Ngalaksa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 215:
 
== Kesenian pengiring ==
Kesenian dalam upacara ngalaksa adalah [[pertunjukan]] kesenian tarawangsa selama [[tujuh]] hari tujuh malam dan pada hari ketujuh baru diikuti dengan [[tari]]-tarian dengan masyarakat atau sesepuh sebagai penarinya[[penari]]nya. <ref name=":1">{{Cite web|url=https://sportourism.id/history/tarawangsa-seni-sakral-sunda-kuno-yang-tersisa-di-rancakalong|title=Tarawangsa, Seni Sakral Sunda Kuno yang Tersisa di Rancakalong|website=Sportourism.id|language=id|access-date=2019-04-12}}</ref> Selain itu ada juga [[seni]] rengkong yang dipertunjukan saat iring-iringan atau [[pawai]] memasukan padi ke lumbung berlangsung. <ref name=":2">{{Cite web|url=https://www.tangga.id/seni-budaya/budaya/rengkong-seni-masyarakat-agraris/|title=Rengkong, Seni Masyarakat Agraris|last=Redaksi|website=Tangga.id|language=en-US|access-date=2019-04-12}}</ref>
 
'''Pertunjukan tarawangsa'''
[[Berkas:Tarawangsa.png|jmpl|AlatPertunjukan Tarawangsa dalam upacara ngalaksa.]]
Tarawangsa adalah seni [[pusaka]] yang sangat dihormati di [[Desa]] [[Rancakalong]], sehingga dijuluki seni ''ormatan''. Tarawangsa sendiri memiliki [[arti]] dan dimaknai sebagai ''tatabeuhan rakyat wali nu salapan'' (alat [[musik]] [[Sembilan]] [[Wali]]) atau merupakan [[akronim]] dari''narawang ka nu Maha Kawasa'' (menerawang pada Tuhan Yang Maha Esa). Tarawangsa juga memiliki fungsi khusus sebagai alat musik untuk menghormati ''Nyai Nu Geulis'', sebuah sebutan yang dituturkan [[orang]]-orang tua pada [[zaman]] dahulu di Tatar Sunda untuk makanan, khususnya beras dan [[nasi]]. <ref>{{Cite web|url=http://gigipriadji.net/tarawangsa/|title=Tarawangsa Rancakalong – Gigi Priadji|language=en-US|access-date=2019-04-12}}</ref> Alat musik yang dipakai dalam pertunjukan ini terdiri dari dua [[waditra]], yaitu waditra ''jentreng'' (sejenis [[kecapi]]) dan ''ngek-ngek'' (sejenis [[rebab]]). ''Jentreng'' bentuknya mirip dengan [[perahu]] yang berukuran panjang 75 cm sampai dengan 104 cm, lebarnya 12 sampai 14 cm. Terdiri dari ''ruruma, geulang, inang, paksi'', lubang [[suara]] dan [[kawat]] atau [[dawai]] yang berjumlah 7 buah. Sedangkan ''ngek-ngek'' adalah alat musik [[gesek]] yang memiliki resonansinya terbuat dari [[kayu]], berleherber[[leher]] panjang dan mempunyai dua buah kawat. Peranannya selain berfungsi sebagai [[melodi]] juga berperan sebagai [[goong]] yang dipetik untuk memperkuat [[aksen]] petikan pada akhir kenongan [[lagu]].<ref name=":1" /> Pertunjukan ini disajikan dalam bentuk [[ansambel] [[kecil]] yang hanya dimainkan oleh dua orang yang terdiri dari satu orang [[pemain]] kecapi dan satu orang pemain rebab. Kecapi dalam tarawangsa memiliki tujuh dawai, sedangkan rebab nya memiliki dua dawai. Istilah untuk kedua alat musik itu dalam tarawangsa disebut jentreng dan ngek-ngek. Baik ''jentreng'' maupun ''ngek-ngek'', kedua istilah iniistilahnya diambil dari masing-masing [[imitasi]] [[bunyi]] waditranya. ''Jentreng'' berasal dari bunyi kecapi yang di petik menghasilkan bunyi ”treng” dan ''ngek-ngek'' berasal dari bunyi rebab yang di gesek menghasilkan bunyi “ngek”. Dalam membunyikan waditra ''ngek-ngek'' terdapat berbagai keunikan di dalamnya, selain bunyi suaranya yang khas, cara memainkanmemainkannya ngekngekjuga sangat berbeda dengan memainkan rebab. Dalam memainkan rebab sunda dawai di tekanditekan menggunakan ujung [[jari]], sedangkan bila memainkan ''ngek-ngek'' dawai di tekanditekan menggunakan [[sendi]] setiap jari-jari [[tangan]]. Waditra ''ngek-ngek'' hanya digunakan untuk memainkan lagu-lagu tarawangsa, karena fungsinya hanya sebagai pembawa melodi dari lagu tarawangsa tersebut. Berbeda dengan waditra rebab sunda yang dapat digunakan untuk mengiringi semua lagu-lagu sunda.<ref>{{Cite journal|last=Ismail|first=M. Taufik|date=2017-06-16|title=ORNAMENTASI WADITRA NGEK-NGEK GAYA ABUN DALAM LAGU REUNDEU PADA KESENIAN TARAWANGSA RANCAKALONG SUMEDANG|url=http://repository.upi.edu/|language=en|publisher=Universitas Pendidikan Indonesia}}</ref> Dalam pertunjukan Tarawangsa, [[penduduk]] menari sambil diiringi musik semalam suntuk, tak sedikit orang yang menari mengalami kerasukan [[ruh]] para [[leluhur]]. Pertujukan ini diawali oleh para para [[tokoh]] dan sesepuh dengan memanjatkan pujian[[puji]] kepada Tuhan dan menghaturkan [[salawat]] kepada [[Nabi]] Muhammad Saw. <ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/tarawangsa-menghormati-dewi-sri-sampai-hilang-kesadaran-cQcu|title=Tarawangsa: Menghormati Dewi Sri sampai Hilang Kesadaran|last=Teguh|first=Irfan|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-04-12}}</ref>
 
Pertunjukan seni tarawangsa biasanya dilaksanakan pada malam hari mulai pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 04.00 WIB dini hari. Khusus dalam upacara adat Ngalaksa dilakukan selama satu minggu siang dan malam secara berturut-turut. Hal ini terjadi karena tarawangsa dijadikan pengiring upacara yang senantiasa harus dipagelarkan selama upacara berlangsung. Para pemain seni tarawangsa terdiri dari penari perempuan berjumlah 5,7, dan 9 orang yang berusiaber[[usia]] lanjut, nayaga (pemain musik), [[saksi]], dan Kuncen (tua[[juru kampungkunci]]). Pertunjukannya dibagi ke dalam beberapa acara yaitu, ''tatalu'' (pembukaan), ''ngukus'' (membakar kemenyan), ''ijab kabul'' ([[ikrar]] serah terima), ''ngalungsurkeun'' (menurunkan)'', nema, nyumpingkeun'' (mendatangkan) ''dan nginebkeun'' (menyimpan). Lagu-lagu yang biasa dibawakan dari awal sampai akhir pertunjukan adalah ''Pamapag, Mataraman, Iring-iringan, Jemplang, Panimang, Sirna Galih, Dengdo, Angin-angin, Pangapungan, Buncis, Badud, dan Degung.'' [[Sesaji]] dalam seni tarawangsa memiliki ciri khas sebagai sebuah seni tradisi yang dianggap [[sakral]]. Makna-makna yang bisa diambil hikmahnya dari pertunjukan tarawangsa yaitu perwujudan [[rasa]] [[syukur]] terhadap Tuhan Yang Maha Esa bahwa dalam setiap tindakan harus ''mipit kudu amit ngala kudu bebeja'' (mengambil itu harus minta ijin lebih dahulu). Selain itu, [[manusia]] harus memperlakukan padi (Dewi Sri) dengan tertib, teliti, dan hati-hati. Sedangkan penggambaran [[media]] yang digunakan yaitu manusia hidup terdiri dari empat unsur yang dilambangkan dengan daun hanjuang (kehidupan), kendi (unsur bumi), hihid (unsur angin atau udara), dan air mengalir (darah).<ref name=":1" />
 
Dalam kesenian ini selalu disediakan sesaji sebagai syarat berlangsungnya ritus. Sesajen dalam seni ini terdiri dari sesaji di tengah rumah dan sesaji di ''padaringan'' (tempat menyimpan padi). Sasaji yang disimpan di tenputih, pakaian kebaya putih, pangradinan, sisir dan kaca, minyak kelapa, tektek juga beras yang di atasnya ditancapkan daun hanjuang, bunga rampai, dan kemenyan.<ref name=":1" />