Langit Makin Mendung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
JThorneBOT (bicara | kontrib)
→‎Referensi: clean up, replaced: [[Category: → [[Kategori:
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(24 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox short story <!--See [[Wikipedia:WikiProject Novels]]-->
| name = Langit Makin Mendung
| image = <!-- include the [[FileBerkas:]] and size -->
| caption =
| title_orig =
Baris 19:
| followed_by =
}}
"'''Langit Makin Mendung'''" adalah cerita pendek Indonesia yang kontroversial. Diterbitkan di majalah ''Sastra'' dengan nama pena Kipandjikusmin pada bulan Agustus 1968,. ceritaCerita ini mengisahkan [[Muhammad]] turun ke Bumi bersama malaikat [[Jibril]] untuk menyelidiki sebab sedikitnya Muslim yang masuk [[jannah|surga]]. Mereka menemukan bahwa Muslim di Indonesia mulai melakukan [[fornikasi]] (hubungan seks), minum alkohol, berperang sesama Muslim, dan bertindak melawan ajaran-ajaran Islam, teracuni oleh ideologi pemerintahan [[Soekarno]] yang menggabungkan nasionalisme, agama, dan komunisme ([[nasakom]]). Karena tidak kuasa menghentikan penistaan yang terjadi, Muhammad dan Jibril hanya bisa menyaksikan manuver politik, kejahatan, dan kelaparan di [[Jakarta]] dengan menyamar sebagai elang.
 
Setelah diterbitkan, "Langit Makin Mendung" dihujani kritik karena penggambaran [[Allah]], Muhammad, dan Jibril, sehingga dilarang terbit di [[Sumatera Utara]] dan kantor ''Sastra'' di Jakarta diserang massa. Meski penulis dan penerbitnya sudah menyatakan permintaan maaf, kepala editor ''Sastra'', [[HB Jassin]], diadili karena penistaan agama. Ia kemudian dijatuhkan [[hukuman tunda]]penjara selama satu tahun dengan masa percobaan selama dua tahun. Pandangan kritis terhadap cerita ini beragam. Cerita ini sempat dibanding-bandingkan dengan ''[[Divine Comedy]]'' karya [[Dante]] yang menceritakan pria yang mengadakan perjalanan spiritual ditemani teman spiritual, namun tetap dikritik karena menampilkan Allah, Muhammad, dan Jibril dengan cara negatif. Kasus hukumnya sendiri masih diperdebatkan dan kedua pihak mempermasalahkan [[kebebasan berpendapat]] dan lingkup imajinasi.
 
== Latar belakang ==
Indonesia adalah negara mayoritas Muslim terbesar di dunia. Jumlah ini memberi pengaruh besar terhadap pembangunan Indonesia, baik pada era [[Revolusi Nasional Indonesia|revolusi nasionalnasionalnya]]nya maupun era modern.{{sfn|Tahqiq|1995|p=v}} Akan tetapi, jumlah umat yang besar digunakan untuk menjustifikasi dan mempromosikan jabatan politik. [[Hindia Belanda|Pemerintah kolonial Belanda]] mengurangi peran para pemuka agama, [[kyai]], dan [[ulama]], agar mereka tidak memakai pengaruhnya untuk merintis pemberontakan. Penguasa masa kini memakainya untuk "mempertahankan status quo", sementara pihak yang mendesak perubahan memakai Islam sebagai jalan menuntut keadilan atau kepentingan politik lain. Hal ini mendorong terjadinya fragmentasi secara umum.{{sfn|Tahqiq|1995|pp=v–vii}}
 
Pada awal 1960-an, Presiden [[Soekarno]] mendeklarasikan ideologi negara [[Nasakom]] yang berarti ''Nasionalisme, Agama, dan Komunisme''. Nasakom akan melengkapi kebijakan [[Pancasila]] yang sudah ada. Deklarasi ini dipandang sebagai bukti meningkatnya pengaruh [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI),{{sfn|Setiono|2008|p=808}} sehingga menciptakan konflik antara PKI dan [[Tentara Nasional Indonesia|militer]].{{sfn|Deakin|1976|p=86}} Di tengah-tengah [[konfrontasi Indonesia–Malaysia|konfrontasi dengan Malaysia]], Soekarno memecat Jenderal [[Abdul Haris Nasution|Nasution]], Komandan Angkatan Darat, dan mengangkat [[Ahmad Yani]], sementara PKI menyebarkan rumor bahwa dewan jenderal yang disponsori CIA berencana menjatuhkan pemerintahan sambil membawa-bawa bukti [[Dokumen Gilchrist]].{{sfn|Deakin|1976|p=86}} Akhirnya, [[Gerakan 30 September|kudeta]] yang diduga disponsori PKI berujung pada kematian enam jenderal{{sfn|Setiono|2008|p=879}} dan berakhir dengan [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|pembantaian para terduga komunis]] dan [[Transisi ke Orde Baru|kejatuhan pemerintahan Soekarno]].{{sfn|Cribb|2002|p=550}}
 
== Alur ==
[[Muhammad]] dan [[Nabi Islam|nabi-nabi Islam]] lainnya, karena bosan tinggal di [[jannah]] (surga) lelah memuja-muji [[Allah]], meminta izin kepada-Nya untuk kembali ke Bumi. Kecewa atas permintaannya, Allah meminta Muhammad menjelaskan sebab ia ingin kembali, padahal Allah sudah memberinya banyak hal. Muhammad menjawab bahwa ia ingin melakukan mengetahuimenyelidiki penyebab sedikitnya jumlah Muslim yang masuk surga. Setelah melepaskan kacamata-Nya, Allah merespon bahwa mereka (manusia) telah diracuni kebijakan [[Nasakom]] [[Soekarno]] dan memberi izin kepada nabi.
 
Tidak lama kemudian, Muhammad berangkat dari bandara jannah menggunakan [[buraq]] (kuda bersayap). Malaikat [[Jibril]] menemaninya. Di tengah jalan, mereka bertemuberpaspasan wahanadengan antariksasebuah [[satelit]] milik [[Uni Soviet|Soviet]]. Sempat mendengar bahwa mereka orang [[kafir]], Muhammad pun menyelidikinya. Sayangnya, ia menabrak wahanasatelit tersebut, menghancurkan wahana dan buraq-nya, dan menewaskan tiga kosmonotkosmonaut. Muhammad dan Jibril berhasil mendarat di awan. Mereka kemudian melewati [[Jakarta]]. Jibril menyebut Jakarta sebagai tempat paling penuh dosa di Bumi. Muhammad marah dengan Jibril yang menyatakan bahwa dari [[Islam di Indonesia|90 juta Muslim Indonesia]], tidak sampai satu juta yang merupakan penganut sejati. Menghadapi fakta bahwa Jakarta adalah tempat kelahiran Nasakom, Muhammad menyatakan bahwa Islam tidak akan pernah mati dan ia pun menunggu di awan.
 
Sementara itu di Jakarta, wabah flu sedang menjangkiti penduduknya. Salah satu penderita penyakit ini adalah Presiden Soekarno. Ia menyurati Ketua Partai [[Mao Zedong]] agar mengirimkan dokter. Mao mengirim dokter yang kemudian meracuni Soekarno untuk melumpuhkannya dan membantu [[Gerakan 30 September]] menggulingkan pemerintahan. Racun yang lambat bereaksi ini membuat Soekarno pingsan setelah ia dan menteri-menterinya berpesta pora secara [[haram]]. Mereka mengonsumsi daging babi dan kodok dan [[zina|berzina]] (seks di luar pernikahan).
 
Muhammad dan Jibril berubah menjadi elang supaya bisa melihat Jakarta. Mereka melihat prostitusi, perselingkuhan, pencurian, dan pesta minum-minum. Muhammad terkejut melihat zina dan pencurian tidak dihentikan. Ia meminta Jibril membantunya [[rajam|merajam]] para pelaku perselingkuhan dan memotong tangan para pencuri. Jibril mengatakan bahwa batunya tidak cukup untuk merajam semua orang yang selingkuh dan pedang-pedangnya sudah diganti dengan senjata yang dibeli oleh para "kafir" Soviet dan Amerika Serikat yang "memuja-muja dolar". Mereka melihat seorang menteri bernama Togog yang berupaya memanfaatkan [[Dokumen Gilchrist]] untuk menjatuhkan Soekarno. Muhammad menyerah menghadapi Indonesia dan berencana memasang televisi di jannah.
 
Soekarno akhirnya sembuh dari racun tersebut dan diberitahu soal Dokumen Gilchrist. Ia juga diberitahu bahwa Cina menegosiasikan ulang perjanjian mereka untuk menyuplai senjata militer demi membantu konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Soekarno memakai Dokumen Gilchrist untuk menyebarkan rumor dan rasa tidak percaya di kalangan penduduk, memecat komandan militernya, dan memulangkan duta besar Cina.
 
== Penulisan dan pengaruh ==
"Langit Makin Mendung" ditulis dengan nama pena Kipandjikusmin. [[HB Jassin]], kepala editor ''Sastra'', mengatakan bahwa Kipandjikusmin lahir dari keluarga Muslim namun mengenyam pendidikan di sekolah junior Katolik sebelum masuk akademi kelautan. Jassin menulis bahwa pendidikan Katoliknya, bersama [[literatur Kristen|literatur]] yang memersonifikasi Tuhan dan malaikat, mungkin ikut memengaruhi gaya penulisannya. Pengaruh lain adalah [[wayang]] Jawa yang kisah tradisionalnya memiliki hierarki dewa antropomorfik.{{sfn|Tahqiq|1995|pp=31–33}} Jassin juga melihat adanya pengaruh dari budaya era [[Sejarah Indonesia (1959–1965)|Demokrasi Terpandu]] seperti penggunaan istilah [[sputnik]] dan komentar sosial disertai kutukan keras terhadap [[prostitusi di Indonesia]] dan Nasakom Soekarno.{{sfn|Tahqiq|1995|p=41}}
 
Kipandjikusmin kelak memberitahu majalah ''Ekspres'' bahwa tujuannya menulis cerita pendek ini adalah mengekspos korupsi di tubuh pemerintahan Soekarno. Ia berfokus pada para pemuka agama yang menyetujui Nasakom ketika masih layak diikuti, tetapi beralih melawan PKI ketika partai tersebut diburu dan para anggotanya dibunuh.{{sfn|Deakin|1976|p=86}} Ia juga mengakui pengaruh yang dipaparkan Jassin dan menulis bahwa ia sering membayangkan [[Surga (Kristen)#Katolik Roma|surga Katolik]] seperti Kahyangan Jawa, Tuhannya sama seperti [[Siwa|Batara Guru]], dan penggambaran Muhammad dan Jibril yang berubah menjadi elang dipengaruhi gambaran [[Yesus Kristus|Kristus]] sebagai [[Anak Domba Allah]] (agnus dei).{{sfn|Tahqiq|1995|pp=31–33}} Awalnya cerita ini direncanakan terbit dalam bentuk serial. Bagian keduanya sudah diterima Jassin saat kontroversi bagian pertamanya mulai bermunculan.{{sfn|Rampan|2000|p=257}}
 
== Gaya ==
Sejumlah kritikus menyebut "Langit Makin Mendung" ditulis dengan bahasa yang blak-blakan dan menyinggung. Jassin berpendapat bahwa gaya ini, meskipun langsung dan kadang-kadang tidak sopan, memiliki unsur ironi, humor, sarkasme, dan sinisisme.{{sfn|Tahqiq|1995|p=41}}
 
== Rilis dan tanggapan ==
"Langit Makin Mendung" diterbitkan di majalah ''Sastra'' yang dipimpin [[HB Jassin]] pada Agustus 1968 dengan nama pena Kipandjikusmin.{{efn|name=pen name}}{{sfn|Tahqiq|1995|p=vii}} Cerita ini langsung menuai kontroversi. Sejumlah Muslim Indonesia menganggapnya penistaan dan [[Islam dan penistaan|pelecehan terhadap Islam]]. Salah satu poin yang dipermasalahkan adalah personifikasi Allah secara antropomorfik, serta penggambaran Muhammad dan tokoh-tokoh Islam lainnya yang dirasa "kurang menghormati". Cerita ini dilarang terbit di [[Sumatera Utara]] pada 12 Oktober{{sfn|Rampan|2000|p=256}} dan beberapa grup remaja Islam menyerang kantor ''Sastra'' di Jakarta.{{sfn|Deakin|1976|p=85}} Setelah berkali-kali diancam, Jassin dan editor pendampingnya Rachman mengeluarkan pernyataan maaf ke publik. Meskipun begitu, majalah ini tetap dilarang terbit.{{sfn|Deakin|1976|p=86}} Tanggal 22 atau 25 Oktober 1968, Kipandjikusmin ikut meminta maaf lewat surat kabar ''[[Kami (surat kabar)|Kami]]''.{{sfn|Tahqiq|1995|p=33}}
 
Pada bulan April 1969 atau Februari 1970, kantor Jaksakejaksaan Agungsetempat di [[Medan]] menuntut Jassin dengan pasal penistaan agama{{sfn|Tahqiq|1995|p=35}}{{sfn|Deakin|1976|p=86}} karena menolak mengungkapkan nama asli Kipandjikusmin.{{sfn|''The Jakarta Post'', 2000-03-12, "Memory of Jassin"}} Di pengadilan, Jassin berpendapat bahwa cerita ini adalah hasil imajinasi penulis dan tidak bisa dianggap melecehkan Islam.{{sfn|Tahqiq|1995|p=39}} Ia juga mengutip beberapa penggambaran Allah secara fisik di [[Quran]] dan literatur [[Sufi]] serta pengaruh Kristen dari sang penulis. Seorang saksi dalam sidang ini, ulama dan penulis ternama [[Hamka|Haji Abdul Malik Karim Amrullah]] (Hamka), mengatakan bahwa penggambaran Allah yang memakai kacamata menandakan Allah tidak sempurna, bertentangan dengan personifikasi versi Jassin yang didasarkan pada cinta manusia kepada Allah. Hamka kelak menyatakan bahwa tak seorang pun yang mampu memunculkan rasa kebencian terhadap Muhammad selain Kipandjikusmin sejak era [[Perang Salib]].{{sfn|Mujiburrahman|2006|p=215}} Jassin dijatuhkan [[hukuman penjara selama setahun dengan masa percobaan]] selama satudua tahun.{{sfn|Deakin|1976|p=86Ensiklopedia Sastra Indonesia}}
 
== Polemik ==
=== Sastra ===
Jassin menulis bahwa "Langit Makin Mendung", akibat imajinasi penulisnya, bukanlah dogma, sejarah, etika, atau realita objektif, namun sebuah karya yang berada di dalam dunianya sendiri. Hasilnya, Allah, Muhammad, dan tokoh agama lainnya hanya berupa [[tokoh fiktif|tokoh fiksi]] dan tidak mewakili yang aslinya. Ia juga berpendapat bahwa "Langit Makin Mendung" tidak ditujukan sebagai penghinaan, melainkan [[kritik sosial]] tentang anggapan kesalahan dan korupsi pada masa pemerintahan Soekarno. Ia menyamakan "Langit Makin Mendung" dengan ''[[Divine Comedy]]''-nya [[Dante]] dan ''[[Javid Nama]]''-nya [[Allama Muhammad Iqbal]] yang berfokus pada perjalanan seorang manusia bersama pemandunya{{sfn|Tahqiq|1995|pp=39–41}} dan dikritik karena pembacanya menyamakan buah imajinasi sebagai penghinaan agama.{{sfn|Tahqiq|1995|p=45}}
 
Baris 62:
Kritikus sastra Indonesia M. Jusuf Lubis memberi pandangan yang berlawanan. Menurutnya, "Langit Makin Mendung" yang didasarkan pada peristiwa dan dogma asli ikut menyertakan [[Isra Mi'raj]] Muhammad. Ia menolak pandangan bahwa kontroversi ini muncul akibat ceritanya disalahpahami. Ia menulis bahwa Muslim Indonesia bereaksi karena mereka tidak akan menerima karya-karya yang mereka anggap menolak eksistensi Alah dan membanding-bandingkan [[Pancasila]] dengan Nasakom. Ia mencatat bahwa Jassin menyampaikan pendapat yang tidak konsisten. Jassin menyebut representasi Allah, Muhammad, dan Jibril sebagai bagian imajinasi penulis, tetapi menganggap Soekarno dan Nasakom sebagai hal yang memengaruhi penulis.{{sfn|Tahqiq|1995|pp=46–47}}
 
=== Hukum ===
[[Berkas:Taufiq Ismail crop.jpg|thumbjmpl|alt=Taufiq Ismail in a black [[peci]]|Taufiq Ismail mendukung ''Sastra'', bukan "Langit Makin Mendung"]]
Banyak studi dilakukan untuk mempelajari aspek hukum kasus "Langit Makin Mendung". Salah satu opini menyatakan bahwa kantor jaksa tidak punya dasar hukum untuk bertindak sebagai hakim sekaligus kritikus sastra dalam kasus ini dan hukum penistaan agama yang dipakai tidak berada dalam tingkat pemerintahan atau parlemen. Pembredelan ''Sastra'' dikritik karena tidak berdasar hukum karena hukum pembredelan media cetak waktu itu hanya berlaku bagi terbitan luar negeri. Sesuai hukum pers yang berlaku, pembredelan majalah memerlukan persetujuan Dewan Pers. Perlunya [[kebebasan berpendapat]] juga diangkat dalam opini tersebut.{{sfn|Tahqiq|1995|pp=35–36}}
 
Baris 87:
* {{cite journal | last = Cribb | first = Robert | year = 2002 | title = Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965–1966 | journal = Asian Survey | volume = 42 | issue = 4 | pages = 550–563 | publisher = | doi = 10.1525/as.2002.42.4.550 | jstor = 10.1525/as.2002.42.4.550 | ref = harv }}
* {{cite journal | last = Deakin | first = Christine | year = 1976 | title = Langit Makin Mendung : Upheaval in Indonesian Literature | journal = Archipel | volume = 11 | issue = | pages = 85–105 | publisher = | doi = 10.3406/arch.1976.1268 | url = http://www.persee.fr/web/revues/home/prescript/article/arch_0044-8613_1976_num_11_1_1268 | ref = harv | accessdate = 30 August 2011 }} ''Note: Also contains a translation of the story''
* {{cite web | url = http://wwwensiklopedia.thejakartapostkemdikbud.comgo.id/newssastra/2000artikel/03/12/memory-jassin-remains-vivid.htmlHeboh_Sastra_1968 | title = MemoryHeboh ofSastra Jassin remains vivid | date=12 March 20001968 | work=The JakartaEnsiklopedia PostSastra Indonesia| ref = {{sfnRef|.27.27The Jakarta Post.27.27, 2000-03-12, "MemoryEnsiklopedia ofSastra Jassin"Indonesia}} | accessdate = 2814 AugustMaret 20112019 }}
* {{cite web | url = http://www.thejakartapost.com/news/2000/03/12/memory-jassin-remains-vivid.html | title = Memory of Jassin remains vivid | date = 12 March 2000 | work = The Jakarta Post | ref = {{sfnRef|.27.27The Jakarta Post.27.27, 2000-03-12, "Memory of Jassin"}} | accessdate = 28 August 2011 | archive-date = 2009-07-22 | archive-url = https://web.archive.org/web/20090722194758/http://www.thejakartapost.com/news/2000/03/12/memory-jassin-remains-vivid.html | dead-url = yes }}
* {{cite book | title = Feeling Threatened : Muslim-Christian Relations in Indonesia's New Order | last = Mujiburrahman | year = 2006 | publisher = ISIM | location = Leiden | isbn = 978-90-5356-938-2 | url = http://books.google.com/?id=g2AtOlJMPTUC&pg=PA357&dq=%22Langit+Makin+mendung%22#v=onepage&q=%22Langit%20Makin%20mendung%22&f=false | accessdate = | ref = harv }}
* {{cite book | title = LeksikonFeeling SusastraThreatened Indonesia: |Muslim-Christian trans_titleRelations =in AIndonesia's Lexicon of Indonesian LiteratureNew Order| last = Rampan Mujiburrahman| language = Indonesian | first = Korrie Layun | year = 2000 2006| publisher = Balai Pustaka ISIM| location = Jakarta Leiden| isbn = 978-97990-6665356-358938-3 2| url = http://books.google.com/?id=iCh2XorBXNgCg2AtOlJMPTUC&pg=PA257PA357&dq=HB%22Langit+JassinMakin+mendung%22#v=onepage&q=HB%20Jassin22Langit%20Makin%20mendung%22&f=false|accessdate =| ref = harv | accessdate = }}
* {{cite book | title = TionghoaLeksikon dalam Pusaran PolitikSusastra Indonesia| trans_title = Indonesia'sA ChineseLexicon Communityof under Political TurmoilIndonesian Literature| last = SetionoRampan|language = Indonesian| first = Benny G.Korrie Layun| year = 2008 2000| publisher = TransMediaBalai Pustaka | location = Jakarta | isbn = 978-979-799666-052358-7 3| url = http://books.google.com/books?id=CH0p3zHladEC iCh2XorBXNgC&pg=PA257&dq=HB+Jassin#v=onepage&q=HB%20Jassin&f=false| ref = harv|accessdate = }}{{Pranala mati|date=Juni accessdate2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{cite book|title = Tionghoa dalam Pusaran Politik|trans_title = Indonesia's Chinese Community under Political Turmoil|last = Setiono|first = Benny G.|year = 2008|publisher = TransMedia Pustaka|location = Jakarta|isbn = 978-979-799-052-7|url = http://books.google.com/books?id=CH0p3zHladEC|ref = harv|accessdate = }}
* {{cite thesis | degree = Master of Arts | title = Freedom of Speech and Literary Expression: A Case Study of ''Langit Makin Mendung'' by Kipandjikusmin | url = http://digitool.library.mcgill.ca/R/-?func=dbin-jump-full&object_id=23246&silo_library=GEN01 | last = Tahqiq | first = Nanang | year = 1995 | publisher = McGill University | isbn = 978-0-612-07962-5 | ref = harv | accessdate = 30 August 2011 | docket= | oclc= }} ''Note: Also contains a translation of the story''
{{refend}}
 
{{artikel baguspilihan}}
 
{{Agama di Indonesia}}
 
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Cerita pendek tahun 1968]]
[[Kategori:Penyensoran di Indonesia]]
[[Kategori:Sastra tentang Islam]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1968]]
 
[[Kategori:Sastra Indonesia]]
{{Link GA|en}}