Orang Tionghoa Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengubah tingkat perlindungan pada "Tionghoa-Indonesia": jangan melindungi penuh indef halaman artikel tanpa peningkatan secara bertahap dulu ([Sunting=Hanya untuk pengguna terdaftar otomatis] (selamanya) [Pindahkan=Hanya untuk pengguna terdaftar otomatis] (selamanya))
→‎Era kolonial: #1Lib1Ref #1Lib1RefID menambah rujukan
Baris 95:
Pada masa kolonial, Belanda pernah mengangkat beberapa pemimpin komunitas dengan gelar ''Kapiten Cina'', yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa di antara mereka ternyata juga telah berjasa bagi masyarakat umum, misalnya [[So Beng Kong]] dan Phoa Beng Gan yang membangun kanal di Batavia{{cn}}. Di Batavia, Mohamad Djafar menjadi kapten Tionghoa muslim yang terakhir (ke-dua). Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadi Bupati Yogyakarta.<ref name="tionghoa-dalam-pusaran-politik">Setiono, Benny G. [http://books.google.com/books?id=CH0p3zHladEC&lpg=PA163&dq=Lie%20Hok%20Thay&hl=id&pg=PA167#v=onepage&q=&f=false "Tionghoa Dalam Pusaran Politik"], hal. 167, Transmedia</ref>
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het uitmoorden van de Chinezen in Batavia 9 oktober 1740 TMnr 3756-1.jpg|jmpl|Pembantaian orang Tionghoa tanggal 9 Oktober 1740 di Batavia]]
Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis[[Kesultanan JawaMataram]], kelompok Tionghoa berperang melawan [[VOC]] tahun [[1740]]-[[1743]] yang disebut dengan peristiwa [[Perang Kuning]].<ref>{{cnCite web|last=Utama|first=Danny Adriadhi|last2=Fadillah|first2=Ramadhian|date=24 Januarin 2020|title=Geger Pecinan, Saat Laskar Tionghoa-Jawa Bersatu Melawan VOC|url=https://www.merdeka.com/khas/geger-pecinan-saat-laskar-tionghoa-jawa-bersatu-melawan-voc.html|website=merdeka.com|language=id|access-date=15 Januari 2022|last3=Sunaryo|first3=Arie}}</ref> Di Kalimantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung dalam "Republik" Lanfong{{cn}} berperang dengan pasukan Belanda pada abad XIX.
 
Dalam perjalanan sejarah pra kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti [[Tragedi Angke|pembantaian]] di [[Batavia]] 1740 dan pembantaian masa [[perang Jawa]] 1825–1830. Pembantaian di Batavia tersebut<ref>http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/chinezenengels.htm</ref><ref>{{Cite web |url=http://www.obor.co.id/DetailBuku.asp?Bk_ISBN=979-461-556-0 |title=Salinan arsip |access-date=2006-11-13 |archive-date=2007-09-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070928103407/http://www.obor.co.id/DetailBuku.asp?Bk_ISBN=979-461-556-0 |dead-url=yes }}</ref><sup>[http://www.nationaalarchief.nl/amh/detail.aspx?page=dafb&lang=en&id=1897#tab2] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20090921072106/http://www.nationaalarchief.nl/amh/detail.aspx?page=dafb&lang=en&id=1897#tab2 |date=2009-09-21 }}</sup> melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan [[Mataram]]. Orang Tionghoa tidak lagi diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan [[Wijkenstelsel]] ini menciptakan permukiman etnis Tionghoa atau [[pecinan]] di sejumlah kota besar di Hindia Belanda.