Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ign christian (bicara | kontrib)
k ←Suntingan 103.47.132.10 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Kenrick95Bot
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
Baris 22:
Mengingat begitu pentingnya mendorong inisiasi dan kebersamaan perjuangan penegakan HAM di Indonesia, sejak tahun [[2007]] ini, [[LPHAM]] yang kebetulan dimiliki oleh para mujahid-mujahid HAM seperti Poncke dan Yap mendukung sepenuhnya inisiatif, kepeloporan dan keberanian seluruh elemen masyarakat dalam rangka perlindungan HAM dengan menganugerahkan kepada mereka sebuah penghargaan yang bernama [[Poncke Princen Human Rights Prize]]. [[Poncke Princen]] [[Human Rights]] [[Prize]] sesuai nama figur [[HJC Princen]] adalah penghargaan yang diberikan untuk orang/ lembaga yang berani mengambil inisiatif pertama kali dalam melindungi dan memajukan HAM sebagaimana Poncke Princen yang berani menjadi pioneer dalam menghentikan pembantaian [[purwodadi]] pada [[1969]] dan sejumlah aktivitas kemanusiaan selama hidupnya.
 
Penghargaan ini perlu dibuat untuk melestarikan semangat dan keberanian dalam menegakan HAM. Karena upaya penegakan HAM di Indonesia tidak hanya membutuhkan keberanian tapitetapi juga konsistensi menempuh bahaya, sehingga benar-benar membutuhkan lebih banyak pioneer yang memperjuangkan penegakan HAM seperti yang telah dilakukan Poncke pada masa lalu. Untuk alasan itu pula, penghargaan ini akan mendorong pencarian dan mendukung aktivitas pelopor penegakan HAM diseluruh tanah air setiap tahunnya secara terus menerus.
 
Untuk pertama kalinya yaitu tahun 2007, penghargaan ini diberikan kepada 3 pihak yang telah berani melakukan upaya promosi dan penegakan HAM yaitu: [1] ''Human Rights life time achievement'' untuk pejuang HAM, [[Munir]] (1965-2004). [2] ''Human Rights Promotor and Educator'' untuk dosen STPDN/IPDN, [[Inu Kencana Syafei]]. [3] ''Human Rights Campaigner'' untuk [[Liputan 6 SCTV]].
 
Tiga nama tersebut, masing-masing telah memberikan kontribusi yang signifikan tidak saja bagi penghormatan nilai-nilai kemanusiaan tapitetapi juga kontribusi reformasi politik dari sebuah sistem yang cenderung mengabaikan hak asasi.
 
Pada tahun 2008, LPHAM kembali memberikan dua penghargaan Poncke Princen Prize dengan kekhususan kepeloporan dalam bidang Hak Asasi Manusia, pertama kepada insitiatif ‘Ibu Kembar’ Sri Rosiati dan Sri Irianingsih yang telah membuat pendidikan alternatif bagi orang-orang tak mampu secara konsisten dan kontinyu terhadap pendidikan dan promosi hak asasi manusia (''Human Rights Promotor and Educator'') serta terhadap pemajuan HAM di Indonesia. Kedua kepada usaha Korban dan pendamping Korban Kasus Lumpur Lapindo yang telah mengungkap kebenaran atas apa yang secara jahat disembunyikan oleh pemerintah sehingga memunculkan dampak pada kampanye perlunya penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia (''Human Rights campaigner'').