Mariah al-Qibthiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Membalikkan revisi 23814608 oleh 103.155.198.203 (bicara)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
Baris 31:
Allah menghendaki Mariah al-Qibthiyah melahirkan seorang putra Rasulullah setelah Khadijah. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Mariah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.
 
Mariah mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga kandungan istrinya dengan sangat hati-hati. Pada bulan [[Zulhijah|Dzulhijjah]] tahun kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi, Ibrahim. Lalu ia memerdekakan Mariah sepenuhnya. Kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah dengan gembira.
 
Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita. Rasa cemburu semakin tampak bersamaan dengan terbongkarnya rahasia pertemuan Rasulullah dengan Mariah di rumah Hafshah sedangkan Hafshah tidak berada di rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu Rasulullah mengharamkan Mariah atas diri dia. Kaitannya dengan hal itu, Allah telah menegur lewat firman-Nya:
Baris 41:
Beberapa orang dari kalangan golongan munafik menuduh Mariah telah melahirkan anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir dan kemudian menjadi pelayan bagi Mariah. Akan tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Mariah setelah Ali menemui Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah laki-laki yang telah dikebiri oleh raja.
 
Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Mariah bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malam, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Nabi bersama [[Abdurrahman bin Auf]] pergi ke rumah Mariyah. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim.”
 
Tanpa dia sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, dia kembali bersabda, “Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan perintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”
Baris 52:
== Referensi ==
* Gilchrist, John. ''Muhammad and the Religion of Islam''. Benoni, Republic of South Africa, 1986.
* [[Ibnu Ishaq]], translation by A. Guillaume (1955). ''The Life of Muhammad''. [[Oxford University Press]].
* [[Maxime Rodinson|Rodinson, Maxime]] ''Muhammad''. Random House, Inc., New York, 2002.
* [[Muhammad bin Jarir al-Tabari|Tabari]] (1997). Vol. 8 of the ''[[History of the Prophets and Kings|Tarikh al-Rusul wa al-Muluk]]''. [[State University of New York Press]].