stephenson|Adelink|Van Woesik|1937}}}}
* {{Cite book | last = Stucki | first = Curtis W. | date = August 1959 | title = American Doctoral Dissertations on Asia, 1933–1958, Including Appendix of Master's Theses at Cornell University | url = https://ecommons.cornell.edu/bitstream/handle/1813/57506/037.pdf | series = Southeast Asia Program Data Papers | location = Ithaca, New York | publisher = Cornell University Southeast Asia Program | hdl = 1813/57506 | hdl-access = free| ref = {{sfnref|Stucki|1959}}}}
* {{Cite thesis | last = Sutherland | first = Heather | date = 1967 | title = 'Tempo Doeloe' and 'Pudjangga Baru': Aspects of Social and Intellectual Life in Twentieth-Century Batavia, focussing on the Indonesian Community 1933 to 1942 | url = https://openresearch-repository.anu.edu.au/handle/1885/111340 | degree = MA | publisher = Australian National University | doi = 10.25911/5d763445b2bb2 | doi-access = free | hdl = 1885/111340 | hdl-access = free| ref = {{sfnref|Sutherland|1967}}}}
* {{Cite journal | last = Sutherland | first = Heather | date = October 1973 | title = Notes on Java's Regent Families: Part I | url = https://ecommons.cornell.edu/bitstream/handle/1813/53565/INDO_16_0_1107129329_113_147.pdf | journal = Indonesia | publisher = Cornell University Southeast Asia Program | volume = 16 | issue = 16 | pages = 113–147 | doi = 10.2307/3350649 | hdl = 1813/53565 | hdl-access = free | jstor = 3350649 | ref = {{sfnref|Sutherland|1973}}}}
* {{Cite journal | date = 23 June 1950 | title = Visiting Teachers Honoured By Council | url = https://nla.gov.au/nla.obj-680907085 | journal = Education: Journal of the New South Wales Teachers' Federation | location = Sydney | publisher = N.S.W. Teachers' Federation | volume = 31 | issue = 9 | page = 72 | oclc = 220329934 | ref ={{sfnref|NSWTF|1950}}}}
* {{Cite journal | last = Zainu'ddin | first = Ailsa Thomson | date = OctoberOktober 1994 | title = In Memoriam: Jo Kurnianingrat Sastroamijoyo, September 14, 1919 – October 18, 1993 | url = https://ecommons.cornell.edu/bitstream/handle/1813/54041/INDO_58_0_1106970439_115_119.pdf | journal = Indonesia | publisher = Cornell University Southeast Asia Program | volume = 58 | issue = 58 | pages = 115–119 | hdl = 1813/54041 | hdl-access = free | isbn = 978-0-87727-858-0 | jstor = 3351108 | ref = {{sfnref|Zainu'ddin|1994}}}}
* {{Cite book | last = Zainu'ddin | first = Ailsa Thomson | editor-last = Taylor | editor-first = Jean Gelman | date = 1997 | chapter = Building the Future: The Life and Work of Kurnianingrat Ali Sastroamijoyo | title = Women Creating Indonesia: The First Fifty Years | url = https://books.google.com/books?id=5U-3AAAAIAAJ | series = Monash Papers on Southeast Asia | location = Clayton, Victoria, Australia | publisher = Monash Asia Institute | pages = 156–202 | isbn = 978-0-7326-1156-9 | ref = {{sfnref|Zainu'ddin|1997}}}}
{{Refend}}
 
{{Authority control}}
 
[[CategoryKategori:Tokoh Sunda]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Barat]]
[[Kategori:Tokoh Ciamis]]