Operasi Downfall

artikel daftar Wikimedia
Revisi sejak 4 September 2009 14.36 oleh Midori (bicara | kontrib)
Operasi Downfall
Peta garis besar kekuatan pasukan darat Jepang dan Amerika Serikat. Dua operasi militer terhadap Jepang yang direncanakan dalam peta adalah Operasi Olympic (penyerbuan ke Kyushu) dan Operasi Coronet (penyerbuan ke Honshu).
Peta garis besar kekuatan pasukan darat Jepang dan Amerika Serikat dalam rencana invasi Sekutu (Amerika Serikat) ke Jepang. Dua operasi militer yang direncanakan:
(1). Operasi Olympic (penyerbuan ke Kyushu)
(2). Operasi Coronet (penyerbuan ke Honshu).
TujuanInvasi ke Jepang
HasilDibatalkan setelah Jepang menyerah, Agustus 1945

Operasi Downfall adalah rencana invasi ke Jepang yang disusun Sekutu untuk mengakhiri Perang Dunia II. Operasi ini batal karena Jepang sudah menyerah kepada Sekutu setelah dijatuhi bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Uni Soviet juga menyatakan perang melawan Jepang sehingga operasi ini tidak pernah terlaksana.

Operasi Downfall bertujuan menyerbu dua pulau utama Jepang, Kyushu dan Honshu. Operasi ini terdiri dari dua bagian: Operasi Olympic (penyerbuan ke Kyushu) dan Operasi Coronet (penyerbuan ke Honshu). Operasi Olympic direncanakan untuk dimulai pada Oktober 1945 dengan tujuan merebut sepertiga dari wilayah pulau Kyushu. Pulau Okinawa yang baru saja direbut dari tangan Jepang akan digunakan sebagai daerah singgahan bagi pasukan Amerika Serikat yang mempersiapkan invasi ke Kyushu.

Operasi Coronet menurut rencana akan mendaratkan pasukan Amerika Serikat di dataran Kanto, dekat Tokyo pada musim semi 1946. Pangkalan udara Jepang yang direbut dalam Operasi Olympic, menurut rencana akan dipakai untuk memberi dukungan udara bagi pasukan darat yang dikerahkan dalam Operasi Coronet.

Dengan memperhitungkan letak geografi Jepang, Jepang dengan dapat memperkirakan secara cermat rencana invasi Sekutu seperti disusun dalam Operasi Downfall. Jepang menyesuaikan rencana pertahanan besar-besaran bernama Operasi Ketsugō berdasarkan perhitungan kekuatan Sekutu. Kyushu menurut rencana akan dipertahankan mati-matian hingga hampir tidak ada lagi pasukan yang tersisa untuk operasi-operasi pertahanan berikutnya dari serbuan Sekutu.

Total korban tewas atau luka akibat Operasi Downfall diperkirakan akan berbeda-beda, bergantung tingkat perlawanan warga sipil Jepang. Pihak Sekutu diperkirakan akan mengalami kerugian hingga jutaan prajurit,[1] sebaliknya korban tewas atau luka di pihak Jepang diperkirakan akan mencapai puluhan juta orang.

Perencanaan

Operasi Downfall disusun oleh Laksamana Besar Chester Nimitz, Jenderal Angkatan Darat Douglas MacArthur, Kepala Staf Gabungan Laksamana Besar Ernest King, Laksamana Besar William D. Leahy, dan Jenderal Angkatan Darat George Marshall, serta Hap Arnold (Arnold memiliki latar belakang karier di Korps Udara Angkatan Darat Amerika Serikat).[2] Pada waktu itu, riset bom atom merupakan proyek rahasia yang dijaga sangat ketat. Di luar Proyek Manhattan, riset bom atom hanya diketahui oleh segelintir pejabat tinggi, dan perencanaan invasi ke Jepang sama sekali tidak memperhitungkan adanya bom atom.

Berbeda halnya dengan medan perang Eropa selama Perang Dunia II, Sekutu selama Perang Pasifik memiliki lebih dari satu jabatan "Panglima Tertinggi". Komando pasukan Sekutu dibagi menurut kawasan. Pada tahun 1945, misalnya, Chester Nimitz adalah Panglima Tertinggi Sekutu Kawasan Samudra Pasifik (Allied Commander-in-Chief), sementara Douglas MacArthur adalah Panglima Tertinggi Sekutu (Supreme Allied Commander) Kawasan Pasifik Barat Daya. Sekutu merasa perlu mengangkat seorang panglima yang bertanggung jawab atas invasi ke Jepang. Angkatan Laut Amerika Serikat menginginkan Nimitz sebagai panglima, sedangkan Angkatan Darat Amerika Serikat menjagokan MacArthur. Persaingan kedua angkatan begitu serius sehingga rencana invasi terancam batal. Pihak Angkatan Laut akhirnya sebagian mengalah, dan MacArthur dijadikan Panglima Tertinggi untuk semua pasukan Sekutu, dengan syarat hanya bila diperlukan.[3]

Pertimbangan-pertimbangan

Masalah waktu dan korban menjadi bahan pertimbangan utama para penyusun strategi perang Amerika Serikat. Mereka memikirkan cara agar Jepang mau menyerah secepat mungkin, dengan korban sesedikit mungkin di pihak Sekutu. Sebelum Konferensi Quebec 1943 dimulai, tim perencana gabungan Amerika Serikat-Britania telah menyusun rencana mengalahkan Jepang ("Appreciation and Plan for the Defeat of Japan") . Dalam rencana tersebut, invasi ke pulau-pulau utama Jepang baru akan dilakukan pada tahun 1947-1948.[4][5] Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat yakin bahwa memperpanjang perang akan membahayakan moral nasional. Berdasarkan alasan tersebut, para Kepala Staf Gabungan sepakat dalam Konferensi Quebec untuk memaksa Jepang agar menyerah dalam waktu tidak sampai setahun setelah Jerman menyerah.

Angkatan Laut Amerika Serikat menyarankan penggunaan blokade dan kekuatan udara. Mereka mengusulkan operasi-operasi militer untuk merebut pangkalan-pangkalan udara Jepang di Shanghai dan Korea yang akan digunakan Angkatan Udara Amerika Serikat untuk membombardir Jepang hingga menyerah. Sebaliknya, Angkatan Darat Amerika Serikat menyatakan bahwa strategi tersebut dapat "memperpanjang perang hingga tidak ada habisnya" serta menyebabkan korban jiwa yang tidak perlu. Berdasarkan alasan tersebut, invasi perlu dilakukan. Mereka menyarankan serangan langsung berskala besar ke pulau-pulau utama Jepang, tanpa operasi-operasi militer sampingan seperti diusulkan angkatan laut. Pada akhirnya sudut pandang angkatan darat yang diterima.[6]

Secara geografis, Jepang adalah sasaran yang tidak mudah, hanya ada sedikit pantai yang cocok sebagai lokasi pendaratan pasukan invasi. Hanya pantai-pantai di Kyushu dan dataran rendah Kanto yang sesuai untuk lokasi pendaratan. Sekutu memutuskan untuk melancarkan invasi dua tahap. Operasi tahap pertama disebut Operasi Olympic. Kyushu bagian selatan diserbu untuk menyiapkan pangkalan udara yang menurut rencana dipakai untuk melancarkan operasi tahap kedua berupa serangan ke Teluk Tokyo yang disebut Operasi Coronet.

Asumsi-asumsi

Perencana militer Amerika Serikat tidak tahu pasti dan hanya dapat memperkirakan kekuatan lawan yang akan dihadapi. Berdasarkan laporan intelijen awal 1945, mereka memperkiraan kekuatan Jepang sebagai berikut:[7]

  • "Operasi militer tidak hanya akan mendapat perlawanan dari kekuatan militer yang terorganisir dari Kekaisaran Jepang, melainkan juga oleh penduduk setempat yang bermusuhan dan fanatik."
  • "Kira-kira ada 3 divisi musuh yang ditempatkan di Kyushu selatan dan sebagai tambahan ada 3 divisi di Kyushu utara pada awal Operasi Olympic."
  • "Total kekuatan musuh yang dikerahkan mengatasi operasi-operasi di Kyushu tidak akan melebihi 8 hingga 10 divisi, namun jumlah ini akan bertambah dengan cepat."
  • "Diperkirakan ada 21 divisi musuh, termasuk depot perbekalan di Pulau Honshu pada awal Operasi Coronet dan 14 divisi di antaranya kemungkinan dikerahkan di kawasan Dataran Kanto."
  • "Musuh mungkin menarik mundur kekuatan angkatan udara yang berbasis di darat ke daratan Asia sebagai perlindungan dari serangan-serangan penghancur kita. Dalam keadaan demikian, musuh mungkin dapat mengumpulkan dari 2.000 hingga 2.5000 pesawat di kawasan tersebut, dan kekuatan udara tersebut dapat digunakan untuk menangkal pendaratan di Kyushu dengan memakai lapangan-lapangan udara di Jepang sebagai persinggahan."

Daftar pustaka

  • Allen, Thomas B. (1995). Code-Name Downfall. New York: Simon & Schuster. ISBN 0684804069. 
  • Drea, Edward J. (1998). "Japanese Preparations for the Defense of the Homeland & Intelligence Forecasting for the Invasion of Japan". In the Service of the Emperor: Essays on the Imperial Japanese Army. Nebraska: University of Nebraska Press. ISBN 0803217080. 
  • Day, David (1992). Reluctant Nation: Australia and the Allied Defeat of Japan, 1942–1945. New York: Oxford University Press. ISBN 0195532422. 
  • Feifer, George (2001). The Battle of Okinawa: The Blood and the Bomb. Guilford, CT: The Lyons Press. ISBN 1585742155. 
  • Frank, Richard B. (1999). Downfall: The End of the Imperial Japanese Empire. New York: Random House. ISBN 067941424X. 
  • Spector, Ronald H. (1985). Eagle against the sun : the American war with Japan. Random House. ISBN 978-0394741017. 
  • Skates, John Ray (1994). The Invasion of Japan: Alternative to the Bomb. Columbia, SC: University of South Carolina Press. ISBN 0872499723. 
  • Thomas, Evan (2007). "The Last Kamikaze". World War II Magazine: 28. 

Catatan kaki

  1. ^ Frank, Downfall, p. 340.
  2. ^ Skates, The Invasion of Japan, p. 18.
  3. ^ Skates, The Invasion of Japan, p. 55–57.
  4. ^ Skates, The Invasion of Japan, p. 37.
  5. ^ Spector, 276–277.
  6. ^ Skates, The Invasion of Japan, p. 53–54.
  7. ^ Sutherland, Richard K. et al., "DOWNFALL": Strategic Plan for Operations in the Japanese Archipelago; 28 May 1945. (PDF available here. Diakses 4 Desember, 2006.)

Pranala luar

Templat:Link FA