Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
OTRS12 (bicara | kontrib)
Lembaga legislatif?
(48 revisi perantara oleh 24 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{refimprove}}
{{Kotak info lembaga yudikatif
| nama_lembaga = Mahkamah Konstitusi<br />Republik Indonesia
| native_name = <!-- nama lain lembaga -->
| logo = {{Lambang Indonesia|150px}}
Baris 17:
<!-- Pimpinan -->
| nama_jabatan_pimpinan1 = [[Daftar Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia|Ketua]]
| nama_pejabat1 = Prof. Dr. [[Anwar UsmanSuhartoyo]], S.H., M.H.
| nama_jabatan_pimpinan2 = [[Daftar Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia|Wakil Ketua]]
| nama_pejabat2 = Prof. Dr. [[Saldi Isra]], S.H., M.P.A.
| nama_jabatan_pimpinan3 =
| nama_pejabat3 =
Baris 42:
<!--Jabatan lainnya seperti Panitera -->
| nama_jabatan_lainnya2 = [[Panitera]]
| nama_pejabat_lainnya2 = Muhidin, S.H., M.H.
<!--Sekretaris / Sekretaris Jenderal-->
| nama_jabatan_sekretariat = Sekretaris Jenderal
Baris 50:
}}
{{Politics of Indonesia}}
'''Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia''' (disingkat '''MKMKRI''') adalah [[lembaga negara|lembaga]] [[lembaga tinggi negara|tinggi negara]] dalam sistem ketatanegaraan [[Indonesia]] yang merupakan pemegang [[kekuasaan kehakiman di Indonesia|kekuasaan kehakiman]] bersama-sama dengan [[Mahkamah Agung Indonesia|Mahkamah Agung]].
 
'''Mahkamah Konstitusi''' (disingkat '''MK''') adalah [[lembaga negara|lembaga]] [[lembaga tinggi negara]] dalam sistem ketatanegaraan [[Indonesia]] yang merupakan pemegang [[kekuasaan kehakiman di Indonesia|kekuasaan kehakiman]] bersama-sama dengan [[Mahkamah Agung Indonesia|Mahkamah Agung]]
 
== Sejarah ==
=== LatarMasa Belakangawal kemerdekaan ===
Bila ditelusuri dalam sejarah penyusunan [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|UUDUndang-Undang Dasar 1945]], ide [[Hans Kelsen]] mengenai pengujian [[Undangundang-undang]] juga sebangun dengan usulan yang pernah diungkapkan oleh [[Mohammad Yamin]] dalam sidang [[Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (BPUPKI). [[Muhammad Yamin|Yamin]] mengusulkan bahwa seharusnya [[Mahkamah Agung Indonesia|Balai Agung]] (atau [[Mahkamah Agung Indonesia|Mahkamah Agung]]) diberi wewenang untuk "membanding Undang-undang"; yangdalam maksudnya tidakkata lain adalah, kewenangan ''judicial review''. Namun usulan [[Muhammad Yamin|Yamin]] ini disanggah oleh [[Soepomo]] dengan alasan bahwa; pertama, konsep dasar yang dianut dalam [[Undang-UndangUUD Dasar|UUD]]1945 yang telah disusun bukan konsep [[pemisahan kekuasaan]] (''separation of power'') melainkan konsep [[pembagian kekuasaan]] (''distribution of power''); kedua, tugas [[hakim]] adalah menerapkan [[Undangundang-undang]], bukan menguji Undang-undang; dan ketiga, kewenangan hakim untuk melakukan pengujian Undang-undang bertentangan dengan konsep supremasi [[Majelis Permusyawaratan Rakyat|Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)]], sehingga ide akan pengujian Undangundang-undang terhadap [[Undangundang-Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|UUD]]dasar yang diusulkan [[Muhammad Yamin|Yamin]] tersebut tidak diadopsi dalam [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|UUD 1945]].{{citation needed}}
Lembaran awal sejarah praktik pengujian [[Undang-undang]] (''judicial review'') bermula di [[Mahkamah Agung Indonesia|Mahkamah Agung]] (''Supreme Court'') [[Amerika Serikat]] saat dipimpin [[William Paterson]] dalam kasus Danil Lawrence Hylton lawan Pemerintah Amerika Serikat tahun [[1796]]. Dalam kasus ini, MA menolak permohonan pengujian UU Pajak atas Gerbong Kertera Api [[1794]] yang diajukan oleh Hylton dan menyatakan bahwa UU a quo tidak bertentangan dengan konstitusi atau tindakan kongres dipandang konstitusional. Dalam kasus ini, MA menguji UU a quo, namun tidak membatalkan UU tersebut. Selanjutnya pada saat MA di pimpin [[John Marshall]] dalam kasus Marbury lawan Madison tahun [[1803]]. Kendati saat itu Konstitusi Amerika Serikat tidak mengatur pemberian kewenangan untuk melakukan ''judicial review'' kepada [[Mahkamah Agung Indonesia|MA]], tetapi dengan menafsirkan sumpah jabatan yang mengharuskan untuk senantiasa menegakkan konstitusi, [[John Marshall]] menganggap [[Mahkamah Agung Indonesia|MA]] berwenang untuk menyatakan suatu [[Undang-undang]] bertentangan dengan konstitusi.
 
Adapun secara teoretis, keberadaan Mahkamah Konstitusi baru diintrodusir pertama kali pada tahun [[1919]] oleh pakar hukum asal [[Austria]], [[Hans Kelsen]] ([[1881]]-[[1973]]). [[Hans Kelsen]] menyatakan bahwa pelaksanaan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika suatu organ selain badan legislatif diberikan tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau tidak, dan tidak memberlakukannya jika menurut organ ini tidak konstitusional. Untuk itu perlu diadakan organ khusus yang disebut Mahkamah Konstitusi (constitutional court).
 
=== Masa Penyusunan UUD 1945 ===
Bila ditelusuri dalam sejarah penyusunan [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|UUD 1945]], ide [[Hans Kelsen]] mengenai pengujian [[Undang-undang]] juga sebangun dengan usulan yang pernah diungkapkan oleh [[Mohammad Yamin]] dalam sidang [[Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (BPUPKI). [[Muhammad Yamin|Yamin]] mengusulkan bahwa seharusnya [[Mahkamah Agung Indonesia|Balai Agung]] (atau [[Mahkamah Agung Indonesia|Mahkamah Agung]]) diberi wewenang untuk "membanding Undang-undang" yang maksudnya tidak lain adalah kewenangan judicial review. Namun usulan [[Muhammad Yamin|Yamin]] ini disanggah oleh [[Soepomo]] dengan alasan bahwa; pertama, konsep dasar yang dianut dalam [[Undang-Undang Dasar|UUD]] yang telah disusun bukan konsep [[pemisahan kekuasaan]] (''separation of power'') melainkan konsep [[pembagian kekuasaan]] (''distribution of power''); kedua, tugas [[hakim]] adalah menerapkan [[Undang-undang]] bukan menguji Undang-undang; dan ketiga, kewenangan hakim untuk melakukan pengujian Undang-undang bertentangan dengan konsep supremasi [[Majelis Permusyawaratan Rakyat|Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)]], sehingga ide akan pengujian Undang-undang terhadap [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|UUD]] yang diusulkan [[Muhammad Yamin|Yamin]] tersebut tidak diadopsi dalam [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|UUD 1945]].
 
=== Masa Reformasi 1998 ===
Baris 105 ⟶ 99:
== Struktur ==
<gallery class="center" mode="nolines">
Berkas:Hakim MK Anwar Usman-suhartoyo.png|Prof. Dr. [[Anwar UsmanSuhartoyo]], S.H., M.H. {{br}} Ketua
Berkas:Saldi Isra Justice portrait.png|Prof. Dr. [[Saldi Isra]], S.H., M.P.A. {{br}} Wakil Ketua
</gallery>
Berkas:Hakim MK Anwar Usman.png|[[Anwar Usman]] {{br}} Anggota
<gallery class="center" mode="nolines">
Berkas:Arief-hidayat KetuaHidayat, MKHakim Mahkamah Konstitusi.jpgpng|Prof. Dr. [[Arief Hidayat (hakim)|Arief Hidayat]],{{br}} S.H., M.S.Anggota
Berkas:Saldi Isra Justice portrait.png|Prof. Dr. [[Saldi Isra]], S.H., M.P.A. {{br}} Wakil Ketua
Berkas:Enny MK.png|Prof. Dr. [[Enny Nurbaningsih]], S.H.,{{br}} M.Hum.Anggota
</gallery>
Berkas:Daniel Yusmic New.jpgpng|Dr. [[Daniel Yusmic Pancastaki Foekh]],|Daniel S.H.,Yusmic M.HumP. Foekh]]{{br}} Anggota
<gallery class="center" mode="nolines">
FileBerkas:M. Guntur Hamzah.png|Prof[[M. Dr. [[Guntur Hamzah]], S.H., M.H.{{br}} Anggota
Berkas:Arief-hidayat Ketua MK.jpg|Prof. Dr. [[Arief Hidayat (hakim)|Arief Hidayat]], S.H., M.S.
Berkas:WahidudinRidwan Adamsmansyur.jpgpng|Dr. [[WahiduddinRidwan AdamsMansyur]],{{br}} S.H., M.A.Anggota
Berkas:Arsul Sani Profile 1 -removebg-preview.png|[[Arsul Sani]]{{br}} Anggota
Berkas:Suhartoyo MK.jpg|Dr. [[Suhartoyo]], S.H., M.H.
Berkas:Manahan MK.png|Dr. [[Manahan M.P. Sitompul]], S.H., M.Hum.
Berkas:Enny MK.png|Prof. Dr. [[Enny Nurbaningsih]], S.H., M.Hum.
Berkas:Daniel Yusmic.jpg|Dr. [[Daniel Yusmic Pancastaki Foekh]], S.H., M.Hum.
File:M. Guntur Hamzah.png|Prof. Dr. [[Guntur Hamzah]], S.H., M.H.
</gallery>
 
Baris 123 ⟶ 113:
{{utama|Pimpinan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia}}
 
Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Masa jabatan Ketua MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini sedikit aneh, karena masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun, sehingga berarti untuk masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim Konstitusi berakhir sebelum waktunya (hanya 2 tahun).
 
Ketua MK yang pertama adalah [[Jimly Asshiddiqie|Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.]]. Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia kelahiran [[17 April]] [[1956]] ini terpilih pada rapat internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi tanggal [[19 Agustus]] [[2003]]. Jimly terpilih lagi sebagai ketua untuk masa bakti 2006-2009 pada [[18 Agustus]] [[2006]] dan disumpah pada [[22 Agustus]] [[2006]] dengan Wakil Ketua Prof. Dr. M. Laica Marzuki, SHS.H. Bersama tujuh anggota hakim pendiri lainnya dari generasi pertama MK, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SHS.H dan Prof. Dr. M. Laica Marzuki berhasil memimpin lembaga baru ini sehingga dengan cepat berkembang menjadi model bagi pengadilan modern dan tepercaya di Indonesia. Di akhir masa jabatan Prof. Jimly sebagai Ketua, MK berhasil dipandang sebagai salah satu ikon keberhasilan reformasi Indonesia. Atas keberhasilan ini, pada bulan Agustus 2009, Presiden menganugerahkan Bintang Mahaputera Utama kepada para hakim generasi pertama ini, dan bahkan Bintang Mahaputera Adipradana bagi mantan Ketua MK, Prof. Jimly Asshiddiqie.
 
Selama 5 tahun sejak berdirinya, sistem kelembagaan mahkamah ini terbentuk dengan sangat baik dan bahkan gedungnya juga berhasil dibangun dengan megah dan oleh banyak sekolah dan perguruan tinggi dijadikan gedung kebanggaan tempat mengadakan studi tour.
Baris 156 ⟶ 146:
=== Rapat Permusyawaratan Hakim ===
Rapat Permusyawaratan Hakim (disingkat RPH) bersifat tertutup dan rahasia. Rapat ini hanya dapat diikuti oleh Hakim konstitusi dan Panitera. Dalam rapat inilah perkara dibahas secara mendalam dan rinci serta putusan MK diambil yang harus dihadiri sekurang-kurangnya tujuh hakim konstitusi. Pada saat RPH, Panitera mencatat dan merekam setiap pokok bahasan dan kesimpulan.
 
'''Kewenangan legislasi'''
 
Mahkamah Konstitusi telah beberapa kali membuat putusan yang secara sepihak merevisi isi peraturan maupun perundang-undangan (e.g. putusan UU Ciptaker, dll.) tanpa melalui proses resmi di DPR atau lembaga terkait. Sebagai lembaga yudikatif negara, MK sendiri tidak memiliki kewenangan mengubah/merancang isi peraturan perundang-undangan karena hal tersebut merupakan tugas yang melibatkan lembaga legislatif DPR/MPR.
 
Akibatnya, sejumlah putusan-putusan MK berpotensi dipermasalahkan karena melampaui kewenangan pokok MK sebagai lembaga yang menguji apakah poin-poin dalam materi perundang-undangan sudah sesuai dengan konstitusi negara, tanpa perlu mengubah isi peraturan perundang-undangan secara langsung.
 
=== Sidang Pleno ===