Nirwana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Faredoka (bicara | kontrib)
→‎33 Nama Nibbāna: Menyesuaikan terjemahan termutakhir versi Lembaga Tipiṭaka Indonesia
Faredoka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(11 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Bedakan|Nirwana (Hindu)|Nirvana (grup musik)}}
{{Buddhisme|dhamma}}
{{buddhisme}}
Dalam [[agama Buddha]], '''Nirwana''' ([[bahasa Sanskerta]]: निर्वाण '''nirvāṇa'''; [[Pali]]: '''nibbāna'''; {{Lang-zh|c=涅槃|p=nièpán}}) adalah puncak tertinggi pencarian umat Buddha terhadap kebebasan dari [[samsara|''saṃsāra'']], yaitu siklus mati dan [[Kelahiran kembali (Buddha)|kelahiran kembali]]. Secara harfiah, Nibbāna berarti "pemadaman". Buddha mendeskripsikan Nibbāna sebagai padamnya kekotoran-kekotoran batin (''kilesa'') pada Mahāli Sutta, Dīgha Nikāya 6:<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=DN 6: Mahālisutta|url=https://suttacentral.net/dn6/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2023-04-24}}</ref>
 
{{QuoteVerse translation|''IdhaPuna caparaṁ, mahāli, bhikkhu tiṇṇaṁāsavānaṁ khayā anāsavaṁ cetovimuttiṁ paññāvimuttiṁ saṁyojanānaṁdiṭṭheva parikkhayādhamme sotāpannosayaṁ hotiabhiññā avinipātadhammosacchikatvā niyatoupasampajja sambodhiparāyaṇoviharati. Ayampi kho, mahāli, dhammo uttaritaro ca paṇītataro ca, yassa sacchikiriyāhetu bhikkhū mayi brahmacariyaṁ caranti.''
 
"Ime kho te, mahāli, dhammā uttaritarā ca paṇītatarā ca, yesaṁ sacchikiriyāhetu bhikkhū mayi brahmacariyaṁ carantī"ti.|Kemudian lagi, seorang bhikkhu melalui padamnya kekotoran-kekotoran mencapai, dalam kehidupan ini juga, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, yang ia capai dengan pandangan terangnya sendiri [pencapaian Nibbāna; ''arahant''].
''Puna caparaṁ, mahāli, bhikkhu tiṇṇaṁ saṁyojanānaṁ parikkhayā rāgadosamohānaṁ tanuttā sakadāgāmī hoti, sakideva imaṁ lokaṁ āgantvā dukkhassantaṁ karoti. Ayampi kho, mahāli, dhammo uttaritaro ca paṇītataro ca, yassa sacchikiriyāhetu bhikkhū mayi brahmacariyaṁ caranti.''
 
"Itu adalah hal-hal lain yang lebih tinggi dan lebih sempurna daripada yang ini, yang oleh karenanya para bhikkhu menjalankan kehidupan suci di bawahKu."|attr1=Mahāli Sutta, Dīgha Nikāya 6|attr2=Terjemahan DhammaCitta}}
''Puna caparaṁ, mahāli, bhikkhu pañcannaṁ orambhāgiyānaṁ saṁyojanānaṁ parikkhayā opapātiko hoti, tattha parinibbāyī, anāvattidhammo tasmā lokā. Ayampi kho, mahāli, dhammo uttaritaro ca paṇītataro ca, yassa sacchikiriyāhetu bhikkhū mayi brahmacariyaṁ caranti.''
 
''Puna caparaṁ, mahāli, bhikkhu āsavānaṁ khayā anāsavaṁ cetovimuttiṁ paññāvimuttiṁ diṭṭheva dhamme sayaṁ abhiññā sacchikatvā upasampajja viharati. Ayampi kho, mahāli, dhammo uttaritaro ca paṇītataro ca, yassa sacchikiriyāhetu bhikkhū mayi brahmacariyaṁ caranti.''
 
''Ime kho te, mahāli, dhammā uttaritarā ca paṇītatarā ca, yesaṁ sacchikiriyāhetu bhikkhū mayi brahmacariyaṁ carantī”ti.''|Mahāli, dalam satu kasus, seorang bhikkhu, setelah meninggalkan tiga belenggu, menjadi seorang Pemenang-Arus [pencapaian ''sotāpanna''], tidak akan jatuh ke dalam kondisi sengsara, kokoh berada di jalan menuju pencerahan [menuju pencapaian Nibbāna; ''arahant''].
 
Kemudian, seorang bhikkhu yang telah meninggalkan tiga belenggu, dan telah melemahkan keserakahan, kebencian dan delusinya, menjadi seorang Yang-Kembali-Sekali [pencapaian ''sakadāgāmī''] yang, setelah kembali ke alam ini satu kali lagi, akan mengakhiri penderitaan [pencapaian Nibbāna; ''arahant''].
 
Kemudian, seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima belenggu yang lebih rendah dan terlahir kembali secara spontan [di alam yang tinggi] dan, tanpa jatuh dari alam itu [pencapaian ''anāgāmī''], mencapai pencerahan [pencapaian Nibbāna; ''arahant''].
 
Kemudian lagi, seorang bhikkhu melalui padamnya kekotoran-kekotoran mencapai, dalam kehidupan ini juga, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, yang ia capai dengan pandangan terangnya sendiri [pencapaian Nibbāna; ''arahant''].
 
Itu adalah hal-hal lain yang lebih tinggi dan lebih sempurna daripada yang ini, yang oleh karenanya para bhikkhu menjalankan kehidupan suci di bawahKu.}}
 
Pada ''sutta'' yang sama, Buddha juga menguraikan [[Empat tingkat pencerahan|empat tingkatan pencerahan]], yakni Pemenang-Arus (''[[sotāpanna]]''), Yang-Kembali-Sekali (''[[Sakadagami|sakadāgāmī]]''), Yang-Tak-Kembali (''[[Anāgāmi|anāgāmī]]''), dan pencapaian Nibbāna (''[[arahant]]''). Buddha juga menguraikan cara mencapai Nibbāna, yaitu dengan mengikuti [[Jalan Utama Berunsur Delapan]]:
 
{{QuoteVerse translation|''“Atthi"Katamo pana, bhante, maggo atthikatamā paṭipadā etesaṁ dhammānaṁ sacchikiriyāyā”tisacchikiriyāyā"ti?''
 
''“Atthi kho, mahāli, maggo atthi paṭipadā etesaṁ dhammānaṁ sacchikiriyāyā”ti.''
 
''“Katamo pana, bhante, maggo katamā paṭipadā etesaṁ dhammānaṁ sacchikiriyāyā”ti?''
 
''“Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo. Seyyathidaṁ—sammādiṭṭhi sammāsaṅkappo sammāvācā sammākammanto sammāājīvo sammāvāyāmo sammāsati sammāsamādhi. Ayaṁ kho, mahāli, maggo ayaṁ paṭipadā etesaṁ dhammānaṁ sacchikiriyāya.''|‘Bhagavā, adakah jalan, adakah metode untuk mencapai hal-hal ini?
 
‘Ada jalan, Mahāli, ada metode.’
 
“Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo. Seyyathidaṁ—sammādiṭṭhi sammāsaṅkappo sammāvācā sammākammanto sammāājīvo sammāvāyāmo sammāsati sammāsamādhi. Ayaṁ kho, mahāli, maggo ayaṁ paṭipadā etesaṁ dhammānaṁ sacchikiriyāya.|"Dan Bhagavā, apakah jalan itu, apakah metode itu?"
‘Dan Bhagavā, apakah jalan itu, apakah metode itu?
 
‘Yaitu"Yaitu, Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu, Pandangan Benar, Pemikiran Benar; Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar; Usaha Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Ini adalah jalan, ini adalah cara untuk mencapai hal-hal ini.|attr1=Mahāli Sutta, Dīgha Nikāya 6|attr2=Terjemahan DhammaCitta}}
 
Di lain kesempatan, Buddha juga mendeskripsikan Nibbāna sebagai kebahagiaan tertinggi dan [[Jalan Utama Berunsur Delapan]] sebagai jalan terbaik, sebagaimana tercatat pada Māgandiya Sutta, Majjhima Nikāya 75:<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=MN 75: Māgandiyasutta|url=https://suttacentral.net/mn75/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2023-04-24}}</ref>
Baris 47 ⟶ 27:
 
“Yang tertinggi dari segala perolehan adalah kesehatan,
Nibbāna adalah kebahagiaan tertinggi,;
Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah jalan terbaik
Karena jalan itu menuntun menuju keselamatan, pada Keabadian.”|attr1=Māgandiya Sutta, Majjhima Nikāya 75|attr2=Terjemahan DhammaCitta}}
 
Pada Tatiyanibbānapaṭisaṁyutta Sutta, Udāna 8.3, [[Gautama Buddha|Siddartha Gautama]]—[[Buddha|sammāsambuddha]] masa sekarang—mendeskripsikan Nibbāna sebagai berikut.<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=Ud 8.3: Tatiyanibbānapaṭisaṁyuttasutta|url=https://suttacentral.net/ud8.3/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2022-09-18}}</ref>{{Verse translation|... Atthi, bhikkhave, ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ. No cetaṁ, bhikkhave, abhavissa ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ, nayidha jātassa bhūtassa katassa saṅkhatassa nissaraṇaṁ paññāyetha. Yasmā ca kho, bhikkhave, atthi ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ, tasmā jātassa bhūtassa katassa saṅkhatassa nissaraṇaṁ paññāyatī”ti. ...|... Ada, para bhikkhu, yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, tidak terkondisi. Jika, para bhikkhu, tidak ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, tidak terkondisi, maka kalian tidak mungkin mengetahui jalan membebaskan diri dari yang dilahirkan, yang menjelma, yang diciptakan, dan yang terkondisi. Tetapi, karena ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, tidak terkondisi, maka kalian dapat mengetahui jalan membebaskan diri dari yang dilahirkan, yang menjelma, yang diciptakan, dan yang terkondisi. ...}}
 
Yasmā ca kho, bhikkhave, atthi ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ, tasmā jātassa bhūtassa katassa saṅkhatassa nissaraṇaṁ paññāyatī”ti. ...|... Ada, para bhikkhu, yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, tidak terkondisi. Jika, para bhikkhu, tidak ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, tidak terkondisi, maka kalian tidak mungkin mengetahui jalan membebaskan diri dari yang dilahirkan, yang menjelma, yang diciptakan, dan yang terkondisi.
Ungkapan pada Udāna 8.3 juga merupakan pernyataan dari Sang Buddha yang kemudian diinterpretasikan sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa di Indonesia. Nibbāna sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam [[bahasa Pali]] adalah "''ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ''" yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Menjelma, Tidak Tercipta, dan Tidak Terkondisi (Mutlak)". Dalam hal ini, Nibbāna sebagai Ketuhanan Yang Mahaesa adalah sesuatu yang tidak terpersonifikasi atau tanpa-Aku (''[[anatta]]''). Dengan adanya Yang Mutlak atau Yang Tidak Terkondisi (''asaṅkhataṁ'') maka manusia yang berkondisi (''saṅkhataṁ'') dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan ([[Samsara|''saṃsāra'']]).
 
Tetapi, karena ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, tidak terkondisi, maka kalian dapat mengetahui jalan membebaskan diri dari yang dilahirkan, yang menjelma, yang diciptakan, dan yang terkondisi. ...|attr1=Tatiyanibbānapaṭisaṁyutta Sutta, Udāna 8.3|attr2=Terjemahan DhammaCitta}}
Pada Nirodhanibbānapañha, Milindapañha 3.4.8, Bhante Nāgasena mendeskripsikan Nibbāna sebagai padamnya atau berhentinya nafsu (''nirodha''). ''Dukkha-nirodha'' juga merupakan bagian dari [[Empat Kebenaran Mulia]], yakni Kebenaran Mulia Ketiga.<ref>{{Cite web|last=Gautama|first=Siddhartha|title=Milindapañha 3.4.8: Nirodhanibbānapañha|url=https://suttacentral.net/mil3.4.8/pli/ms|website=SuttaCentral|access-date=2023-04-24}}</ref><ref>{{Cite web|last=Gautama|first=Siddhartha|title=Milindapañha Bab Empat: Landasan Indera (Terjemahan Indonesia)|url=https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/bab-empat-landasan-indera/|website=Samaggi Phala|access-date=2023-04-24}}</ref>
 
Ungkapan pada Udāna 8.3 juga merupakan pernyataan dari Sang Buddha yang kemudian diinterpretasikan sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa di Indonesia. Nibbāna sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam [[bahasa Pali]] adalah "''ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ''" yang artinya sebagai berikut:
{{Quote|''“Kathaṁ, bhante nāgasena, nirodho nibbānan”ti?
 
# Yang Tidak Dilahirkan (''ajāta'')
''“Sabbe bālaputhujjanā kho, mahārāja, ajjhattikabāhire āyatane abhinandanti abhivadanti ajjhosāya tiṭṭhanti, te tena sotena vuyhanti, na parimuccanti jātiyā jarāya maraṇena sokena paridevena dukkhehi domanassehi upāyāsehi na parimuccanti dukkhasmāti vadāmi.
# Yang Tidak Menjelma (''abhūta)''
# Yang Tidak Tercipta (''akata'')
# Yang Tidak Terkondisi (''asaṅkhata'')
 
Dalam hal ini, Nibbāna sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sesuatu yang tidak terpersonifikasi atau tanpa-Aku (''[[anatta]]''). Dengan adanya Yang Mutlak atau Yang Tidak Terkondisi (''asaṅkhata''), maka manusia yang berkondisi (''saṅkhata'') dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan ([[Samsara|''saṃsāra'']]).
''Sutavā ca kho, mahārāja, ariyasāvako ajjhattikabāhire āyatane nābhinandati nābhivadati nājjhosāya tiṭṭhati, tassa taṁ anabhinandato anabhivadato anajjhosāya tiṭṭhato taṇhā nirujjhati, taṇhānirodhā upādānanirodho, upādānanirodhā bhavanirodho, bhavanirodhā jātinirodho, jātinirodhā jarāmaraṇaṁ sokaparidevadukkhadomanassupāyāsā nirujjhanti, evametassa kevalassa dukkhakkhandhassa nirodho hoti,
 
Pada Nirodhanibbānapañha, Milindapañha 3.4.8, Bhante Nāgasena mendeskripsikan Nibbāna sebagai padamnya atau berhentinya nafsu (''nirodha''). ''Dukkha-nirodha'' juga merupakan bagian dari [[Empat Kebenaran Mulia]], yakni Kebenaran Mulia Ketiga.<ref>{{Cite web|last=Gautama|first=Siddhartha|title=Milindapañha 3.4.8: Nirodhanibbānapañha|url=https://suttacentral.net/mil3.4.8/pli/ms|website=SuttaCentral|access-date=2023-04-24}}</ref><ref>{{Cite web|last=Gautama|first=Siddhartha|title=Milindapañha Bab Empat: Landasan Indera (Terjemahan Indonesia)|url=https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/bab-empat-landasan-indera/|website=Samaggi Phala|access-date=2023-04-24}}</ref>
''evaṁ kho, mahārāja, nirodho nibbānan”ti.''|“Bagaimana, Bhante Nāgasena, berhentinya nafsu itu Nibbāna?”
 
Semua makhluk yang dungu (belum tercerahkan) memanjakan diri dalam kenikmatan indera dan objeknya;
mereka menemukan kesenangan di dalamnya dan melekat padanya.
Oleh karena itu mereka terhanyut oleh banjir [nafsu] dan tidak terbebas dari kelahiran dan kematian.
 
Siswa bijaksana orang-orang suci tidak akan menyenangi kenikmatan indera dan objeknya.
Dan di dalam dirinya nafsu keinginan berhenti,
kemelekatan berhenti,
dumadi berhenti,
kelahiran berhenti,
usia tua, kematian, kesedihan, ratap tangis, kepedihan, kesengsaraan dan keputusasaan berhenti dan tidak ada lagi.
 
{{Quote|“... Siswa bijaksana orang-orang suci tidak akan menyenangi kenikmatan indera dan objeknya. Dan di dalam dirinya nafsu keinginan berhenti, kemelekatan berhenti, dumadi berhenti, kelahiran berhenti, usia tua, kematian, kesedihan, ratap tangis, kepedihan, kesengsaraan dan keputusasaan berhenti clan tidak ada lagi. Dengan demikian, berhentinya nafsu adalah nibbana.”|Nirodhanibbānapañha, Milindapañha 3.4.8|Terjemahan Samaggi Phala}}
Dengan demikian, berhentinya nafsu adalah Nibbāna.”}}
 
Pada Alagaddūpamasutta, Majjhima Nikāya 22, Buddha menjelaskan Buddhisme sebagai sebuah [[rakit]] yang, setelah mengantarkan penumpangnya ke pantai seberang (perumpamaan untuk pencapaian Nibbāna), pada akhirnya perlu ditinggalkan.<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=MN 22: Alagaddūpamasutta|url=https://suttacentral.net/mn22/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2023-04-24}}</ref>
Baris 108 ⟶ 80:
Apakah lagi yang kuperlukan dari rakit yang dibuat dengan baik ini?
Maka, hujanlah O langit, sesukamu!}}
 
== 33 Nama Nibbāna ==
Penggunaan istilah Nibbāna (Bahasa Indonesia: Nirwana atau "kepadaman") hanya merupakan salah satu cara Buddha dalam mengilustrasikan Nibbāna atau Nirwana itu sendiri. Di kesempatan lain, Buddha seringkali menggunakan istilah-istilah lain yang juga merujuk kepada Nibbāna. Pada keseluruhan teks bagian Asaṅkhatasaṁyutta, Saṁyutta Nikāya 43, Buddha menguraikan 33 nama Nibbāna:<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43: Asaṅkhatasaṁyutta|url=https://suttacentral.net/sn43/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2023-04-24}}</ref><ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.1: Kāyagatāsatisutta|url=https://suttacentral.net/sn43.1/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref><ref name=":4">{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.12: Asaṅkhatasutta|url=https://suttacentral.net/sn43.12/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref><ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.2: Samathavipassanāsutta|url=https://suttacentral.net/sn43.2/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref><ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.13: Anatasutta|url=https://suttacentral.net/sn43.13/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref><ref name=":5">{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.14–43: Anāsavādisutta|url=https://suttacentral.net/sn43.14-43/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref><ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.44: Parāyanasutta|url=https://suttacentral.net/sn43.44/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref>
 
# Yang Tak Terkondisi (''asaṅkhata'')
# Hancurnya Nafsu, Hancurnya Kebencian, Hancurnya Delusi (''rāgakkhaya dosakkhaya mohakkhaya'')
# Ketidak-Condongan (''anata'')
# Ketanpa-Nodaan (''anāsava'')
# Kebenaran (''sacca'')
# Pantai Seberang (''pāra'')
# Yang Halus (''nipuṇa'')
# Yang Sangat Sulit Dilihat (''sududdasa'')
# Yang Tanpa Penuaan (''ajajjara'')
# Yang Stabil (''dhuva'')
# Ketidak-Hancuran (''apalokita'')
# Ketidak-Berwujudan (''anidassana'')
# Yang Tanpa Proliferasi (''nippapañca'')
# Yang Damai (''santa'')
# Tanpa-Kematian (''amata'')
# Yang Luhur (''paṇīta'')
# Yang Menguntungkan (''siva'')
# Yang Aman (''khema'')
# Hancurnya Ketagihan (''taṇhākkhaya'')
# Yang Menakjubkan (''acchariya'')
# Yang Tanpa Penyakit (''abbhuta'')
# Kondisi Tanpa Penyakit (''anītika'')
# Nirwana atau Kepadaman (''nibbāna'')
# Yang Tidak Dirundung (''abyābajjha'')
# Kebosanan atau Ketanpa-keinginan (''virāga'')
# Kemurnian (''suddhi'')
# Kebebasan (''mutti'')
# Yang Tidak Melekat (''anālaya'')
# Pulau (''dīpa'')
# Naungan (''leṇa'')
# Suaka (''tāṇa'')
# Perlindungan (''saraṇa'')
# Tujuan (''pāraya'')
 
== Jenis Pencapaian ==
Terdapat dua jenis pencapaian Nibbāna:<ref>{{Cite book|last=Ko Lay|first=U|date=2005|url=https://archive.org/details/guidetotipitaka029042mbp|title=Guide to Tipitaka: Canonical Pāli Buddhist Literature of the Theravāda School|location=Selangor|publisher=Selangor Buddhist Vipassana Meditation Society|pages=127|url-status=live}}</ref>
 
# Dicapai ketika masih hidup (''saupadisesa nibbāna'')
# Dicapai ketika meninggal dunia (''anupadisesa nibbāna'') atau disebut juga ''[[Parinibbana]]''.
 
Ketika Pangeran [[Siddhartha Gautama]] mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi seorang sammasambuddha, maka pada saat itu Dia mengalami ''saupadisesa nibbāna''. Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di [[Kusinara]], maka Dia mencapai ''anupadisesa nibbāna.''
 
== Moksa ==
Baris 133 ⟶ 150:
Layaknya bunga-bunga ini yang akan layu,
demikian tubuhku ini akan mengalami kehancuran.}}Perbedaan mendasar antara Hinduisme dan Buddhisme dalam hal pembebasan akhir terdapat pada konsep-konsep kedua agama tersebut mengenai eksistensi jiwa (Pali: ''atta''; Sanskerta: ''atman''). Buddhisme menolak eksistensi jiwa atau roh yang permanen (Pali: ''[[anatta]]''; Sanskerta: ''anatman''), satu dari [[Tiga Corak Umum|Tiga Corak Utama]] (''tilakkhaṇa''). Dua corak yang lainnya adalah penderitaan (''[[dukkha]]'') dan ketidakkekalan (''[[anicca]]''). Dengan demikian, pencapaian Nibbāna menurut Buddhisme tidak melibatkan eksistensi jiwa kekal sebagaimana diyakini [[Hinduisme]].
 
== 33 Nama Nibbāna ==
Penggunaan istilah Nibbāna (Bahasa Indonesia: Nirwana atau "kepadaman") hanya merupakan salah satu cara Buddha dalam mengilustrasikan Nibbāna atau Nirwana itu sendiri. Di kesempatan lain, Buddha seringkali menggunakan istilah-istilah lain yang juga merujuk kepada Nibbāna. Pada keseluruhan teks bagian Asaṅkhatasaṁyutta, Saṁyutta Nikāya 43, Buddha menguraikan 33 nama Nibbāna:<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43: Asaṅkhatasaṁyutta|url=https://suttacentral.net/sn43/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2023-04-24}}</ref>
 
# Yang Tak Terkondisi (''asaṅkhata'')<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.1: Kāyagatāsatisutta|url=https://suttacentral.net/sn43.1/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref><ref name=":42">{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.12: Asaṅkhatasutta|url=https://suttacentral.net/sn43.12/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref>
# Hancurnya Nafsu, Hancurnya Kebencian, Hancurnya Delusi (''rāgakkhaya dosakkhaya mohakkhaya'')<ref name=":42" /><ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.2: Samathavipassanāsutta|url=https://suttacentral.net/sn43.2/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref>
# Ketidak-Condongan (''anata'')<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.13: Anatasutta|url=https://suttacentral.net/sn43.13/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref>
# Ketanpa-Nodaan (''anāsava'')<ref name=":52">{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.14–43: Anāsavādisutta|url=https://suttacentral.net/sn43.14-43/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref>
# Kebenaran (''sacca'')<ref name=":52" />
# Pantai Seberang (''pāra'')<ref name=":52" />
# Yang Halus (''nipuṇa'')<ref name=":52" />
# Yang Sangat Sulit Dilihat (''sududdasa'')<ref name=":52" />
# Yang Tanpa Penuaan (''ajajjara'')<ref name=":52" />
# Yang Stabil (''dhuva'')<ref name=":52" />
# Ketidak-Hancuran (''apalokita'')<ref name=":52" />
# Ketidak-Berwujudan (''anidassana'')<ref name=":52" />
# Yang Tanpa Proliferasi (''nippapañca'')<ref name=":52" />
# Yang Damai (''santa'')<ref name=":52" />
# Tanpa-Kematian (''amata'')<ref name=":52" />
# Yang Luhur (''paṇīta'')<ref name=":52" />
# Yang Menguntungkan (''siva'')<ref name=":52" />
# Yang Aman (''khema'')<ref name=":52" />
# Hancurnya Ketagihan (''taṇhākkhaya'')<ref name=":52" />
# Yang Menakjubkan (''acchariya'')<ref name=":52" />
# Yang Tanpa Penyakit (''abbhuta'')<ref name=":52" />
# Kondisi Tanpa Penyakit (''anītika'')<ref name=":52" />
# Nirwana atau Kepadaman (''nibbāna'')<ref name=":52" />
# Yang Tidak Dirundung (''abyābajjha'')<ref name=":52" />
# Kebosanan atau Ketanpa-keinginan (''virāga'')<ref name=":52" />
# Kemurnian (''suddhi'')<ref name=":52" />
# Kebebasan (''mutti'')<ref name=":52" />
# Yang Tidak Melekat (''anālaya'')<ref name=":52" />
# Pulau (''dīpa'')<ref name=":52" />
# Naungan (''leṇa'')<ref name=":52" />
# Suaka (''tāṇa'')<ref name=":52" />
# Perlindungan (''saraṇa'')<ref name=":52" />
# Tujuan (''pāraya'')<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=SN 43.44: Parāyanasutta|url=https://suttacentral.net/sn43.44/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2024-02-05}}</ref>
 
== Jenis Pencapaian ==
Terdapat dua jenis pencapaian Nibbāna:<ref>{{Cite book|last=Ko Lay|first=U|date=2005|url=https://archive.org/details/guidetotipitaka029042mbp|title=Guide to Tipitaka: Canonical Pāli Buddhist Literature of the Theravāda School|location=Selangor|publisher=Selangor Buddhist Vipassana Meditation Society|pages=127|url-status=live}}</ref>
 
# Dicapai ketika masih hidup (''saupadisesa nibbāna'')
# Dicapai ketika meninggal dunia (''anupadisesa nibbāna'') atau disebut juga ''[[Parinibbana]]''.
 
Ketika Pangeran [[Siddhartha Gautama]] mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi seorang sammasambuddha, maka pada saat itu Dia mengalami ''saupadisesa nibbāna''. Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di [[Kusinara]], maka Dia mencapai ''anupadisesa nibbāna.''
 
== Lihat pula ==