Masjid Mantingan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Melengkapi informasi masjid |
|||
Baris 3:
|caption = Bagian depan Masjid Mantingan, dengan struktur terasnya yang [[punden berundak|berundak]]
|building_name = Masjid Mantingan
|location = [[Mantingan, Tahunan, Jepara|Mantingan]]
|religious_affiliation = [[Islam]]
|architect =Chi Hui Gwan (Patih Sungging Badarduwung)
|architecture_type = Masjid
|groundbreaking = 1559 M
Baris 29:
| coordinates = {{Coord|-5.7478733|110.2445002}}
| map_caption = Lokasi di [[Kabupaten Jepara]]
}}|architecture_style=[[Tajug]] campuran}}
'''Masjid Mantingan''' ({{Lang-jv| مسجد مانتنڠان, ꦩꦱ꧀ꦗꦶꦢ꧀ꦩꦤ꧀ꦠꦶꦔꦤ꧀}}) adalah salah satu masjid kuno di [[Indonesia]] yang terletak di
Masjid ini memiliki [[gaya arsitektur]] campuran dari kebudayaan [[Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha|Hindu-Buddha]], [[Arsitektur Jawa|Jawa]], dan [[Budaya Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]]. Contohnya adalah bentuk [[atap]] tumpang dan mustaka yang merupakan [[akulturasi]] dari arsitektur masa [[Majapahit]] dan Tionghoa. Kebudayaan Jawa dapat terlihat dari [[gapura]] masuk masjid dan sebuah [[petilasan]] candi di dekat masjid, meskipun sudah tidak utuh lagi.
== Sejarah ==
Masjid Mantingan diperkirakan berdiri pada tahun 1559 berdasarkan [[prasasti]] yang
▲Masjid Mantingan diperkirakan berdiri pada tahun 1559 berdasarkan [[prasasti]] yang terdapat di [[mihrab]]. Prasasti ini berisi sebuah [[candrasengkala]] yang berbunyi ''rupa brahmana warna sari'', menunjukkan arti angka tahun 1418 [[Tahun Saka|Saka]] (1559 [[Masehi]]). Riwayat Masjid Mantingan juga berkaitan dengan [[Ratu Kalinyamat]] dan suaminya, [[Sultan Hadlirin]], yang dimakamkan di sana. Menurut tradisi Jawa, Ratu Kalinyamat adalah putri dari [[Kesultanan Demak|Sultan Demak]] ketiga [[Trenggana|Pangeran Trenggana]].{{Sfn|Sugiyanti|1999|p=160}} Konon, kompleks masjid tersebut dibangun oleh Ratu untuk mengatasi kesedihannya ketika suaminya dibunuh oleh [[Arya Panangsang]] terkait penerusan [[takhta]] Demak.<ref name=":0" />
Menurut cerita tradisional setempat, arsitek masjid ini adalah Chi Hui Gwan (Tjie Wie Gwan) atau yang lebih dikenal dengan julukannya, Patih Sungging Badarduwung. Patih ini merupakan ayah angkat Sultan Hadlirin yang membantu Ratu Kalinyamat dan masyarakat setempat dalam mendirikan masjid dan makam tersebut.<ref name=":2">{{Cite web|last=Efendi|first=Ivan|date=2018-10-05|title=Masjid Mantingan, Persembahan Sang Ratu untuk Sang Suami|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/masjid-mantingan-persembahan-sang-ratu-untuk-sultan-hadiri/|website=Direktorat Pelindungan Kebudayaan|language=id-ID|access-date=2021-02-12}}</ref> Masyarakat setempat memperkirakan bahwa ukiran-ukiran kayu yang terdapat di makam adalah karya Chi Hui Gwan.{{Sfn|Handinoto|Hartono|2007|p=38}}
Antara tahun 1977 dan 1978, [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|Departemen pendidikan dan Kebudayaan]] [[Jawa Tengah]] melakukan pemugaran terhadap Masjid Mantingan melalui proyek yang bernama Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.{{Sfn|Sugiyanti|1999|p=160}}{{Sfn|Anom dkk.|1996|p=119}}▼
▲Antara tahun 1977 dan 1978, [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|Departemen pendidikan dan Kebudayaan]] [[Jawa Tengah]] melakukan pemugaran terhadap Masjid Mantingan melalui proyek yang bernama "Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah". Dalam pemugaran tersebut, ditemukan enam panel relief, sejumlah balok batu putih, dan fondasi bangunan kuno.{{Sfn|Sugiyanti|1999|p=160}}{{Sfn|Anom dkk.|1996|p=119}}<ref name=":2" />
== Arsitektur Masjid ==▼
Akulturasi kebudayaan [[Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha|Hindu-Buddha]], [[Arsitektur Jawa|Jawa]], dan [[Budaya Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] tampak melekat pada arsitektur Masjid Mantingan. Keseluruhan bangunannya memiliki tipologi masjid kuno Jawa pada umumnya seperti konstruksi atap yang disangga dengan soko guru (empat tiang penyangga), atap yang bersusun tiga, adanya serambi depan, dan gapura masuk berbentuk lengkungan. Lalu, terdapat petilasan candi di dekat bangunan utama masjid, meskipun sudah tidak tampak utuh. Bentuk [[atap]] tumpang dan mustakanya merupakan [[akulturasi]] dari arsitektur masa [[Majapahit]] dan Tionghoa.<ref name=":0" />{{Sfn|Handinoto|Hartono|2007|p=35}}
== Relief ==
Masjid Mantingan memiliki hiasan-hiasan berupa panel relief yang terdapat di dinding depan bangunan induknya. Panel-panel ini terbuat dari [[Tanah padas|batu padas]] dengan motif relief bercorak Tionghoa.{{Sfn|Handinoto|Hartono|2007|p=35}} Selain di bangunan induk, panel relief ini juga terdapat di dinding belakang dan dinding pembatas antara ruangan tengah dengan samping kiri dan kanan, sehingga jumlah panel relief yang terpasang masjid berjumlah 51.{{Sfn|Anom
Penelitian-penelitian selanjutnya mengungkapkan penemuan enam panel lainnya dengan relief di kedua sisinya, membuktikan adanya perubahan dari kesenian Hindu-Buddha ke Islam di masjid ini.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Kompleks Mantingan|url=https://spkt.kemdikbud.go.id/kompleks-mantingan|website=spkt.kemdikbud.go.id|access-date=2021-02-12}}</ref>
Bentuk panel-panel ini beragam antara [[persegi]], [[lingkaran]], [[heksagon]], hingga berbentuk [[kelelawar]]. Dalam panel ini terdapat relief [[wikt:id:sulur|sulur]], untaian tali, [[bunga]], [[daun]], dan binatang yang distilir (disamarkan).
=== Foto koleksi [[Tropenmuseum|Tropenmuseum]] tahun 1930 ===
Baris 70 ⟶ 73:
== Permakaman ==
Di halaman belakang masjid, terdapat kompleks makam yang terdiri dari tiga halaman. Seperti dengan makam-makam kuno, halaman ini memiliki tingkatan yang menunjukkan kedudukan sosial yang dimakamkan. Halaman pertama merupakan makam-makam umum. Halaman kedua merupakan makam-makam orang yang statusnya
=== Tradisi dan kepercayaan ===
Makam ini selalu ramai dikunjungi pada saat [[Haul]] untuk memperingati wafatnya
Makam Mantingan sampai sekarang masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya. Konon pohon [[mengkudu]] yang tumbuh di sekitar makam ini dapat menjadi obat bagi Ibu-ibu yang sudah sekian tahun menikah belum dikarunia putra. Tetapi, makannya harus dengan cara mengambil buah mengkudu yang jatuh kemudian dimakan bersama suami. Kepercayaan
== Referensi ==
Baris 85 ⟶ 88:
* {{Cite book|last=Anom|first=I Gusti Ngurah|date=1996|url=http://pustaka.kebudayaan.kemdikbud.go.id/index.php?p=show_detail&id=851&keywords=hasil+pemugaran+dan+temuan|title=Hasil pemugaran Dan temuan benda cagar budaya Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I)|location=Jakarta|publisher=Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggal Sejarah dan Purbakala|isbn=|pages=|ref={{harvid|Anom dkk.|1996}}|url-status=live}}
* {{Cite journal|last=Handinoto|first=|last2=Hartono|first2=Samuel|date=2007|title=Pengaruh Pertukangan Cina Pada Bangunan Mesjid Kuno Di Jawa Abad 15-16|url=http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/Dimensi1.pdf|journal=Dimensi Teknik Arsitektur|volume=35|issue=1|pages=|doi=|ref=harv}}
* {{Cite book|last=Sugiyanti|first=Sri|date=1999|url=http://pustaka.kebudayaan.kemdikbud.go.id/index.php?p=show_detail&id=1284&keywords=masjid+kuno|title=Masjid Kuno Indonesia|location=Jakarta|publisher=Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala|isbn=|pages=|ref={{harvid|Sugiyanti dkk.|1999}}|url-status=live}}
{{Commonscat|Mantingan Mosque}}
|