Orang Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jesse redmans (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Jeje red (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 182:
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu ''Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu''. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan ''Taratak'', kemudian berkembang menjadi ''Dusun'', kemudian berkembang menjadi ''Koto'' dan kemudian berkembang menjadi ''Nagari''. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku (klan) yang mendomisili kawasan tersebut.<ref name="Datuk" /> Selanjutnya sebagai pusat administrasi nagari tersebut dibangunlah sebuah ''Balai Adat'' sekaligus sebagai tempat pertemuan dalam mengambil keputusan bersama para penghulu di nagari tersebut.
 
=== PenghuluPangulu ===
{{utama|Penghulu|Datuk di Minangkabau}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Poserende Minangkabause mannen TMnr 10005045.jpg|jmpl|kiri|Pakaian khas suku Minangkabau pada tahun 1900-an.]]
[[Penghulu|Pangulu]] atau biasa yang digelari dengan [[datuk|datuak]], merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur semua permasalahan kaum. PenghuluPangulu biasanya adalah seorang laki-laki yang dipilih di antara anggota kaum laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga akan memilih seorang laki-laki yang pandai berbicara, bijaksana dan memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia bertanggung jawab mengurusi semua harta pusaka kaum, membimbing kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-rapat nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai sama.<ref>{{Cite book|last=Marthala|first=Agusti Efi|date=2014|url=http://repository.unp.ac.id/17877/1/buku%20penghulu%20OK.pdf|title=Penghulu dan Filosofi Pakaian Kebesaran: Konsep Kepemimpinan Tradisional Minangkabau|location=Bandung|publisher=Humaniora|isbn=9797780945|pages=17-19|url-status=live}}</ref>
 
Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan dan konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah keluarga posisi kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau sebaliknya, anggota kaum yang semakin sedikit jumlahnya, cenderung akan menggabungkan gelar kepenghuluannya kepada keluarga lainnya yang sesuku.<ref>{{cite book|last=Stibbe|first=|authorlink=|coauthors=|title=Het Soekoebestuur in de Padangsche Bovenlanden|publisher=|year=1869|location=|url=|doi=|isbn=|page=33}}</ref> Hal ini mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu dalam suatu nagari.
 
Memiliki penghulupangulu yang mewakili suara kaum (''klan'') dalam rapat nagari, merupakan suatu prestise dan harga diri. Sehingga setiap kaum akan berusaha sekuatnya memiliki penghulu sendiri. Kaum-keluarga yang gelar kepenghuluannya sudah lama terlipat, akan berusaha membangkitkan kembali posisinya dengan mencari kekayaan untuk "membeli" gelar penghulunya yang telah lama terbenam. ''Batagak panghulu'' (bertegak penghulu) biasanya memakan biaya cukup besar, sehingga dorongan untuk melakukan acara ''batagak panghulu'' selalu muncul dari keluarga kaya.<ref>Graves (1981). hlm. 25.</ref>
 
=== Kerajaan ===