Ngalaksa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 1 suntingan oleh Reffyr (bicara) ke revisi terakhir oleh Taylor 49(Tw)
Tag: Pembatalan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
 
Baris 57:
* '''''Nyepitan Nyai''''', atau meng[[khitan]] Nyai. Alat mengkhitan Nyai adalah ''jambangan'' yang terdiri dari ''titihan'' dan ''cacadan.'' Sebelum kegiatan itu dilakukan, juru ijab kembali mengucapkan ''ijab kabul'' yang intinya memohon ijin pada Dewi Sri karena tubuhnya akan di[[tekan]] atau ''disepitan.'' Setelah ijab selesai, ''orok'' tersebut kemudian dimasukkan ke dalam ''titihan'' berlubang, lalu dengan ''cacadan'' orok tersebut di''gencét'' atau ditekan dengan ''cacadan,'' maka keluarlah ''laksa'' atau ''laksa gencét,'' laksa yang sesungguhnya yang berupa lembaran-lembaran laksa menyerupai [[mie]] atau semacam ''spageti.'' Nyepitan ini hanya dibuat satu kali saja dan harus dilakukan dengan sekuat [[tenaga]] agar orok berubah menjadi laksa (mentah).
* '''''Membuat Laksa''''', laksa mentah yang berupa [[lembaran]]-lembaran menyerupai mie itu kemudian ditampung dengan ayakan lalu direbus di atas tungku. Ketika lembaran itu matang, maka laksa akan menyembul dari dalam air yang panas, semua orang berteriak [[bahagia]] seraya berkata, ''Geulis! Geulis! Geulis!,'' atau [[Cantik]]! Cantik! Cantik! Lembaran-lembaran laksa yang telah [[matang]] itu diambil untuk ''dihurip''. Sisa laksa yang masih dalam dandang dan tidak menyembul menyerupai mie akan disimpan.
* '''''Ngahurip''''', proses terakhir dalam membuat ''laksa gencét'' ini adalah ''ngahurip''. ''Ngahurip'' adalah mendoakan lembaran laksa yang telah diangkat dari tempat rebusan. Prosesnya seperti ''ngahurip'' pada bayi, yaitu seorang sesepuh laki-laki menimang dan mendoakan laksa yang dialasi selembar daun yang [[lebar]], lalu diserahkan pada sesepuh perempuan yang seolah-olah menjadi ''Ma [[Parajiparaji|ma paraji]]'' atau [[(dukun]] beranak) yang juga mendoakan dengan penuh [[kasih]] [[sayang]]. Setelah itu acara ditutup oleh ''saéhu'' dengan menyampaikan [[pidato]] tradisional yang isinya berupa nasihan agar masyarakat yang mengikuti upacara ''Ngalaksa'' senantiasa melaksanakan [[amanat]] leluhurnya supaya terhindar dari kesulitan.<ref name=":4" />
 
'''''Wawarian'''''