Kurnianingrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan terjemahan
k Perbaikan terjemahan
Baris 22:
'''Raden Ajeng Kurnianingrat Sastrawinata''' ({{lahirmati||4|9|1919||18|10|1993}}), atau lebih dikenal dengan nama '''Kurnianingrat''',{{efn|Hingga tahun 1947, [[Ejaan Van Ophuijsen]] adalah [[ortografi]] yang digunakan dalam penulisan Bahasa Indonesia. Dalam sistem ejaan tersebut, nama Kurnianingrat ditulis sebagai Raden Adjeng Koernianingrat Sastrawinata ({{IPA-id|ra'dɛn a'dʒəŋ kʊrniaˈniŋrat sastrawi'nata|}}), sebagaimana yang dicantumkan di {{harvtxt|Gunseikanbu|1943|p=86}}. Di antara teman-temannya, {{harvtxt|Zainu'ddin|1997|p=157}} mencatat bahwa ia dikenal sebagai Jo ({{IPA-id|jo|}}), juga ditulis menggunakan sistem ejaan yang sama.}} adalah seorang pendidik dan pelopor kurikulum [[pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua]] di Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Inspeksi Pengajaran Bahasa Inggris (IPBI), sebuah lembaga di bawah [[Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia|Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia]], mulai tahun 1953 hingga 1956. Kemudian, ia menjabat sebagai kepala Program Studi Inggris di [[Universitas Indonesia]].
 
Lahir pada sebuah keluarga aristokrat [[Suku Sunda|Sunda]]—ayahnya adalah Bupati [[Kabupaten Ciamis|Ciamis]], [[Jawa Barat]] (saat itu masih merupakan bagian dari koloni [[Hindia Belanda]]) dan ibunya adalah seorang guru asal [[Kabupaten Garut|Garut]]—Kurnianingrat pun bersekolah di sekolah berbahasa Belanda dan tinggal bersama keluarga [[Bangsa Belanda|Belanda]] dan [[Orang Indo|Indo-Eropa]]. Setelah lulus dari sekolah menengah, ia melanjutkan studinya di sekolah pendidikan guru, dan kemudian lulus dengan gelar diploma pendidikan, dengan spesialisasi di [[psikologi]]. Tugas mengajar pertamanya, pada tahun 1938, adalah di [[Batavia]] (sekarang [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]), di tempat ia pertama kali mengetahui tentang perkembangan [[Kebangkitan Nasional Indonesia|gerakan nasionalis Indonesia]]. Selama dan segera setelah [[Pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda|Jepang menduduki Hindia Belanda]], ia bekerja dan tinggal di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]], serta menjadi saksi sekaligus berpartisipasi dalam [[Revolusi Nasional Indonesia]]. Di sana, ia bertemu dengan perdana menteri Indonesia, [[Ali Sastroamidjojo]], yang kemudian ia nikahi pada tahun 1970. Dua orang muridnya, [[Daoed Joesoef]] dan [[Nugroho Notosusanto]], lalu menjadi menteri pendidikan Indonesia.
 
Kurnianingrat juga pernah tinggal di luar Indonesia untuk melanjutkan studinya. Pertama, studi selama satu tahun di [[Sydney]] untuk mempelajari [[sistem pendidikan Australia]], lalu studi selama dua tahun di [[Universitas Cornell]] di [[Amerika Serikat]] untuk meraih gelar magister di bidang [[Sastra Inggris|literatur Inggris]]. Ia pun berteman dengan sejumlah akademisi asing, seperti [[Herbert Feith]] dan istrinya, Betty, [[Ailsa Thomson Zainuddin]], dan [[George McTurnan Kahin]]. Karena pengalamannya bekerja bersama Feiths dan Zainuddin, yang merupakan salah satu sukarelawan asal Australia pertama yang mengerjakan tugas untuk pemerintah Indonesia, ia pun menjadi pendukung awal dari program [[sukarelawan internasional]] Australia.
Baris 28:
== Biografi ==
 
=== Kehidupan awal, keluarga, dan pendidikan ===
[[File:Alun-alun in Tjiamis TMnr 60016887.png|thumb|[[Alun-alun]] Ciamis, {{circa|1925–1933}}. Kurnianingrat dan ibunya tinggal di sebuah rumah sederhana di dekat masjid di sebelah kanan, di belakang barisan pohon.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=162}}]]
Kurnianingrat lahir di [[Ciamis]], sebuah kota di dekat perbatasan [[Jawa Barat]] dan [[Jawa Tengah]], pada tanggal 4 September 1919.{{efn|{{harvtxt|Zainu'ddin|1994|p=115}} dan {{harvtxt|Zainu'ddin|1997|p=164}} memberikan informasi yang berlawanan tentang tanggal lahir Kurnianingrat, dengan sumber pertama menyebut tanggal 14 September dan sumber kedua menyebut tanggal 4 September. Perbedaan initersebut nampaknyatampaknya dikoreksi dalam {{harvtxt|McCarthy|Zainuddin|2017|p=188}}, yang mencantumkan surat, tertanggal 17 September 1991, yang ditulis oleh Kurnianingrat dengan petikan, "Dua pekan lalu, aku merayakan ulang tahunku yang ke-72 [...]"}} Ayahnya adalah Raden Adipati Aria [[Sulaeman Sastrawinata]], seorang [[priyayi]] [[suku Sunda|Sunda]] yang diangkat menjadi [[Bupati]] Ciamis oleh pemerintah [[Hindia Belanda]].{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=117}}{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=161}}<ref>{{cite news | last = Muhammad | first = Erik | date = 13 October 2022 | title = Bupati Ciamis RAA Sastrawinata: Dihormati Belanda, Dibenci Rakyat | trans-title = Ciamis Regent RAA Sastrawinata: Respected by the Dutch, Despised by the People | url = https://www.harapanrakyat.com/2022/10/bupati-ciamis-raa-sastrawinata-dihormati-belanda-dibenci-rakyat/ | language = Indonesian | work = Harapan Rakyat | publisher = Harapan Rakyat Online | archiveurl = https://web.archive.org/web/20221013062302/https://www.harapanrakyat.com/2022/10/bupati-ciamis-raa-sastrawinata-dihormati-belanda-dibenci-rakyat/ | archivedate = 13 October 2022 | accessdate = 30 November 2022}}</ref>{{efn|Sebelum kedatangan para kolonialis asal Eropa, para penguasa tradisional Jawa selama masa [[Kesultanan Mataram]] memerintah lewat [[suzerenitas]]. {{harvtxt|Palmier|1960|p=205}} mencatat bahwa Belanda mengadopsi bentuk pemerintahan tersebut setelah berhasil menguasai Pulau Jawa, dan mengijinkan para penguasa lokal beserta keluarganya untuk memimpin suatu wilayah tertentu sebagai perwakilan dari pemerintah kolonial.}} Sulaeman menikahi Suhaemi, seorang guru sekolah asal [[Garut]] dan putri dari seorang tuan tanah lokal, setelah istri pertamanya meninggal akibat [[disentri]].{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=161}}{{sfn|Snouckaert van Schauburg|Irish'Stephenson|Adelink|Van Woesik|1937|p=96}} Karena istri pertamanya tidak memberinya anak, Sulaeman pun menamai anak pertama dari pernikahannya dengan Suhaemi dengan nama "Kurnia", yang berarti hadiah. Nama tersebut kemudian diikuti dengan akhiran "ningrat", yang berarti keturunan priyayi.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=161}}
 
Di sisi lain, Suhaemi bukan berasal dari keluarga priyayi, sehingga ia tidak dapat menyandang gelar Raden Ayu dan menjadi istri utama dari Sulaeman.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=161}} Sepuluh hari usai Kurnianingrat lahir, Sulaeman menikahi Kancananingrat, seorang janda yang merupakan anak dari Bupati [[Sumedang]], dan Kancananingrat pun menjadi istri utama Sulaeman dengan gelar Raden Ayu.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=162}}{{sfn|Snouckaert van Schauburg|Irish'Stephenson|Adelink|Van Woesik|1937|p=96}}{{efn|{{harvtxt|Sutherland|1973|p=128}} menyatakan bahwa garis keluarga para bupati Sumedang memegang peran utama dalam keluarga-keluarga arstokratik Jawa Barat, yang telah menjadi kepala bupati Priangan—yang meliputi [[Cianjur]], Sumedang, dan Ciamis—pada masa Kesultanan Mataram. Pengaruhnya terlihat dari gelar [[pangeran]] mereka yang bersanding dengan bipati lainnya yang memegang gelar [[tumenggung]] atau [[adipati]].}} Kancananingrat memperlakukan Kurnianingrat seperti anaknya sendiri dan memenuhi kebutuhannya. Sementara itu, Kurnianingrat dan ibu kandungnya tinggal di sebuah rumah yang terpisah dari ''kabupaten'', kediaman Bupati dan Raden Ayu. Walaupun begitu, Kurnianingrat selalu disambut di ''kabupaten'' dan berkunjung setiap hari selama beberapa jam. Kurnianingrat juga kerap menemani ayahnya untuk berkeliling Ciamis.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=162}} Seorang adik laki-laki lalu lahir pada tahun 1924,{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=165}} dan dua orang adik perempuan masing-masing kemudian lahir pada tahun 1932 dan 1934.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=167}}
 
Kurnianingrat mulai bersekolah pada usia tiga atau empat tahun.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=162}} Setahun kemudian, Kurnianingrat diantar ke [[Tasikmalaya]] untuk tinggal bersama sebuah keluarga [[orang Indo|Indo-Eropa]], sehingga memungkinkannya untuk mempelajari [[bahasa Belanda]], yang menjanjikan kesempatan untuk pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik pada masa itu. Pada usia lima tahun, pengetahuan bahasa Belanda Kurnianingrat telah cukup baik, sehingga membuatnya dianggap layak untuk masuk ke sebuah sekolah dasar Eropa pada tingkat kedua.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=163}} Kurnianingrat kemudian diantar ke [[Bandung]] pada usia tujuh tahun untuk masukbersekolah kedi sebuah sekolah yang dijalankan oleh [[Tarekat religius Katolik|ordo]] [[Ursulin]]. Karena tidak dapat menemukan teman di sekolah tersebut, Kurnianingrat kerap mengunjungi bioskop, belajar bahasa Jerman, dan meningkatkan kemampuannya untuk berbicara dalam bahasa Inggris dengan menonton film-film asing.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=117}} Setelah lulus dari sekolah tersebut, Kurnianingrat bersekolah di ''Indo-Europees Verbond Kweekschool'', sebuah sekolah pelatihan guru di Bandung. Pada saat itu, ayahnya telah pensiun dari jabatan bupati dan menyewa sebuah vila di Bandung, sehingga memungkinkannya untuk tinggal bersama keluarganya.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=167}} Kurnianingrat mengikuti kursus pelatihan selama dua tahun, sehingga memungkinkannya untuk mendapat sertifikat {{lang|nl|Hoofdacte}} (guru kepala). Pada saat itu, ia juga mengajar paruh waktu di sebuah sekolah keputrian.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=168}}
 
=== Karir awal dan kegiatan masa perang ===