Memayu hayuning bawana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP86Johanes (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
BP86Johanes (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Baris 5:
== Konsep Memayu Hayuning Bawana ==
 
''Memayu Hayuning Bawana'' memiliki relevansi dengan wawasan [[kosmologi Jawa]] atau kosmologi kejawen. ''[[Kejawen]]'' memiliki wawasan [[kosmos]] yang tidak lain sebagai perwujudan konsep ''memayu hayuning bawana''. ''Memayu hayunig bawana'' adalah ihwal ''space culture'' atau ruang budaya dan sekaligus ''spiritual culture'' atau spiritualitas budaya. Dipandang dari sisi ''space culture'', ungkapan ini memuat serentetan ruang atau ''bawana''. ''Bawana'' adalah [[dunia]] dengan isinya. ''Bawana'' adalah kawasan kosmologi jawa[[Jawa]]. Sebagai wilayah kosmos, bawana justru dipandang sebagai ''jagad rame''. ''Jagad rame'' adalah tempat manusia hidup dalam realitas. ''Bawana'' merupakan tanaman, ladingladang dan sekaligus taman hidup setelah mati. Orang yang hidupnya di ''jagad rame'' menanamkan kebaikan kelak akan menuai hasilnya.
 
Selain itu, ''memayu hayuning bawana'' juga menjadi ''spiritual culture''. ''Spiritual culture'' adalah ekspresi [[budaya]] yang dilakukan oleh orang Jawa di tengah-tengah ''jagad rame (space culture)''. Pada tataran ini, orang Jawa menghayati laku kebatinan yang senantiasa menghiasi kesejahteraan dunia. Realitas hidup di ''jagad rame'' perlu mengendapkan nafsu agar lebih terkendali dan dunia semakin terarah. Realitas hidup tentu ada tawar-menawar, bias dan untung rugi. Hanya orang yang luhur budinya yang dapat memetik keuntungan dalam realitas hidup. Dalam proses semacam itu, orang Jawa sering melakukan ''ngelmu titen'' dan ''petung'' demi tercepainya ''bawana tentrem'' atau kedamaian dunia. Keadaan inilah yang dimaksudkan sebagai ''hayu'' atau selamat tanpa ada gangguan apapun. Suasana demikian oleh orang Jawa disandikan ke dalam ungkapan ''memayu hayuning bawana''.
 
''Memayu hayuning bawana'' memang upaya melindungi keselamatan dunia baik lahir maupun batin. Orang Jawa merasa berkewajiban untuk ''memayu hayuning bawana'' atau memperindah keindahan dunia, hanya inilah yang memberi arti dari hidup. Di satu fisik secara harafiah, [[manusia]] harus memelihara dan memperbaiki lingkungan fisiknya. Sedangkan di pihak lain secara abstrak, manusia juga harus memelihara dan memperbaiki lingkungan spritualnya. Pandangan tersebut memberikan dorongan bahwa hidup manusia tidak mungkin lepas dari lingkungan. Orang Jawa menyebutkan bahwa manusia hendaknya arif lingkungan, tidak merusak dan berbuat semena-mena.
== Rujukan ==