Ludwig Ingwer Nommensen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 16:
Pada usia 20 tahun, Nommensen berangkat ke [[Barmen]] (sekarang [[Wuppertal]]) untuk melamar menjadi penginjil.<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Selama empat tahun, ia belajar di seminari [[Misionaris|zending]] [[Gereja Lutheran|Lutheran]] [[Rheinische Missionsgesellschaft]] (RMG).<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Sesudah lulus, ia kemudian ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun [[1861]].<ref name="Willem"/> Ia ditugaskan oleh RMG ke [[Sumatra]] dan tiba pada tanggal 14 [[Mei]] [[1862]] di [[Kota Padang|Padang]].<ref name="Willem"/> Ia memulai misinya di [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]] dengan harapan akan mendapatkan izin untuk menetap di daerah [[Toba]].<ref name="van den End" /> Namun, pemerintah kolonial tidak mengizinkan dengan alasan keamanan.<ref name="Aritonang">{{id}}Jan S. Aritonang. 1988. Sejarah Pendidikan Kristen Di Tanah Batak. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 148,149,150, 157.</ref> Oleh sebab itu, ia bergabung dengan penginjil-penginjil lain yaitu Pdt. Heyni dan Pdt. Klammer yang telah berada di daerah [[Sipirok]] yang setelah [[Perang Padri]] dimasukkan dalam wilayah [[Hindia Belanda]].<ref name="Aritonang"/> Di situ, sebagian dari penduduk sudah memeluk agama [[Islam]] sehingga upaya penginjilan berjalan lambat.<ref name="Aritonang"/> Setelah berdiskusi dengan kedua misionaris tersebut, disepakati pembagian wilayah pelayanan, bahwa Nommensen akan bekerja di [[Silindung]].
 
Kunjungan pertama Nommensen ke [[Tarutung, Tapanuli Utara|Tarutung]] adalah pada 11 November 1863. Pada kunjungan pertama itu, Nommensen diterima oleh Ompu Pasang (Ompu Tunggul) untuk tinggal di rumahnya. Wilayah kediaman Ompu Pasang masuk dalam wilayah kekuasaan [[Raja Pontas Lumbantobing|Raja Pontas Lumban Tobing]]. Dari sini, Nommensen kemudian kembali ke [[Sipirok, Tapanuli Selatan|Sipirok]] untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan dalam pelayanannya.
 
Pada pertengahan tahun berikutnya, [[1864]], Nommensen dengan membawa semua perlengkapannya berangkat kembali ke Tarutung, dan tiba di Tarutung pada tanggal [[7 Mei]] 1864. Nommensen kembali ke rumah Ompu Pasang (Ompu Tunggul), tetapi ia ditolak. Di Onan Sitahuru, Nommensen duduk dan merenung di bawah sebatang pohon beringin ([[Bahasa Batak Toba|bahasa Batak]]: ''hariara'') untuk memikirkan apa yang akan ia perbuat. Nommensen lalu pergi ke desa lain dan sampai ke desa milik [[Raja Amandari Sabungan Lumban Tobing]]. Nommensen berharap Raja Amandari dapat mengizinkannya tinggal di atas lumbung padinya. Akan tetapi, pada saat itu Raja Amandari sedang pergi ke desa lain membawa isterinya yang sakit keras. Melalui seorang utusan, Nommensen menyampaikan niatnya kepada Raja Amandari, namun Raja Amandari menolak. Nommensen meminta utusan itu untuk kembali menemui Raja Amandari kedua kalinya dengan pesan bahwa penyakit istri Raja Amandari akan hilang sekembalinya ia ke desanya. Raja Amandari setuju untuk mengizinkan Nommensen tinggal di desanya bila perkataan Nommensen terbukti benar. Penyakit istri Raja Amandari akhirnya sembuh. Raja Amandari kemudian mengizinkan Nommensen tinggal di rumahnya.