Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Farras (bicara | kontrib)
k delete geocities
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Di tahun +Pada tahun)
Baris 6:
LPHAM yang didirikan oleh [[Poncke Princen|H. J. C. Princen]] dan [[Yap Thiam Hien]] pada [[29 April]] [[1966]] sebenarnya dipersiapkan untuk menghadang upaya sporadik pemerintah orde baru yang melakukan pembunuhan, penangkapan dan tindakan kejahatan HAM lainnya terhadap simpatisan anggota [[PKI]] dan mereka yang dituduh PKI. Salah satu dari kerja besar LPHAM dalam mengkoreksi tindakan merendahkan manusia itu antara lain desakan untuk menghentikan pembunuhan massal di [[Purwodadi]], [[Jawa Tengah]] yang di instruksikan Presiden [[Soeharto]], [[M. Panggabean]] dan Surono tahun [[1968]]. Walaupun protes ini berujung pada penangkapan, Direktur LPHAM, Princen, oleh [[Kopkamtib]] dengan tuduhan komunis, namun aksi pembantaian tersebut dihentikan.
 
DiPada tahun yang sama LPHAM bersama [[Goenawan Muhammad]], seorang wartawan menginvestigasi dan membuat laporan tentang pelanggaran HAM di [[Pulau Buru]]. Laporan tersebut akhirnya menjadi bahan tulisan [[Amnesty Internasional]]. Selanjutnya untuk menangani para korban PKI yang mengalami trauma kejiwaannya, di tahun 1967, LPHAM menggagas berdirinya P3HB (Panitia Pusat Pemulihan Hidup Baru) yang dikelola Yap Thiam Hien.
 
Sempat berganti 2 hingga 3 kali pengurus, lembaga yang membidani lahirnya [[YLBHI]] (1970), [[INFIGHT]] (''Indonesian Front for Defence of Human Rights'', 1990), [[KontraS]] (1998) dan beberapa lembaga advokasi lain, akhirnya dibadanhukumkan sekitar tahun 1988 seiring dengan keinginan pemerintah mengendalikan LSM dengan mengeluarkan [[UU Ormas 1985]].
Baris 28:
Tiga nama tersebut, masing-masing telah memberikan kontribusi yang signifikan tidak saja bagi penghormatan nilai-nilai kemanusiaan tapi juga kontribusi reformasi politik dari sebuah sistem yang cenderung mengabaikan hak asasi.
 
DiPada tahun 2008, LPHAM kembali memberikan dua penghargaan Poncke Princen Prize dengan kekhususan kepeloporan dalam bidang Hak Asasi Manusia, pertama kepada insitiatif ‘Ibu Kembar’ Sri Rosiati dan Sri Irianingsih yang telah membuat pendidikan alternatif bagi orang-orang tak mampu secara konsisten dan kontinyu terhadap pendidikan dan promosi hak asasi manusia (''Human Rights Promotor and Educator'') serta terhadap pemajuan HAM di Indonesia. Kedua kepada usaha Korban dan pendamping Korban Kasus Lumpur Lapindo yang telah mengungkap kebenaran atas apa yang secara jahat disembunyikan oleh pemerintah sehingga memunculkan dampak pada kampanye perlunya penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia (''Human Rights campaigner'').
 
== Pranala luar ==